Joe Biden Jadi Presiden AS Pertama yang Peringati Pembantaian di Tulsa, Kunjungi Situs Bersejarah
Joe Biden menjadi presiden Amerika Serikat pertama yang mengunjungi lokasi pembantaian Tulsa, 100 tahun sejak momen kekerasan rasial di Amerika itu
Penulis:
Tiara Shelavie
Editor:
Arif Tio Buqi Abdulah
Tahun lalu, Presiden Donald Trump merencanakan unjuk rasa politik di Tulsa pada 19 Juni, tanggal yang dikenal sebagai "Juneteenth", yang dikenal sebagai hari berakhirnya perbudakan di AS pada 1865.
Namun pada akhirnya, acara Partai Republik itu tertunda selama sehari karena kritik.
Kesadaran publik atas apa yang terjadi di Tulsa telah tumbuh dalam beberapa tahun terakhir.
Insiden itu tidak diajarkan di sekolah atau dilaporkan di surat kabar lokal.
Baca juga: Biden Dijadwalkan akan Lakukan Perjalanan Dinas Pertamanya Bulan Depan dan Bertemu Ratu Elizabeth II
Baca juga: Biden dan Putin akan Adakan Pertemuan Puncak di Swiss pada 16 Juni 2021
Warga kulit putih menembak dan membunuh sebanyak 300 orang kulit hitam dan membakar serta menjarah bisnis dan rumah mereka.
Pembantaian bermula setelah seorang wanita kulit putih menuduh seorang pria kulit hitam melakukan penyerangan, tuduhan itu tidak pernah terbukti.
Penjamin asuransi menolak untuk membayar kerusakan akibat kerusuhan dan tidak ada yang dituntut atas kekerasan tersebut.
Janji Biden untuk Warga Kulit Hitam di Amerika
Selama pidatonya, Biden berbicara tentang bagaimana ia ingin meningkatkan kualitas kehidupan orang kulit hitam Amerika.
Ia berjanji untuk menghabiskan lebih banyak uang untuk mendukung bisnis milik minoritas, serta memastikan hak suara mereka dilindungi.

Joe Biden menyuarakan keprihatinan atas keadaan proses demokrasi di negara itu setelah kerusuhan 6 Januari di Washington DC, akibat keluhan Trump yang tidak berdasar atas hasil pemilu tahun lalu.
Biden mengatakan ia diberitahu oleh salah satu korban selamat Tulsa bahwa peristiwa 6 Januari "mengingatkannya pada apa yang terjadi di sini di Greenwood 100 tahun yang lalu".
Dia menambahkan bahwa badan-badan intelijen telah melaporkan bahwa terorisme dari supremasi kulit putih saat ini merupakan "ancaman paling mematikan" bagi Amerika.
Presiden menyebut bahwa dia ingin berbuat lebih banyak untuk membantu orang memilih, tetapi dia dibatasi oleh mayoritas tipis di kedua majelis Kongres.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)