Jumat, 8 Agustus 2025

Komisi VI DPR: UU Konsumen yang Baru Harus Mengatur Pengawasan Produk Ilegal di Media Digital

Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang lama belum mengatur secara mendetail terkait pemasaran produk ilegal melalui media digital.

Penulis: Wahyu Aji
IST/HO
UU KONSUMEN - Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Gus Rivqy sapaanya khawatir dengan perlindungan konsumen ketika barang impor ilegal yang dipasarkan melalui media sosial. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim menyatakan bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang baru mesti melindungi konsumen dari banjirnya produk ilegal yang dipasarkan melalui media digital.

“Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang baru mesti melindungi konsumen dari pemasaran produk ilegal di media digital,” kata Gus Rivqy sapaan akrabnya, Sabtu (24/5/2025).

Baca juga: Riset: Teknologi Kecerdasan Buatan Bantu Personalisasi Percakapan dengan Konsumen

Pernyataan tersebut menurut Gus Rivqy berangkat dari peristiwa Kemendag yang menemukan jutaan barang impor ilegal dari Tiongkok atau China.

Ia mengaku khawatir dengan perlindungan konsumen ketika barang impor ilegal yang ditemukan seperti alat penghisap debu, sarung tangan, kapak serta perkakas lain, barang elektronik dan pakaian itu dipasarkan melalui media sosial commerce, TikTok.

“Artinya para pelaku usaha telah melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen karena tidak menjual atau memasarkan produk mereka kepada konsumen dengan jujur sesuai peraturan yang berlaku. Selain itu, catatan pentingnya juga adalah pengawasan platform masih cukup lemah, karena meloloskan pemasaran produk ilegal,” tegas Gus Rivqy.

Selama ini, lanjut Legislator PKB tersebut, Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang lama belum mengatur secara mendetail terkait pemasaran produk ilegal melalui media digital.

Menurutnya terkait pelanggaran yang banyak dilakukan oleh pelaku usaha di media digital, payung hukum yang dipakai saat ini adalah Undang-Undang ITE.

“Dapat dilihat pada pasal 9 UU ITE yang bunyinya pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan,” jelas Gus Rivqy.

Dengan begitu Gus Rivqy pun menekankan kedepan dirinya akan mendorong Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang baru dapat mengatur secara komperhensif pemasaran produk melalui media digital dengan mengajak platform atau e-commerce duduk bersama.

Selain perlindungan konsumen dari produk ilegal, Gus Rivqy yang berasal dari Dapil Jatim IV (Jember – Lumajang) juga menyoroti permasalahan terkait ketimpangan relasi antara pelaku usaha dengan konsumen ketika konsumen mengajukan keluhan terhadap barang atau jasa di media digital.

Baca juga: Usulan DPR Soal Potongan Aplikasi Ojol Maksimal 10 persen Dinilai Bebankan Konsumen

Dari beberapa kasus yang ada, kata Gus Rivqy, konsumen sering kali kalah dengan tuntutan pencemaran nama baik di media digital.

Sementara di sisi yang lain, Rivqy menyoroti konsumen yang dirugikan oleh produk ilegal atau barang dan jasa yang melanggar peraturan justru masih cukup jarang mendapatkan ganti rugi dengan alasan pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab atau pengetahuan konsumen yang masih kurang terkait hak-hak nya.

Padahal ganti rugi untuk konsumen ini adalah nyawa atau nafas dari perlindungan konsumen.

“Jadi Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang baru nantinya mesti mengatur posisi yang setara antara pelaku usaha dan konsumen. Salah satu diantaranya adalah pengaturan mekanisme untuk konsumen mendapatkan ganti rugi mesti dibuat relatif lebih mudah,” kata Gus Rivqy.

 

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan