Hujan di tengah musim dingin mencairkan lapisan es di Greenland
Para peneliti menemukan bahwa hujan mempercepat proses pencairan es di Greenland, yang dikhawatirkan akan mempercepat kenaikan tinggi permukaan
Semakin gelap es, semakin banyak panas yang terserap dari cahaya matahari - lalu membuatnya mencair lebih cepat.
"Ini membuka pintu ke suatu dunia yang amatlah penting untuk dipelajari," ujar Prof Tedesco.
"Dampak potensial atas perubahan yang terjadi di musim dingin dan musim semi terhadap apa yang terjadi pada musim panas harus dipahami."
Permukaan yang lebih halus, khususnya yang berbentuk 'lensa es', akan memudahkan cairan es mengalirinya lebih cepat dan menjadi lebih gelap, yang berarti semakin banyak cahaya matahari yang diserap, lalu mempercepat proses penghangatan.
Foto-foto yang diambil oleh tim peneliti Inggris, ketika terjebak hujan badai di antara lapisan es tahun lalu, menunujukkan betapa hamparan es dan salju yang terang dan menyilaukan berubah menjadi padang yang lebih gelap.
Mengapa ini penting?
Meskipun Greenland merupakan sebuah kawasan terpencil, sebuah pulau besar yang terletak di ujung utara Samudera Atlantik, nasib akan es yang menutupi seluruh kawasannya dapat memiliki dampak global yang besar.
Dulu, saat kondisinya stabil, turunnya salju di musim dingin akan menyeimbangkan volume es yang mencair atau es yang pecah dan terlepas ke lautan yang terjadi di musim panas. Namun penelitian menunjukkan bagaimana, dalam beberapa dekade terakhir, lapisan-lapisan es kehilangan semakin banyak massanya.
Meskipun hal ini hanya menyebabkan kenaikan permukaan laut yang tidak signifikan - di mana sebagian besar sisanya berasal dari ekspansi termal seiring penghangatan samudera - ketakutan utamanya adalah terjadinya percepatan aliran cairan es seiring meningkatnya suhu lingkungan.
Dua tahun lalu, BBC melaporkan dari Greenland terkait risiko semakin cepatnya pencairan es, karena pertumbuhan ganggang yang membuat warna es semakin gelap dan cenderung menghangat.
Dampak yang dibawa ganggang, selain penggelapan warna es, disebabkan oleh jelaga dan bentuk polusi lain yang terbawa angin ke Artik.
Hal ini muncul di tengah berkembangnya kekhawatiran bahwa kawasan tersebut secara keseluruhan menghangat dua kali lebih cepat dibandingkan kawasan lainnya di planet bumi, yang mungkin memengaruhi aliran jet stream, arus udara berkecepatan tinggi di ketinggian.
Hal ini dapat menggangu pola cuaca di Eropa dan kawasan lainnya, dan juga dapat menjadi penyebab aliran udara yang hangat dan lembab dari Atlantik mencapai Greenland, bahkan di tengah musim dingin.
Apa yang dilakukan ilmuwan lain terkait hal ini?
Profesor Jason Box, ahli glasiologi yang tidak terlibat dalam penelitian itu, menyatakan bahwa penelitian tersebut dilakukan berdasarkan penelitian lebih awal yang dilakukan ia dan rekan-rekannya yang sudah dipublikasikan tahun 2015 lalu, di mana mereka menemukan bahwa hujan musim panas dapat menaikkan tingkat pencairan.
Penelitian mereka menemukan bahwa karena air mengandung konten bersuhu hangat yang tinggi, maka hanya memerlukan curah hujan sebesar 14 mm untuk mencairkan salju setebal 15 sentimeter, bahkan ketika salju itu bersuhu di bawah 15 derajat Celsius.