Sabtu, 1 November 2025

Ekonom Ingatkan Potensi Kebocoran Penerimaan Negara dari Rokok Tanpa Cukai

Pemerintah perlu mengawasi ketat peredaran rokok ilegal selama masa jeda setahun penerapan moratorium kenaikan cukai hasil tembakau (CHT).

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS/AKBAR PERMANA
ROKOK TANPA PITA CUKAI - Sejumlah merek rokok ilegal yang dijual ke masyarakat tanpa pita cukai. Saat ini banyak rokok ilegal yang dijual bebas di pedagang rokok, marketplace, maupun media sosial. TRIBUNNEWS/AKBAR PERMANA 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengingatkan pemerintah pentingnya pengawasan ketat peredaran rokok ilegal selama masa jeda setahun penerapan moratorium kenaikan cukai hasil tembakau (CHT).

Moratorium kenaikan CHT sebelumnya diputuskan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

Achmad menyebut, peredaran produk ilegal tanpa pita cukai merupakan bentuk kebocoran penerimaan negara. Dalam konteks ini, efektivitas kebijakan pemerintah pun diuji.

“Kontribusi CHT ke APBN lebih dari Rp200 triliun per tahun. Tetapi apa gunanya menambah tarif jika penerimaan bocor lewat rokok ilegal? Ibarat atap yang bolong, menambah ember tidak menyelesaikan banjir,” kata Achmad, Jumat (24/10/2025).

Pakar kebijakan publik dari Universitas Nasional Singapura ini menyebut kebijakan moratorium kenaikan tarif cukai di tahun 2026 akan memberi ruang bagi industri kembali menata efisiensi, menjaga relasi dengan petani, dan melindungi para buruh pekerjanya.

Namun, keputusan moratorium tarif akan menjadi baik jika pemerintah tetap aktif menjalankan tiga agenda strategis.

Yakni, memperluas edukasi tentang bahaya merokok, menekan pangsa pasar ilegal, serta menyiapkan peta jalan yang berpihak pada tenaga kerja dan petani.

“Tidak naik pada 2026 memberi bagi ruang industri untuk menata efisiensi, menjaga relasi dengan petani, dan melindungi tenaga kerja,” katanya.

Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Seluruh Indonesia (MPSI), Sriyadi Purnomo menilai keputusan yang diambil Menkeu Purbaya merupakan keberpihakan bagi industri sektor tembakau.

Beberapa tahun ini tarif cukai terus naik signifikan, dan berdampak negatif pada industri. Mulai dari penurunan produksi yang berefek domino pada pengurangan tenaga kerja.

“Keputusan ini sangat berarti bagi industri, mengingat kenaikan tarif yang terlalu tinggi selama ini telah berdampak negatif, mulai dari penurunan produksi, berkurangnya daya serap tenaga kerja, hingga melemahnya daya saing,” kata Sriyadi.

Baca juga:  Serikat Pekerja Minta Pemerintah Deregulasi PP 28/2024 dan Moratorium Kenaikan CHT

Jika semangat pemerintah adalah pemulihan industri dan kepastian usaha, Sriyadi mengusulkan penundaan kenaikan tarif cukai berlaku selama tiga tahun. Sebab industri membutuhkan waktu pulih, dan ruang untuk beradaptasi.

“Industri membutuhkan waktu untuk memulihkan diri setelah beberapa tahun mengalami tekanan akibat kenaikan tarif yang cukup tinggi," ujarnya.

"Dengan adanya jeda moratorium tiga tahun, perusahaan dapat memperkuat fondasi bisnisnya dan memastikan perlindungan terhadap tenaga kerja tetap terjaga."

Baca juga: Dirjen Bea Cukai Respons Usulan Moratorium Tarif CHT: Akan Dikaji Lintas Sektor

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tarif cukai hasil tembakau tidak akan naik pada tahun 2026 usai pertemuan dengan sejumlah pelaku usaha di Jakarta, Jumat (26/9/2025).

“Jadi tahun 2026, tarif cukainya tidak kita naikkan,” kata Purbaya.

Pemerintah akan fokus memberantas rokok ilegal yang banyak merugikan negara dan menciptakan ketidakadilan bagi pelaku industri resmi.

Penertiban rokok tanpa cukai sah dinilai lebih mendesak dibandingkan wacana kenaikan tarif. “Ini kan kita sedang mencoba membersihkan pasar dari barang-barang ilegal. Dari produk-produk yang nggak bayar pajak,” tegasnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved