Lima Alasan Normalisasi Hubungan Israel-UEA & Bahrain, Tetap Lanjut Walau Dinilai Khianati Palestina
Pada Selasa ini, delegasi Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) akan menandatangani perjanjian perdamaian.
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
4. Palestina Merasa Dikhianati
Tentu saja normalisasi ini menjadi pukulan besar bagi Palestina, yang bertahun-tahun hidup di bawah kudeta Israel.
Warga Palestina mengutuk "Abraham Accords" sebagai bentuk pengkhianatan.
Perjanjian baru itu melanggar konsensus Arab lama yakni harga hubungan normal dengan Israel adalah kemerdekaan bagi Palestina.
Tapi kini Israel semakin kuat dengan adanya UEA dan Bahrain, sedangkan Palestina masih berada di bawah tekanan pendudukan di Yerussalem Timur dan Tepi Barat.
Baca: Warga Palestina Berunjuk Rasa Menentang Normalisasi Hubungan Bahrain-Israel
Baca: Raja Salman: Arab Saudi Ingin Solusi yang Adil dan Permanen untuk Palestina

Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed Al Nahyan, penguasa de facto UEA, mengatakan bahwa kesepakatannya dengan Israel untuk menghentikan aneksasi sebagian besar Tepi Barat Palestina.
PM Netanyahu nampaknya mundur dari keinginan mencaplok Tepi Barat, setidaknya sementara ini karena tekanan internasional yang kuat.
Kekahwatiran Palestina makin menjadi-jadi setelah Bahrain ikut menormalisasi hubungan dengan Israel.
Sebab hal itu tidak akan terjadi tanpa persetujuan Arab Saudi, dan mirisnya Arab Saudi merupakan penulis rencana perdamaian Arab yang menuntut perdamaian Palestina.
5. Iran Turut Mengecam Perjanjian Normalisasi
Para pemimpin Iran mengecam perjanjian normalisasi Israel-UEA dan Bahrain.
Perjanjian "Abraham Accords" membuat Iran semakin tertekan.
Sanksi dari Trump sudah menyebabkan penderitaan ekonomi yang nyata ditambah kabar normalisasi ini.
Pangkalan udara Israel jaraknya jauh dari Iran.
Sedangkan UEA berada tepat di seberang perairan Teluk.
Itu akan menjadi sangat penting jika ada pembicaraan kembali tentang serangan udara terhadap situs nuklir Iran.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)