Konflik di Afghanistan
7 Orang Tewas dan 30 Terluka karena Ledakan di Dua Kota Afghanistan, Diduga Ulah ISIS-K
7 orang meninggal dunia dan sekitar 30 terluka karena ledakan di Kota Jalalabad di Afghanistan Timur dan Ibukota Kabul, jelas sumber Taliban.
TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak tujuh orang meninggal dunia dan sekitar 30 terluka karena serangkaian ledakan di Kota Jalalabad di Afghanistan Timur dan Ibukota Kabul, jelas sumber Taliban.
Menurut sumber, sejumlah orang terbunuh saat alat peledak rakitan meledak pada Sabtu (18/9/2021).
"Ledakan di Jalalabad dan di Kabul tampaknya merupakan pekerjaan sisa-sisa ISIL-K," kata seorang sumber Taliban, kepada Al Jazeera.
ISIL-K, ISIS-K, atau Negara Islam di Provinsi Khorasan yang juga dikenal dengan nama ISKP merupakan afiliasi IS yang pernah menguasai sebagian besar wilayah di Suriah Utara dan Irak.
Lebih lanjut, sumber ini menambahkan bahwa Taliban tengah melakukan penyelidikan terkait insiden ledakan itu.
Baca juga: Taliban Bubarkan Kementerian Urusan Perempuan di Afghanistan
Baca juga: Keluarga Korban Serangan Drone di Afghanistan Minta AS Tanggung Jawab: Kami Tidak Bersalah
"Pelakunya akan dibawa ke pengadilan," jelasnya.
Sejumlah media yang mengutip keterangan saksi dan sumber keamanan mengatakan, korban jiwa berjatuhan dalam empat kali ledakan di Jalalabad, ibukota Provinsi Nangarhar pada Sabtu lalu.
"Banyak orang yang terlibat dalam insiden hari ini di Kota Jalalabad telah ditangkap dan penyelidikan sedang berlangsung."
"Hasil investigasi akan diumumkan secara resmi kemudian."
Hingga berita ini diturunkan, belum ada laporan terkait pihak yang mengklaim serangan ini.
Jalalabad adalah ibukota Provinsi Nangarhar, jantung ISKP.
Di lokasi ledakan di Jalalabad, terlihat sebuah truk pick-up hijau dengan bendera Taliban dikelilingi oleh puing-puing dan orang-orang bersenjata.
"Dalam satu serangan, sebuah kendaraan Taliban yang berpatroli di Jalalabad menjadi sasaran," kata seorang pejabat Taliban, yang meminta tidak disebutkan namanya, kepada kantor berita AFP.
"Perempuan dan anak-anak termasuk di antara yang terluka," katanya.
Sedikitnya dua orang dilaporkan terluka dalam ledakan bom mobil sebelum tengah hari di lingkungan Dasht-e-Barchi di Kabul.
Taliban kembali di tampuk kekuasaan di Afghanistan pada pertengahan Agustus lalu.
Kelompok militan ini menggulingkan pemerintahan yang didukung AS.
Ini terjadi di tengah proses penarikan pasukan Amerika dan sekutu dari Afghanistan.
Selama evakuasi di Bandara Internasional Kabul, AS digemparkan dengan bom bunuh diri yang didalangi ISKP.
Bom itu menewaskan puluhan warga sipil dan 13 anggota tentara AS.
AS Akui Drone Serang Warga Sipil
Serangan pesawat tak berawak yang dilancarkan AS di Afghanistan bulan lalu sebagai pembalasan atas bom bunuh diri IS-K ternyata menewaskan 10 warga sipil.
Dilansir The Guardian, Pentagon mengakui, serangannya itu justru membuat 10 warga biasa termasuk tujuh anak-anak meninggal dunia.
Pada Jumat (17/9/2021) lalu, Komandan Komando Pusat AS, Jenderal Kenneth McKenzie mengatakan, korban meninggal bukanlah militan dari Islamic State (IS) di Afghanistan, pelaku bom di Bandara Kabul.
"Saya sekarang yakin bahwa sebanyak 10 warga sipil, termasuk tujuh anak-anak, tewas secara tragis dalam serangan itu," kata McKenzie kepada awak pers.
"Selain itu, kami sekarang menilai bahwa tidak mungkin kendaraan dan mereka yang tewas dikaitkan dengan (Negara Islam Khorasan) atau merupakan ancaman langsung bagi pasukan AS."
"Saya menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga dan teman-teman mereka yang terbunuh."
"Serangan ini dilakukan dengan keyakinan yang sungguh-sungguh bahwa itu akan mencegah ancaman segera terhadap pasukan kami dan para pengungsi di bandara."
Baca juga: Cerita Sejumlah Penyanyi Afghanistan yang Kabur dari Taliban, Takut Dieksekusi Bila Tidak Pergi
Baca juga: Berita Foto : Taliban Kendalikan Penjara Yang Dulu Tahan Anggotanya
Dilansir Al Jazeera, Organisasi berita melaporkan, orang yang disasar oleh pesawat tak berawak AS ternyata adalah pekerja di organisasi kemanusiaan AS bernama Zemerai Ahmadi.
Terkait kecurigaan Pentagon soal adanya bahan peledak di dalam mobil milik Zemerai Ahmadi, media melaporkan bahwa tidak ada bukti yang mendukung kecurigaan tersebut.
Serangan itu menghantam saat mobil Zemerai Ahmadi memasuki jalan menuju rumah, dan anak-anak berlari untuk menyambutnya.
Sehari setelah serangan itu, keluarga korban mengatakan kepada Al Jazeera bahwa 10 orang yang terbunuh berusia antara 2 hingga 40 tahun.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)