Rabu, 27 Agustus 2025

Krisis Myanmar

Analis Sebut Kudeta Myanmar karena Ambisi Pribadi Panglima Militer yang Merasa Hilang Rasa Hormat

Sudah sepekan Myanmar di bawah kekuasaan langsung militer pasca kudeta pada Senin (1/2/2021).

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Sri Juliati
Lillian SUWANRUMPHA / AFP
Seorang migran Myanmar memegang poster dengan gambar Kepala Jenderal Senior Min Aung Hlaing, panglima angkatan bersenjata Myanmar, saat mereka mengambil bagian dalam demonstrasi di luar kedutaan Myanmar di Bangkok pada 1 Februari 2021, setelah itu. Militer Myanmar menahan pemimpin de facto negara itu Aung San Suu Kyi dan presiden negara itu dalam kudeta. 

Sehingga ahli menilai, mungkin Jenderal ini mengincar posisi presiden.

Sayangnya pada pemilu November 2020 Suu Kyi menang dengan 83 persen suara, menandakan penolakan kuat terhadap militer.

Latar Belakang Militer Myanmar atau Tatmadaw

Militer Myanmar atau dikenal sebagai Tatmadaw diketahui tidak pernah benar-benar menyerahkan kekuasaan politiknya.

Lebih dari satu dekade yang lalu, para panglima militer membuat rencana untuk mengadakan pemilu, meliberalisasi ekonomi, dan transisi ke semi-demokrasi sambil tetap mempertahankan otoritas mereka.

Di bawah Konstitusi 2008, militer otomatis mendapat seperempat kursi di Parlemen.

Militer juga bisa memberikan hak veto atas amandemen konstitusi dan para jenderal berhak memegang kendali tiga kementerian utama yakni pertahanan, perbatasan, dan urusan dalam negeri.

Selama 50 tahun, militer adalah institusi paling kuat di Myanmar.

Tentara memiliki kendali atas pemerintahan, ekonomi, dan setiap aspek kehidupan.

Namun militer menyebabkan konflik ras dengan etnis minoritas Rohingya hingga menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi.

Badan HAM Internasional sudah lama mengendus kekejaman tentara Myanmar kepada kelompok etnis ini, seperti pemerkosaan, penyiksaan, dan kejahatan perang lainnya.

Tentara berjaga di pos pemeriksaan kompleks militer di Yangon pada 1 Februari 2021, ketika militer Myanmar menahan pemimpin de facto negara itu Aung San Suu Kyi dan presiden negara itu dalam kudeta.
Tentara berjaga di pos pemeriksaan kompleks militer di Yangon pada 1 Februari 2021, ketika militer Myanmar menahan pemimpin de facto negara itu Aung San Suu Kyi dan presiden negara itu dalam kudeta. (STR / AFP)

Serangkaian diktator militer yang kejam mengubah Myanmar menjadi negara pariah.

Jenderal Ne Win, yang merebut kekuasaan dalam kudeta 1962, menjerumuskan negara ke dalam kemiskinan dengan kebijakan ekonomi dan sosialisnya.

Jenderal itu diduga membuat kebijakan berdasarkan saran para astrolog dan melakukan demonetisasi beberapa denominasi besar mata uang Myanmar, menggantinya dengan uang kertas yang berjumlah sembilan.

Alhasil tabungan warga habis dalam semalam.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan