Minggu, 9 November 2025

Warga Bali di Tokyo Galang Dana Pulangkan Jenazah Gusti Bagus ke Desa Gitgit

Pemulangan jenazah I Gusti Bagus Susila Sana dari Kota Ibaraki ke kampung halamannya di Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng, mengalami kesulitan

Editor: Dewi Agustina
Istimewa
Sejumlah warga Bali di Jepang berkumpul di sebuah restoran di Tokyo, Minggu (8/1/2017) (kiri), untuk menggalang dana dan membahas pemulangan jenazah Gusti Bagus Susila (kanan). 

Pemulangan jenazah TKI asal Banjar Munduk, Desa Berambang, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, ini juga mengalami kesulitan. Bahkan sempat sebulan terkatung-katung di Jepang.

Dikutip dari berbagai sumber, kasus ini terjadi pada tahun 2013.

Sudiardika meninggal pada 28 April 2013 dan jenazahnya baru tiba di Bali sebulan kemudian pada 25 Mei 2013.

Baca: KBRI Tokyo Tak Punya Dana Pulangkan Jenazah Gusti Bagus ke Bali

Seperti halnya kematian Bagus, Sudiardika yang bekerja di sebuah perusahaan perkebunan ini juga diduga meninggal akibat serangan jantung.

Saat itu, pemulangan jenazah Sudiardika mengalami hambatan karena proses pemeriksaan kepolisian di Jepang. Almarhum adalah TKI ilegal.

Sebelum meninggal almarhum bekerja di Jepang pada perusahaan konstruksi melalui penyaluran TKI secara resmi dari IHSC Denpasar.

Korban kemudian kabur dan pindah bekerja di perkebunan secara ilegal.

Jenazah Sudiardika baru bisa dipulangkan setelah menjalani proses yang panjang setelah Pemkab Jembrana mengajukan permohonan bantuan untuk memulangkan jenazah ke pihak KBRI.

Dari penelusuran Tribun Bali, ternyata memang banyak tenaga kerja ilegal asal Indonesia, termasuk Bali, yang bekerja di Jepang.

Kebanyakan modus yang digunakan adalah dengan mengajukan visa sebagai turis.

Apalagi dengan E-passport semakin mudah mendapatkan visa tourist.

Atau bisa juga dengan visa keluarga, pelajar, dan yang paling banyak adalah visa training (kenshusei).

Setelah masa berlaku visa mereka habis, mereka tetap tinggal di Jepang untuk bekerja.

Para pekerja magang yang sudah berakhir masa kontraknya namun belum berniat untuk kembali ke Indonesia, atau melarikan diri di tengah masa kontrak, kemudian memilih bekerja serabutan sebagai tenaga kerja ilegal dengan tawaran gaji tinggi.

Keberadaan pekerja ilegal ini menjadi dilema bagi pemerintah Jepang.

Di satu sisi mereka jelas melanggar hukum, namun di sisi lain justru dibutuhkan terutama untuk sektor pabrik, peternakan, atau pertanian terpencil yang kekurangan penduduk.

Tidak jarang para penduduk lokal juga melindunginya karena keberadaan mereka cukup dibutuhkan.

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved