BAP DPD RI Perjuangkan Kepastian Hukum dan Penyelesaian Pengaduan Masyarakat dalam RDPU
Perjuangkan Kepastian Hukum bagi Rakyat, BAP DPD RI: Pengaduan Masyarakat Tak Boleh Terabaikan
TRIBUNNEWS.COM - Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para pemangku kepentingan, Rabu (5/11/2025), Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menyoroti banyaknya kasus pengaduan masyarakat yang belum terselesaikan secara tuntas, terutama terkait konflik agraria, hak atas tanah, dan maladministrasi di daerah.
Rapat tersebut dihadiri perwakilan dari Kementerian ATR/BPN, Kementerian Investasi/BKPM, Kementerian ESDM, Kementerian LHK, serta beberapa perwakilan masyarakat dari berbagai daerah yang menyampaikan pengaduan kepada BAP DPD RI. Dalam forum itu, Ketua BAP DPD RI Ahmad Syauqi Soeratno memaparkan sejumlah data nasional yang menunjukkan masih tingginya potensi konflik agraria di Indonesia.
Meski berbagai rekomendasi telah dikeluarkan, BAP DPD RI menilai tindak lanjut dari kementerian dan lembaga terkait masih belum optimal, sehingga persoalan publik terus berlarut tanpa kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.
Ketua BAP DPD RI Ahmad Syauqi Soeratno menyampaikan, hingga masa sidang tahun 2024–2025, BAP DPD RI telah menerima dan menindaklanjuti 56 pengaduan masyarakat, yang mayoritas berkaitan dengan sengketa lahan, konflik agraria, kompensasi lingkungan, serta pelanggaran hak masyarakat adat. Dari jumlah tersebut, 13 rekomendasi resmi telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPD RI dan disampaikan kepada kementerian serta lembaga terkait untuk ditindaklanjuti.
Syauqi menjelaskan bahwa beberapa rekomendasi DPD RI tidak dilaksanakan sehingga menyebabkan masalah masyarakat berlarut-larut.
“BAP DPD RI telah melakukan monitoring secara berkelanjutan, di mana beberapa rekomendasi DPD RI tersebut justru tidak dilaksanakan dan menyebabkan permasalahan yang disampaikan oleh masyarakat menjadi berlarut-larut,” ujar Syauqi yang juga Senator dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kondisi ini menunjukkan bahwa mekanisme penyelesaian pengaduan masyarakat masih belum efektif dan memerlukan sinergi lebih kuat antara pemerintah pusat dan daerah. Syauqi menekankan pentingnya koordinasi lintas kementerian agar penanganan pengaduan publik dapat bersifat konkret dan berdampak langsung.
“BAP DPD RI mendorong agar kementerian dapat melakukan monitoring lebih ketat terhadap situasi yang berkembang di lapangan dan mengambil tanggung jawab membuat kebijakan untuk segera menyelesaikan pengaduan dari masyarakat,” tegasnya.
Baca juga: Datangi BAP DPD, Suku Besar Sebyar Teluk Bintuni Perjuangkan Kompensasi dari Proyek BP LNG Tangguh
Berdasarkan data Kementerian ATR/BPN, sepanjang tahun 2024 tercatat 5.973 kasus pertanahan, sedangkan Ombudsman RI menerima lebih dari 10.000 laporan maladministrasi, sebagian besar terkait masalah agraria dan layanan publik daerah. Sementara itu, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat setidaknya 295 kasus konflik tanah yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia sepanjang tahun yang sama.
“Tanah bukan sekadar aset ekonomi, tetapi juga jati diri, warisan budaya, dan simbol kedaulatan bagi masyarakat Indonesia. Karena itu, perlindungan hak atas tanah, penyelesaian sengketa agraria, dan kebijakan yang adil sangat penting untuk menjaga stabilitas sosial dan pembangunan berkelanjutan,” kata Syauqi.
Senada, Wakil Ketua BAP DPD RI Yulianus Henock Sumual menekankan urgensi percepatan penyelesaian pengaduan masyarakat. Ia menilai setiap laporan masyarakat merupakan permasalahan mendesak yang harus dikawal dengan serius agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum maupun sosial di daerah.
“Segala permasalahan ataupun pengaduan dari masyarakat merupakan hal yang mendesak untuk segera diselesaikan agar tidak berlarut-larut. Ini harus dikawal supaya clear,” ujar Yulianus.
Dalam forum yang sama, sejumlah anggota DPD RI turut menyampaikan persoalan konkret yang terjadi di daerah masing-masing.
Anggota DPD RI dari Aceh, Darwati A Gani, mengungkapkan permasalahan di Kecamatan Putri Betung, Gayo Lues, di mana terdapat desa yang diklaim masuk kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Leuser. Warga yang telah tinggal turun-temurun kini dilarang menggarap lahan, meski kegiatan mereka selama ini tidak merusak lingkungan.
“Sejak adanya Perpres No. 5 Tahun 2005 tentang Penertiban Kawasan Hutan, sudah ada kebijakan bahwa di kawasan hutan di sekitar kawasan konservasi Gunung Leuser tersebut tidak bisa digarap lagi, padahal itu telah menjadi pendapatan masyarakat sejak lama. Mohon agar permasalahan ini tidak berhenti di hari ini, saya memohon dukungannya agar hak masyarakat dapat dikembalikan,” ujar Darwati.
| DPD RI Lakukan Evaluasi Efektivitas Pembentukan Peraturan Daerah di DIY |
|
|---|
| Anggota DPD Jialyka: Kolaborasi DPD RI dan Media Kreatif Perkuat Narasi Aspirasi Daerah |
|
|---|
| Komite IV DPD RI Tinjau BPK Sumsel, Dorong Akuntabilitas & Tindak Lanjut Rekomendasi Keuangan Daerah |
|
|---|
| Komite IV DPD RI Soroti Ketimpangan Tindak Lanjut Rekomendasi BPK di Provinsi Sumbar |
|
|---|
| Jadi Tuan Rumah WPF, DPD RI Dorong Diplomasi Perdamaian Dunia Berbasis Bhinneka Tunggal Ika |
|
|---|



Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.