Jumat, 14 November 2025

47 Pembangkit PLTU di Indonesia Terapkan Cofiring Biomassa

Pemanfaatan biomassa bisa menurunkan emisi gas buang dari karbon dioksida yang berasal dari batu bara tanpa harus membangun pembangkit terpisah.

SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ
PEMAKAIAN BIOMASSA - Dua operator ruang kontrol PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Unit Pembangkitan (UP) Paiton. Sejak 2020, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Unit Pembangkitan (UP) Paiton telah melakukan komersialisasi bauran biomassa lewat program co-firing dengan memanfaatkan serbuk kayu. SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ 

Ringkasan Berita:
  • Per Oktober 2025, jumlah PLTU yang menerapkan cofiring biomassa mencapai 47 pembangkit.
  • Hingga Oktober 2025, volume biomassa yang digunakan melalui skema cofiring mencapai 1,8 juta ton. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap jumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang mengimplementasikan cofiring biomassa telah meningkat signifikan.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan, di 2020 baru enam PLTU yang melakukan cofiring.

"Sampai Oktober 2025, jumlah melonjak menjadi 47 pembangkit," katanya dalam rapat bersama Komisi XII DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

Cofiring adalah proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial ke dalam boiler batubara.

Teknologi ini bisa menurunkan emisi gas buang dari karbon dioksida yang berasal dari batu bara.

Emisi sulfur oksida yang berasal dari batu bara juga ikut berkurang karena pemakaian batu bara disubstitusi oleh pemakaian biomassa seperti kayu yang memiliki kandungan sulfur jauh lebih rendah dibandingkan batu bara.

Teknik co-firing juga bisa menjadi alternatif mengolah sampah atau limbah biomassa tanpa perlu membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) secara terpisah.

Baca juga: Aspebindo Tinjau Langsung Co-Firing Biomassa di PLTU Lontar Banten, Bicara Target eNDC 2030

Hingga Oktober 2025, volume biomassa yang berhasil digunakan melalui skema cofiring mencapai 1,8 juta ton. Dari sini berhasil dihasilkan listrik sebesar 1,78 juta MWh.

Sementara itu, produksi listrik dari batubara pada unit yang sama berada di angka 193 juta MWh.

"Dengan demikian, rasio pemanfaatan biomassa terhadap batubara pada PLTU yang telah menerapkan cofiring mencapai 3,36 persen," ujar Tri.

Saat ini kapasitas terpasang pembangkit nasional tercatat sebesar 107 GW. Porsi kapasitas pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) sekitar 14,4 persen yang didominasi tenaga air sebesar 7,1 persen.

Kemudian diikuti oleh biomassa sebesar 3 persen, panas bumi 2,6 persen, surya 1,3 persen, bayu 0,1 persen, dan EBT lainnya 0,3 persen.

Baca juga: Gorontalo Jadi Model Industri Biomassa Bebas Deforestasi, Didukung 10 Juta Hektare Lahan Potensial

Pembangkit lainnya yang juga disoroti adalah pembangkit berbahan bakar gas yang berperan sebagai load follower sekaligus picker ketika kebutuhan listrik melonjak secara tiba-tiba.

"Fleksibilitas inilah yang kelak akan menjadi semakin penting bagi penetrasi EBT variable seperti surya dan bayu yang terus meningkat," ujar Tri.  

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved