Dibunuh oleh Polisi di Minneapolis, Kini Jenazah George Floyd akan Dipulangkan ke Kampung Halaman
Jenazah George Floyd (46) yang tewas dibunuh oleh anggota polisi bernama Derek Chauvin di Menneapolis, Minnesota akan dipulangkan ke Houston, Texas.
Penulis:
Ifa Nabila
Editor:
Muhammad Renald Shiftanto
"Apa yang kami saksikan malam ini, kekerasan, vandalisme, dan aksi kriminal dilakukan di kota kami, bukan kepada benda mati saja namun kepada orang lain," kata Breed.
"Itu adalah hal yang tidak akan kami toleransi," tegasnya.
Di Kota Emeryville yang tak jauh dari San Fransisco sempat terekam penjarahan besar-besaran serta pengrusakan supermarket seperti Best Buy, BevMo, hinga Urban Outfitters.
Baca: Demo Bela George Floyd Ricuh, Mantan Polisi Sebut Ada Penumpang Gelap yang Ingin Kacaukan Warga AS
Baca: Unjuk Rasa Protes Kematian Floyd Meluas Hampir di Seluruh AS, Warga Tak Peduli Covid-19
Para warga San Fransisco mengaku ketakutan hingga tak bisa tidur nyenyak lantaran khawatir apa yang akan terjadi esok hari.
Diketahui, di berbagai negara bagian, para gubernur juga memanggil tentara nasional sebanyak yang bisa dikerahkan untuk mengamankan daerahnya.
Penumpang Gelap dalam Demo
Daniel Linskey, mantan kepala polisi di Boston, Massachusetts, AS, menganggap ada penumpang gelap dalam demo membela George Floyd.
Linskey menyebut ada kelompok tertentu yang memanfaatkan momen demo itu untuk membuat kekacauan yang lebih parah di tengah masyarakat AS.
Dikutip Tribunnews.com dari foxnews.com, Linskey menganggap kelompok tersebut memiliki misi untuk menganggu kestabilan kehidupan masyarakat.
Melihat banyak kericuhan terjadi dalam demo bela George Floyd, Linskey teringat peristiwa penembakan remaja kulit hitam, Michael Brown pada 2014 lalu.
Pihaknya mendapati ada percakapan yang mencurigakan di Twitter dan diduga sebagai pihak teroris.
"Ketika saya di Ferguson untuk (Departemen Kehakiman) bersama dengan jajaran pemerintah Obama setelah penembakan Brown," ungkap Linskey.
"Kami melihat ada beberapa grup teroris dan organisasi di Pakistan dan wilayah lain yang membuat akun Twitter palsu dan rekayasa.
"(Akun Twitter) berkomunikasi dua arah, seolah mengasingkan satu sama lain dan muncul ke publik," sambungnya.

Sementara itu, menanggapi pembunuhan George Floyd oleh Derek Chauvin, Linskey mengaku benci melihat peristiwa rasisme itu.