Seberapa Besar Pengaruh Tony Blair Cs Terhadap Pembangunan Ibu Kota Baru?
Dari Putra Mahkota Abu Dhabi hingga mantan PM Inggris jadi anggota dewan pengarah pembangunan ibu kota baru Indonesia. Ini diyakini…
Berlabuhnya Tony Blair sebagai anggota dewan pengarah pembangunan ibu kota baru Indonesia juga dinilai ekonom bertujuan untuk meningkatkan nilai investasi di pembangunan ibu kota baru. Namun, hal ini dirasa tidak akan memberikan dampak optimal selama persoalan realisasi investasi di Indonesia tidak dibenahi.
Baca juga: Direktur EKONID: Aturan Berbisnis di Indonesia Membingungkan Investor
"Orang yang mengajukan persetujuan investasi selama ini juga banyak sekali tapi realisasinya hanya 40 persen. Artinya peran dari apakah Putra Mahkota Abu Dhabi atau Tony Blair sekaligus tidak ada menyelesaikan persoalannya. Karena masalahnya bukan trust orang berinvestasi," jelas Direktur Institute for Develompent of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati kepada DW Indonesia, Rabu (15/01).
"Berbagai macam regulasi hanya mengatur tapi tak terimplementasi bagaimana kita punya komitmen. Untuk OSS (online single submission) kita sudah ada komitmen buat sistem. Tapi dalam realitanya sekalipun sudah menggunakan sistem OSS tapi orang mengurusnya berbelit-belit, susah tidak ada kepastian. Ada omnibus law, mau disatukan segala macam, tapi sepanjang nanti kewenangan tidak clear ya sama saja tidak menyelesaikan masalah," Enny menambahkan.
Baca juga: Jepang Investasi di Indonesia, Ekonom: Agar Indonesia Tidak Didikte Cina
Komitmen reformasi birokrasi hingga perbaikan regulasi dan kemudahan berusaha diyakini Enny dapat meningkatkan nilai realisiasi investasi di Indonesia. Selain itu, investasi di ibu kota baru nantinya harus dapat memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak.
"Tapi kalau investasi itu tidak ada mutual benefit artinya manfaat atau keuntungan untuk kepentingan nasional kita tidak ada, kalaupun ada tapi kecil ya percuma," tuturnya.
Butuh anggaran Rp 466 triliun
Presiden Jokowi telah mengumumkan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur sebagai lokasi baru ibu kota Indonesia. Kedua wilayah tersebut akan menggantikan Jakarta yang dinilai sudah terlalu berat menanggung beban sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa.
Pemerintah pun mengklaim telah menguasai 180.000 hektar tanah di kawasan tersebut. Total anggaran yang dibutuhkan pemerintah adalah sebesar Rp 466 triliun yang 19 persennya berasal dari APBN dengan skema kerja sama pengelolaan aset di ibu kota baru dan di Jakarta.
Sebelumnya pada Minggu (12/01), Presiden RI Joko Widodo dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohamed bin Zayed sepakat menjalin 16 perjanjian kerja sama di bidang pemerintahan dan bisinis. Putra Mahkota Mohamed bin Zayed bahkan berkomitmen untuk mengucurkan investasi sebesar US$ 22.89 miliar atau sekitar Rp 314,9 triliun. Jokowi pun mengajak MBZ untuk ikut berinvestasi dalam pembangunan ibu kota baru, setelah sebelumnya menawarkan kerja sama serupa dengan perusahaan Jepang, SoftBank, dan US International Development Finance Corporation (DFC).
"Presiden mencoba melibatkan semua pihak secara internasional di dalam upaya untuk membangun ibu kota baru. Karena presiden ingin ibu kota baru jadi persembahan Indonesia untuk dunia," ujar Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, Senin (13/01) dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Janji-janji Jokowi untuk Ibu Kota Baru
rap/ae (dari berbagai sumber)