Rusia dan Turki Tandatangani Perjanjian Gencatan Senjata di Idlib, Keadaan Lebih Tenang
Turki dan Rusia telah menyetujui gencatan senjata di Idlib mulai tengah malam Kamis (5/3/2020) waktu Moskow.
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Rusia dan Turki telah menyetujui gencatan senjata di Idlib mulai tengah malam Kamis (5/3/2020) waktu Moskow.
Mereka sepakat menghentikan pergolakan di Provinsi Idlib, daerah Barat Laut Suriah sebagai upaya menghindari eskalasi lebih besar.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan setuju membangun koridor keamanan dan patroli bersama.
Mereka resmi menandatangai kesepakatan ini pada Kamis.
Bulan lalu, 36 tentara Turki tewas di Idlib selama serangan dari Pemerintah Suriah yang didukung Rusia.
Turki yang mendukung oposisi Suriah, merespons ini dengan menyerang pasukan Suriah.
Insiden ini memicu kekhawatiran akan konflik militer antara Turki dan Rusia secara langsung.
Baca: Konflik Suriah, 34 Tentara Turki Tewas dalam Serangan Udara Pasukan Koalisi
Baca: Serangan Pasukan Suriah Tewaskan 21 Warga Sipil di Idlib, 8 Sekolah jadi Sasaran
Kesepakatan gencatan senjata ini diumumkan setelah kurang lebih enam jam Putin dan Erdogan berunding.
Berikut hasil kesepakatan Rusia dan Turki dilansir BBC:
1. Gencatan senjata mulai pukul 00.01 waktu setempat pada Jumat (22:1 GMT Kamis) di seluruh jalur yang terkoneksi.
2. Koridor pertahanan keamanan 6 kilometer (4 mil) utara dan 6 kilometer ke selatan dari jalan utama Idlib. Dimana lokasi ini menghubungkan kota-kota yang dikuasai pemerintah Aleppo dan Latakia.
3. Patroli gabungan Rusia-Turki di sepanjang jalan utama M4 dimulai dari 15 Maret.
Meskipun Turki menyetujui gencatan senjata ini, tapi negara itu berhak membalas terhadap serangan apapun yang dilakukan tentara Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
Ini adalah peringatan dari Erdogan.
Selama pembicaraan ini pun, Erdogan gagal untuk mengambil teritori Suriah.
Perjanjian ini juga tidak menyebutkan zona aman dimana warga Suriah bisa berlindung.
Menurut laporan BBC dari PBB, pihaknya memperkirakan hampir satu juta orang tumbang dalam perang ini.
Kematian paling banyak dalam sejarah perang selama sembilan tahun ini.
Sebuah LSM, Pengamatan Suriah dan HAM menilai ketenangan mulai terjadi di wilayah Idlib.
Tentu saja, ini dibandingkan dengan perang sengit yang terjadi beberapa pekan sebelumnya.
Krisis kemanusiaan terjadi di medan perang ini.
Selain itu, kondisi ini memicu kekhawatiran dari NATO terkait konflik langsung Rusia dan Turki.
Sebelum gencatan senjata berlaku, Turki melaporkan dua tentaranya tewas saat bentrokan dengan pasukan Suriah.
Tak terima, Turki melancarkan aksi balas dendam dan berhasil menewaskan tentara Suriah.
Selain itu, mereka menghancurkan artileri dan peluncur rudal.
Baca: Turki Menembak Jatuh Pesawat Pasukan Suriah Ketiga Setelah Saraqeb Direbut
Baca: Turki Tembak Jatuh 2 Jet Tempur Suriah di Idlib, Tidak Ada yang Terluka
Sebelumnya, September 2018 lalu Putin dan Erdogan sudah menyetujui akan mengubah Idlib menjadi zona de-eskalasi.
Jadi daerah ini akan digunakan sebagai penahan antara kedua belah pihak, dengan garis kontrol yang jelas tetapi peperangan tetap terjadi di zona itu.
Presiden Rusia berharap kesepakatan itu akan berfungsi untuk dasar mengakhiri pertempuran di zona eskalasi.
"Serta mengakhiri penderitaan penduduk sipil," ujar Putin.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)