Jumat, 22 Agustus 2025

Cerita dari Mekkah

Setelah Pulang Berhaji, Dayu Berniat Tetap Jadi Tukang Urut Keliling

“Biarin, meskipun sudah haji tidak gengsi saya," kata Dayu.

Penulis: Adi Suhendi
Editor: Mohamad Yoenus
Tribunnews.com/Adi Suhendi
Dayu Tayru, jemaah haji Indonesia asal Subang saat berada di Mekkah. Untuk berangkat haji, ia mengumpulkan uang dari pekerjaannya menjadi tukang pijat. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi

TRIBUNNEWS.COM, MEKKAH - Berangkat ke Tanah Suci merupakan panggilan Sang Maha Kuasa.

Tidak ada yang tahu kapan akan bisa beribadah di sekitar Baitullah.

Cerita Dayu Taryu, bisa menjadi contoh bahwa berhaji bukan hanya untuk orang-orang yang mempunyai harta berlebih saja.

Orang biasa dengan hidup berkecukupan pun bisa menginjakkan kaki di Tanah Suci hanya berbekal keyakinan dan keuletan.

Mengawali ceritanya, Dayu yang sedang bersiap untuk berangkat ke Masjidil Haram mengungkapkan, dirinya berprofesi sebagai tukan urut atau pijat di kampung halamannya.

Wanita asal Subang Jawa Barat ini mengaku setiap hari dirinya berkeliling kampung untuk menjajakan keahliannya sebagi tukang urut.

Pundi-pundi rupiah yang ia dapatkan dari jasa sebagai tukang urut ia kumpulkan.

Setiap hari rata-rata dirinya bisa melayani lima sampai tiga orang yang menggunakan jasa urutnya.

Dayu terkadang harus pulang larut malam. Rasa lelah, kata dia, seakan tidak pernah dirasakannya demi memenuhi niatnya berhaji dan membiayai kebutuhan cucunya.

“Rezeki yang didapat sedikit-sedikit saya kumpulkan, sebagaian untuk membiayai sekolah cucu saya,” ucap Dayu dengan nada sedikit gemetar.

Ia mengaku kedua anaknya sudah tiada, sehingga di usia senja dirinya masih harus membanting tulang mengais rezeki guna kehidupan dirinya dan dua orang cucunya.

Biasanya wanita yang akrab disapa emak tersebut dibayar Rp 10 ribu hingga Rp 50 ribu setiap sekali memijat.

Ia memang tidak mematok harga, akan menerima seikhlasnya berapapun jasanya dibayar.

“Memang namanya rezeki kadang ada kadang tidak, tetapi alhamdulillah selalu ada meskipun terkadang harus memenuhi panggilan tengah malam, saya pasti berangkat,” ungkapnya.

Sisa uang untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari dirinya serta kedua cucunya, ia sisihkan dan disimpannya di bawah keset yang berada di depan kamarnya.

Saat akan mendaftar berhaji dirinya membongkar tabungannya yang dikumpulkan sejak tahun 2000 hingga 2010.

Bersyukur dari tabungannya bisa terkumpul Rp 10 juta.

Memang kekuatan doa dan ikhtiar membuatnya bisa mengarungi kehidupan hingga bisa menjalankan ibadah haji pada 2015 ini.

“Saya salat Tahajud serta setiap hari senantiasa mengaji dan berdoa usai salat Magrib. Saya selalu mengungkapkan keinginan untuk berangkat haji kepada Allah,” katanya.

Bermodal uang Rp 10 juta, dirinya pun berangkat ke bank untuk mendaftar.

Tetapi ternyata setoran awal Rp 5 juta, sementara yang Rp 5 jutanya lagi dijadikan modal usaha dengan menyewa lahan untuk bertani.

Dari sanalah, wanita yang akrab disapa Emak ini bisa membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).

Banyak kata-kata miring sebelum Emak berangkat ke Tanah Suci dari sebagian orang.

Dengan keterbatasan ekonomi banyak orang beranggapan lebih baik menggunakan uang yang dimilikinya untuk kehidupannya saja.

Tetapi niatnya sudah bulat, ia menganggap rezeki sudah ada yang mengatur.

Setelah pulang berhaji dirinya tidak akan merasa rendah diri.

Meskipun bergelar haji, dirinya tetap akan menjalankan profesi sebagai tukang urut keliling.

“Biarin, meskipun sudah haji tidak gengsi saya," katanya. (*)

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan