Sabtu, 16 Agustus 2025

Demo Bela George Floyd Ricuh, Mantan Polisi Sebut Ada Penumpang Gelap yang Ingin Kacaukan Warga AS

Demo bela pria kulit hitam George Floyd yang dibunuh polisi Derek Chauvin ricuh, dicurigai ada teroris yang jadi penumpang gelap.

Twitter/@GwynneFitz
Demo membela George Floyd di New York, Amerika Serikat. 

TRIBUNNEWS.COM - Daniel Linskey, mantan kepala polisi di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat, menganggap ada penumpang gelap dalam demo membela George Floyd.

Linskey menyebut ada kelompok tertentu yang memanfaatkan momen demo itu untuk membuat kekacauan yang lebih parah di tengah masyarakat AS.

Dikutip Tribunnews.com dari foxnews.com, Linskey menganggap kelompok tersebut memiliki misi untuk menganggu kestabilan kehidupan masyarakat.

Diketahui, George Floyd adalah pria Afika-Amerika berumur 46 tahun yang tewas karena lehernya diinjak seorang petugas polisi di Minneapolis, Minnesota, AS, Senin (25/5/2020).

Pembunuhan George Floyd oleh Derek Chauvin yang kini telah dipecat dari kepolisian itu memunculkan gelombang protes di puluhan kota di AS.

Baca: George Floyd dan Polisi Derek Chauvin yang Membunuhnya Ternyata 17 Tahun Kerja Bersama Jadi Satpam

Baca: Unjuk Rasa Protes Kematian Floyd Meluas Hampir di Seluruh AS, Warga Tak Peduli Covid-19

Para pengunjuk rasa berkumpul di depan sebuah toko bir yang telah terbakar di dekat Kantor Polisi pada 28 Mei 2020 di Minneapolis, Minnesota, selama protes atas kematian George Floyd, setelah seorang petugas polisi menginjak lehernya.
Para pengunjuk rasa berkumpul di depan sebuah toko bir yang telah terbakar di dekat Kantor Polisi pada 28 Mei 2020 di Minneapolis, Minnesota, selama protes atas kematian George Floyd, setelah seorang petugas polisi menginjak lehernya. (AFP/tribunnews.com)

Melihat banyak kericuhan terjadi dalam demo bela George Floyd, Linskey teringat peristiwa penembakan remaja kulit hitam, Michael Brown pada 2014 lalu.

Pihaknya mendapati ada percakapan yang mencurigakan di Twitter dan diduga sebagai pihak teroris.

"Ketika saya di Ferguson untuk (Departemen Kehakiman) bersama dengan jajaran pemerintah Obama setelah penembakan Brown," ungkap Linskey.

"Kami melihat ada beberapa grup teroris dan organisasi di Pakistan dan wilayah lain yang membuat akun Twitter palsu dan rekayasa.

"(Akun Twitter) berkomunikasi dua arah, seolah mengasingkan satu sama lain dan muncul ke publik," sambungnya.

Sementara itu, menanggapi pembunuhan George Floyd oleh Derek Chauvin, Linskey mengaku benci melihat peristiwa rasisme itu.

Linskey menilai, tak ada orang yang tidak benci dengan peristiwa kejam itu.

Ia pun setuju dengan antirasisme yang digaungkan oleh peserta demo.

"Tak ada pihak lain di sini (selain pendukung George Floyd). Polisi setuju dengan para demonstran bahwa ini keterlaluan, polisi (Derek Chauvin) harus dimintai pertanggungjawaban," tegasnya.

Meski demikian, Linskey mengimbau masyarakat untuk waspada karena adanya penumpang gelap dalam demo.

"Tapi sekarang ada orang-orang yang membajak kemarahan warga, yang seharusnya sah-sah saja karena masalah rasisme dalam masyarakat," ujar Linskey.

"Dan mereka menggunakannya (demo) untuk melakukan kekerasan demi tujuan mereka sendiri," imbuhnya.

Linskey meminta para pendemo untuk tidak mudah terhasut orang lain yang mengatasnamakan diri mereka sebagai pembela George Floyd.

Baca: Sepak Terjang Derek Chauvin, Polisi yang Buat George Floyd Tewas, Terlibat Banyak Kasus Bermasalah

Baca: Demo Atas Kematian George Floyd di Amerika Serikat Semakin Meluas, Hampir di Seluruh Wilayah

Demo di New York Ricuh

Demo membela George Floyd terjadi di berbagai wilayah di AS, termasuk New York yang berlangsung ricuh.

Dikutip Tribunnews.com dari foxnews.com, demo di New York terjadi pada Kamis (28/5/2020) malam.

Pihak kepolisian New York atau NYPD menyebut banyak polisi yang menjadi korban demo ricuh itu.

Mulai dari petugas polisi yang dipukul dengan tong sampah hingga ditinju oleh demonstran.

Bahkan beberapa demonstran nekat meludahi para anggota polisi padahal saat ini pandemi corona menuntut semua orang untuk mengenakan masker dan jaga jarak.

Tak hanya itu, ada juga demonstran yang berusaha merebut pistol milik polisi serta membawa pisau.

Juru bicara kepolisian menyayangkan demo yang berakhir ricuh itu.

"Protes dengan damai adalah cara terbaik untuk protes," ujar juru bicara.

Akibat kericuhan itu, empat anggota polisi dengan kondisi darurat harus dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Di sekitar Taman Union Square, lebih dari lima orang ditangkap akibat melempari botol kepada polisi.

Total ada lebih dari 40 orang yang ditangkap akibat kericuhan itu.

Donald Trump Soroti Demo yang Ricuh

Presiden AS Donald Trump turut menanggapi kematian George Floyd.

Trump menyenggol Wali Kota Minneapolis, Jacob Frey yang ia anggap lemah, hingga mengancam akan menurunkan tentara nasional.

Dilansir Tribunnews.com, hal itu diungkapkan Trump melalui akun Twitter @realDonaldTrump, Jumat (29/5/2020).

Diketahui, pembunuhan George Floyd yang berunsur rasisme ini memicu demo di berbagai wilayah di AS, khususnya Minneapolis.

Aksi demo menuntut keadilan bagi George Floyd di Minneapolis berlangsung ricuh dengan beberapa bangunan terbakar hingga ada warga sipil yang tewas tertembak.

Trump mengaku tidak tahan melihat kekacauan itu dan menganggap Jacob Frey tidak mampu untuk memimpin kotanya.

Sang presiden juga mengancam, jika sampai Jacob Frey tak bisa mengontrol kekacauan itu, maka ia akan menerjunkan tentara nasional.

"Aku tak bisa tinggal diam dan menyaksikan ini terjadi di kota yang hebat di Amerika, Minneapolis.

Kurangnya kepemimpinan. Pilih wali kota sayap kiri radikal Jacob Frey, segera bertindak dan mengontrol kota, atau aku akan mengirim tentara nasional untuk melakukan pekerjaannya dengan benar," cuit Trump.

Trump mengaku sudah mengubungi Gubernur Minnesota, Tim Walz untuk membahas soal pasukan militer.

Ia menganggap kekacauan dalam demo itu justru merendahkan martabat George Floyd dan harus segera dihentikan.

"Preman-preman ini tidak menghormati kepergian George Floyd, dan aku tidak akan membiarkan itu (kekacauan) terjadi.

Aku baru saja bicara dengan Gubernur Tim Walz dan berkata padanya bahwa pasukan militer akan mendukung langkahnya.

Kesulitan apapun, maka kami akan mengambil kendali. Ketika penjarahan dimulai, penembakan dimulai. Terima kasih!" cuit Trump.

Kalimat Trump "Ketika penjarahan dimulai, penembakan dimulai" dianggap pihak Twitter menyalahi aturan karena mengagungkan tindak kekerasan.

Awalnya, cuitan tersebut hanya disembunyikan sehingga pengguna Twitter masih bisa mengaksesnya.

Twitter beralasan minat pengguna Twitter untuk membaca cuitan Trump tersebut tinggi.

Namun, cuitan itu akhirnya dihapus dan tak dapat diakses lagi.

(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan