Minggu, 9 November 2025
Tujuan Terkait

Gorontalo Jadi Model Industri Biomassa Bebas Deforestasi, Didukung 10 Juta Hektare Lahan Potensial

Di tengah isu deforestasi Gorontalo, pemerintah menilai Gorontalo sebagai model biomassa legal dan lestari. Target: 10 juta ha hutan tanaman energi.

|
Editor: Content Writer
Istimewa
ILUSTRASI POHON GAMAL - Pohon gamal (Gliricidia sepium) sebagai bahan baku yang sangat potensial untuk wood pellet karena tumbuh cepat. Pohon tersebut ditanam secara besar-besaran di Gorontalo sebagai model industri biomassa bebas deforestasi. 

TRIBUNNEWS.COM – Di tengah kampanye negatif seputar deforestasi Gorontalo, pemerintah dan pelaku industri justru menilai Gorontalo sebagai contoh sukses tata kelola industri biomassa yang legal dan lestari. Daerah ini telah memanfaatkan potensi hutan tanaman industri (HTI) sebagai sumber bahan baku utama wood pellet, tanpa harus membuka hutan alam.

Milton Pakpahan, Ketua Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI), menyebut bahwa masa depan biomassa Indonesia sangat menjanjikan. Salah satu indikatornya adalah ketersediaan lahan untuk pengembangan HTI dan hutan tanaman energi (HTE).

“Indonesia memiliki 10,36 juta hektare lahan potensial untuk pengembangan HTI dan HTE. Gorontalo telah menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan secara legal bisa berjalan tanpa deforestasi,” kata Milton dalam diskusi publik yang digelar APREBI di Jakarta, Rabu (5/11).

Ia menambahkan bahwa pemerintah perlu mengambil langkah proaktif untuk mendukung investasi hijau ini, termasuk dengan menyesuaikan kebijakan harga dan insentif bagi pelaku biomassa.

“Kita tidak bisa berjalan seperti biasa. Pemerintah harus lebih dinamis dalam melihat peluang biomassa sebagai energi masa depan,” ujar Milton.

Baca juga: Cegah Deforestasi, Kemenhut Perketat SOP dan Evaluasi Izin PPKH

Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan (BPPHH) Kementerian Kehutanan, Erwan Sudaryanto, menegaskan bahwa keberhasilan seperti di Gorontalo tidak lepas dari penerapan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK). Sistem ini menjadi tulang punggung tata kelola hutan Indonesia dan telah mendapat pengakuan global.

“SVLK memastikan semua hasil hutan diambil, diangkut, diproduksi, dan diperdagangkan dari sumber yang legal dan berkelanjutan sesuai hukum Indonesia,” ujar Erwan.

Erwan juga menyampaikan bahwa banyak negara belum memiliki sistem sertifikasi seperti ini, menjadikan Indonesia satu-satunya negara dengan standar legalitas kehutanan yang terintegrasi dari hulu ke hilir.

Gorontalo sendiri tercatat sebagai penghasil wood pellet terbesar di Indonesia, dengan pangsa mencapai 29,96 persen, disusul oleh Jawa Timur sebesar 23,08 persen. Data Kementerian mencatat produksi nasional wood pellet mencapai 333.971 m⊃3; pada 2024, meningkat hampir tiga kali lipat dari tahun 2020.

KLHK melalui publikasi resminya menyatakan bahwa kayu Indonesia, termasuk dari sektor biomassa, telah terverifikasi legal, lestari, dan akuntabel.

“Kayu Indonesia adalah kayu legal, lestari, dan terverifikasi. Ini wujud nyata komitmen Pemerintah menjaga kepercayaan pasar global dan keberlanjutan sumber daya hutan bagi generasi mendatang.” 

Dengan basis hukum kuat, sistem pengawasan SVLK, dan praktik HTI seperti di Gorontalo, pemerintah optimis bahwa industri biomassa dapat berkembang tanpa menambah laju deforestasi, bahkan menjadi solusi energi terbarukan di masa depan.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved