Minggu, 12 Oktober 2025

AS dan Tiongkok Berseteru di PBB Perihal Otonomi Hong Kong

Amerika Serikat dan China bersitegang perihal Hong Kong di PBB pada Rabu (27/5/2020) lalu.

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Sri Juliati
Sputnik News
Presiden Tiongkok Xi Jinping (kiri) dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) 

TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat dan China bersitegang perihal Hong Kong di PBB pada Rabu (27/5/2020) lalu.

Hal ini terjadi setelah Beijing menolak permintaan Washington agar Dewan Keamanan mengecek rencana China untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional baru di Hong Kong.

Misi AS untuk PBB dalam pernyataannya mengatakan bahwa masalah ini adalah keprihatinan global yang mendesak dan melibatkan perdamaian dan keamanan nasional, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Oleh karena itu, AS menuntut Dewan Keamanan untuk mengusutnya.

Baca: Hong Kong Memanas, China Kerahkan Polisi Anti Huru-hara di Berbagai Wilayah

Baca: Pemerintah AS Tegaskan, Hong Kong Bukan Lagi Wilayah Otonom Milik China

Polisi Hong Kong Tembakkan Gas Air Mata ke Ribuan Orang Turun ke Jalan di Tengah Lockdown Virus Corona
Polisi Hong Kong Tembakkan Gas Air Mata ke Ribuan Orang Turun ke Jalan di Tengah Lockdown Virus Corona (Al Jazeera)

China dengan tegas menolak permintaan tersebut.

Pihaknya menilai permintaan AS tidak berdasar sebab undang-undang keamanan nasional untuk Hong Kong adalah masalah internal, tidak ada hubungannya dengan mandat Dewan Keamanan.

Pernyataan penolakan ini disampaikan Duta Besar China untuk PBB, Zhang Jun dalam cuitan Twitter-nya.

Ikut campur AS dalam sengketa China-Hong Kong bertepatan dengan panasnya hubungan antara Washington dan Beijing terkait pandemi corona.

Washington berkali-kali mempertanyakan transparansi China tentang wabah Covid-19 yang pertama kali muncul di Wuhan, China akhir tahun lalu.

Namun China bersikukuh sudah transparan dalam hal ini.

Dengan berbagai masalahnya dengan Beijing, AS menganggap Negeri Tirai Bambu ini tidak berperilaku sebagaimana anggota PBB.

"Penutupan besar-besaran dan salah urus krisis Covid-19, pelanggaran terus-menerus terhadap komitmen hak asasi manusia internasionalnya, dan perilakunya yang melanggar hukum di Laut Cina Selatan, harus menjelaskan kepada semua, Beijing tidak berperilaku sebagai negara anggota PBB yang bertanggung jawab," tuding Amerika Serikat.

Polisi anti huru-hara bersiaga di berbagai sudut kota Hong Kong sejak konflik dengan demonstran kembali memanas.
Polisi anti huru-hara bersiaga di berbagai sudut kota Hong Kong sejak konflik dengan demonstran kembali memanas. (FINANCIAL TIMES)

Di sisi lain, Zhang menilai AS senang mencari keributan.

"Fakta membuktikan lagi dan lagi, AS adalah pembuat masalah dunia."

"Adalah AS yang telah melanggar komitmennya berdasarkan hukum internasional."

"Tiongkok mendesak AS untuk segera menghentikan politik kekuasaannya dan praktik-praktik intimidasi," kata Zhang.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo pada Rabu lalu mengatakan kepada Kongres, Hong Kong tidak lagi memenuhi syarat untuk status khususnya di bawah hukum AS.

Menurutnya, kini Hong Kong tidak lagi otonom dari China.

Sehingga kota ini berpotensi kehilangan status perdagangan khusus dengan Negeri Paman Sam.

"Tidak ada orang yang beralasan yang dapat menyatakan hari ini, Hong Kong mempertahankan otonomi tingkat tinggi dari China, mengingat fakta di lapangan," katanya, dikutip dari CBS News

Baca: Beijing akan Berlakukan UU Keamanan Hong Kong Tanpa Penundaan

Baca: Polisi Hong Kong Tembakkan Gas Air Mata ke Ribuan Orang yang Turun ke Jalan di Tengah Pandemi Corona

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo  memberikan kesaksian pada sidang Komite Luar Negeri Dewan di Capitol Hill di Washington, DC
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo memberikan kesaksian pada sidang Komite Luar Negeri Dewan di Capitol Hill di Washington, DC (Carolyn Kaster / AP Foto)

Pernyataan Pompeo datang ketika protes pro-demokrasi meletus di Hong Kong sebagai tanggapan atas undang-undang keamanan nasional Beijing yang baru-baru ini diusulkan, yang akan melarang pengkhianatan, pemisahan diri, penghasutan dan subversi di Hong Kong.

Pompeo pekan lalu memperingatkan, undang-undang baru itu akan membunuh otonomi Hong Kong.

Legislatif China diperkirakan akan menyetujui undang-undang baru itu pada Kamis dan pembatasan segera berlaku setelah Agustus.

"Hong Kong dan orang-orangnya yang dinamis, giat, dan bebas telah berkembang selama beberapa dekade sebagai benteng kebebasan, dan keputusan ini tidak memberi saya kesenangan."

"Tetapi pembuatan kebijakan yang baik membutuhkan pengakuan akan kenyataan," kata Pompeo.

"Sementara Amerika Serikat pernah berharap, Hong Kong yang bebas dan makmur akan memberikan model bagi Cina yang otoriter, sekarang jelas, China menjadi contoh bagi Hong Kong," tambahnya.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved