Jumat, 19 September 2025

Berkunjung ke Kuil 'Sumber Matahari' Jepang: Bangunan Terbentuk Tanpa Paku Sama Sekali

Dipercaya sebagai tempat Dewa Matahari, Amaterasu Omikami bersemayam. Inilah pula kuilnya keluarga kaisar Jepang.

Richard Susilo
Ise Jingu, kuil yang lama akan segera dihancurkan akhir Maret ini. 

Semua pembuatan kuil tersebut tanpa paku, tetapi keahlian dari turun temurun dengan mengaitkan satu dan lainnya kayo yang dibolongin menjadi satu kaitan. Bangunan kuil itu memang di desain tanpa paku.

Semua dari bahan alam kayu yang ada di tempat tertentu. Batu-batuan di sekitarnya pun tidak bisa  diambil dari tempat sembarangan tetapi dari tempat yang sudah ditentukan bersama.

Kuil yang dihancurkan tidak dibuang begitu saja, tetapi diberikan kepada pihak-pihak yang punya hubungan kuat dengan pihak kuil tersebut. Orang atau pihak tetangga sekali pun, kalau tak punya hubungan keterkaitan kuat dengan kuil tersebut, juga tidak akan bisa memperoleh kayu-kayu bekas hancuran kuil yang lama.

Semua barang lama itu tetap dianggap sakral dan hanya pihak yang punya keterkaitan kuat dengan kuil Ise Jingu bisa memperolehnya gratis. Jadi tidak ada yang terbuang percuma semua barang bekas dari hancuran kuil yang lama.

Pelestarian alam terutama kayu dan pohon sangat dijaga tinggi di sana. Bahkan pembuatan pagar pembatas kuil, harus mengalah atas pohon besar yang menghalangi pagar area kuil tersebut. Pohon betapa besarnya sekali pun tidak boleh ditebang. Kecuali yang patah hancur jatuh rontok karena akibat angin taifun misalnya, ya kemudian dipotong dirapikan dan dibersihkan.

Pohon-pohon di sekitar area Ise Jingu yang luasnya puluhan hektar tersebut, semua milik Yayasan Shinto yang bersangkutan, dilestarikan dengan baik sehingga kini banyak yang berusia 800 tahun.

Sangat tua memang. Selain itu juga dilakukan penghijauan dengan maksud kalau yang pohon tua sudah hancur secara alamiah, maka sudah ada penghijauan, regenerasi pengganti pohon yang muda melanjuti penghilauan hutan yanag ada.

Tempat yang asri dan terjaga, serta dikelola dengan baik baik oleh para pengurus maupun para sukarelawan setempat, membuat kita senang sekali berjalan-jalan di sana, terasa sejuk dan indah alamiah sekali.

Di kalangan kelompok Shinto dengan ratusan kuil yang ada di Jepang, mereka bersatu dalam satu Federasi kuil. Namun Kuil Ise Jingu saja yang tidak masuk Federasi tersebut.

Meskipun demikian sangat dihormati dan tetap dianggap sebagai yang Tertua atau Dituakan di atas kuil-kuil lainnya, sehingga semua kuil sangat hormat kepada Kuil Ise Jingu ini yang sangat dipercaya sebagai sumber matahari Jepang.

Lalu berapa dana yang dibutuhkan untuk pengelolaan semua itu? Diperkirakan sekitar 50 miliar yen di mana dana tersebut berasal dari masyarakat, pribadi atau perusahaan. Tidak ada dari pemerintah karena memang tidak boleh. Mengapa tidak boleh? Karena kuil tidak membayar pajak.

Di sinilah mungkin satu hal menarik. Kuil menjual berbagai hal tetapi tidak membayar pajak. Pengelolanya yang dianggap seperti perusahaan yang menjadi obyek harus membayar pajak.

Tetapi saat menghadapi petugas pajak biasanya sering terjadi perbedaan pendapat. Pihak petugas pajak ingin menarik pajak sebenarnya, pihak pengelola kuil seringkali menganggap tak ada uang sehingga pembayaran pajak kecil sekali atau bahkan tak ada pembayaran pajak.

Padahal dalam kenyataan kita sering lihat seseorang banyak membeli berbagai produk buatan yang dijual di kuil, entah itu sebagai jimat atau "pegangan" lain dengan harga yang tidak murah.

Jumlah pengunjung pun ribuan orang. Logikanya memang harus bayar pajak. Kenyataan tidak bayar pajak. Aneh tapi nyata, inilah dunia ritual Jepang yang kenyataan berbenturan dengan dunia pajak realitas manusia umumnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan