Senin, 10 November 2025

Warga Bali di Tokyo Galang Dana Pulangkan Jenazah Gusti Bagus ke Desa Gitgit

Pemulangan jenazah I Gusti Bagus Susila Sana dari Kota Ibaraki ke kampung halamannya di Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng, mengalami kesulitan

Editor: Dewi Agustina
Istimewa
Sejumlah warga Bali di Jepang berkumpul di sebuah restoran di Tokyo, Minggu (8/1/2017) (kiri), untuk menggalang dana dan membahas pemulangan jenazah Gusti Bagus Susila (kanan). 

TRIBUNNEWS.COM, SINGARAJA - Pemulangan jenazah I Gusti Bagus Susila Sana (28) dari Kota Ibaraki, Azahi, Jepang, ke kampung halamannya di Dusun Praranan Bunut, Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng, mengalami kesulitan dengan statusnya sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tidak resmi.

Krama Bali di Tokyo pun menggelar penggalangan dana untuk biaya pengiriman jenazah Bagus, Minggu (8/1/2017).

Bagus yang sudah empat tahun bekerja di Jepang, meninggal dunia pada Jumat (6/1/2017).

Ia meninggal di usia muda diduga karena serangan jantung.

Saat ini jenazahnya masih disemayamkan di Rumah Sakit (RS) Azahi di Kota Ibaraki.

Sejak setahun terakhir almarhum sudah tidak dinaungi agen yang memberangkatkannya empat tahun silam.

Ia pun berstatus pekerja ilegal. Karena itu, ia tidak berhak untuk mendapatkan asuransi kematian.

Di sisi lain, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo pun angkat tangan dengan alasan tidak memiliki anggaran untuk memulangkan jenazah Bagus.

Baca: Empat Tahun Tak Pulang ke Desa Gitgit Buleleng, Gusti Bagus Meninggal di Jepang

Menurut informasi, pemulangan jenazah dari Jepang ke Bali memerlukan biaya sekitar 800.000 yen atau Rp 89 juta.

Sementara saat meninggal dunia, teman-teman Bagus menemukan uang di kantong celananya sebesar 400 yen.

Kondisi ini membuat krama Bali di Tokyo yang bergabung dalam Banjar Bali Tokyo tergerak untuk membantu saudaranya di perantauan.

Meski mereka tidak kenal dengan Bagus, namun mereka sukarela mengumpulkan dana secara swadaya alias patungan untuk pemulangan jenazah almarhum.

Krama Bali yang merantau di Negeri Sakura itu kemudian menggelar pertemuan di sebuah restoran di Tokyo, kemarin.

Selain menggalang dana, juga dilakukan rapat untuk membahas masalah administrasi dan teknis pemulangan jenazah Bagus.

Dari penggalangan dana kepada warga Bali di Jepang sampai tadi malam terkumpul 77.000 yen. Besaran dana yang terkumpul kemungkinan akan bertambah karena penggalangan dana terus dilakukan.

"Terima kasih kepada Keluarga Besar Banjar Bali Tokyo atas partisipasi dan solidaritas untuk semeton kita warga Bali yang terkena musibah. Biar pun kita tidak kenal dengan almarhum tapi di rantau kita tetap satu keluarga, satu tanah air," kata Putu "Leong" Suantara, seorang warga Bali yang tinggal di Tokyo, Jepang, tadi malam.

Setelah dana yang terkumpul sudah mencukupi, rencananya jenazah Bagus akan dipulangkan ke Bali pada Selasa (10/1/2017) besok.

Krama Bali di Jepang pun berharap proses pemulangan akan berjalan lancar tanpa ada masalah mengingat status Bagus yang menjadi TKI ilegal.

"Kita di sini berusaha semampunya. Almarhum statusnya tidak dinaungi agen, jadi asuransi tidak ada. Sekarang kami menunggu kepastian dari pihak KBRI dan pemerintah Jepang, kami juga di sini berdoa semoga diberi kemudahan. Selebihnya berharap semoga KBRI dan pemerintah Jepang memberi kemudahan," ujar Putu Leong yang dihubungi lewat chat di facebook.

Sebelumnya, krama Bali di Jepang sudah berkoordinasi dengan KBRI.

Menurut Putu Leong, KBRI memberikan waktu tiga hari kepada komunitas warga Bali di Jepang untuk mengurus administrasi pemulangan jenazah Bagus.

"Dengan diberikannya batas hanya tiga hari oleh KBRI untuk menyelesaikan administrasi kepulangan almarhum, ketua dan pengurus ASOBI mengadakan rapat pada hari Minggu untuk mempercepat proses. Kami meminta partisipasi teman-teman yang ada di Jepang," katanya.

Kontrak Habis
Gusti Bagus sudah sekitar empat tahun bekerja di Jepang.

Saat pertama kali berangkat ke Jepang, ia dikontrak tiga tahun di sebuah perusahaan buah-buahan di Kota Ibaraki, sejak Juli 2011 lalu.

Namun setahun terakhir Gusti Bagus yang kontraknya sudah habis memilih untuk tidak pulang ke Bali, tetapi bekerja serabutan di sekitar wilayah Kota Ibaraki.

"Dia meninggal karena serangan jantung, sudah empat tahun dia kerja di Jepang, tiga tahun dikontrak magang di industri buah-buahan, setelah itu sekarang serabutan di Ibaraki," ujar Anton, kolega Bagus Susila yang juga pekerja di Kota Ibaraki asal Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada, Buleleng.

Selama empat tahun bekerja di Jepang, Bagus sama sekali belum pernah ke rumahnya di Desa Gitgit.

Keluarga terakhir kali bertemu dengannya sesaat sebelum berangkat ke Jepang empat tahun lalu.

Kasus yang terjadi pada Bagus sebelumnya juga pernah dialami seorang TKI ilegal asal Bali, almarhum Komang Sudiardika.

Pemulangan jenazah TKI asal Banjar Munduk, Desa Berambang, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, ini juga mengalami kesulitan. Bahkan sempat sebulan terkatung-katung di Jepang.

Dikutip dari berbagai sumber, kasus ini terjadi pada tahun 2013.

Sudiardika meninggal pada 28 April 2013 dan jenazahnya baru tiba di Bali sebulan kemudian pada 25 Mei 2013.

Baca: KBRI Tokyo Tak Punya Dana Pulangkan Jenazah Gusti Bagus ke Bali

Seperti halnya kematian Bagus, Sudiardika yang bekerja di sebuah perusahaan perkebunan ini juga diduga meninggal akibat serangan jantung.

Saat itu, pemulangan jenazah Sudiardika mengalami hambatan karena proses pemeriksaan kepolisian di Jepang. Almarhum adalah TKI ilegal.

Sebelum meninggal almarhum bekerja di Jepang pada perusahaan konstruksi melalui penyaluran TKI secara resmi dari IHSC Denpasar.

Korban kemudian kabur dan pindah bekerja di perkebunan secara ilegal.

Jenazah Sudiardika baru bisa dipulangkan setelah menjalani proses yang panjang setelah Pemkab Jembrana mengajukan permohonan bantuan untuk memulangkan jenazah ke pihak KBRI.

Dari penelusuran Tribun Bali, ternyata memang banyak tenaga kerja ilegal asal Indonesia, termasuk Bali, yang bekerja di Jepang.

Kebanyakan modus yang digunakan adalah dengan mengajukan visa sebagai turis.

Apalagi dengan E-passport semakin mudah mendapatkan visa tourist.

Atau bisa juga dengan visa keluarga, pelajar, dan yang paling banyak adalah visa training (kenshusei).

Setelah masa berlaku visa mereka habis, mereka tetap tinggal di Jepang untuk bekerja.

Para pekerja magang yang sudah berakhir masa kontraknya namun belum berniat untuk kembali ke Indonesia, atau melarikan diri di tengah masa kontrak, kemudian memilih bekerja serabutan sebagai tenaga kerja ilegal dengan tawaran gaji tinggi.

Keberadaan pekerja ilegal ini menjadi dilema bagi pemerintah Jepang.

Di satu sisi mereka jelas melanggar hukum, namun di sisi lain justru dibutuhkan terutama untuk sektor pabrik, peternakan, atau pertanian terpencil yang kekurangan penduduk.

Tidak jarang para penduduk lokal juga melindunginya karena keberadaan mereka cukup dibutuhkan.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved