Penanganan Covid
CDC Sebut Orang dengan Kelainan Imun Bisa Dapatkan Vaksin Covid-19 Dosis ke-4
CDC sebut orang dengan gangguan imun bisa mendapatkan vaksin Covid-19 dosis keempat, 6 bulan setelah dosis ketiga.
Penulis:
Tiara Shelavie
Editor:
Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat atau CDC telah mengubah pedoman mereka mengenai vaksinasi Covid-19, Selasa (26/10/2021).
Pedoman baru itu menyebut orang dengan gangguan imun atau kelaianan imun tubuh, disarankan mendapatkan dosis keempat vaksin Covid-19.
Mereka yang berusia setidaknya 18 tahun dan memiliki kelainan imun sedang atau parah, mungkin butuh dosis lagi, 6 bulan setelah dosis ketiga.
Dosis keempat boleh dari 3 vaksin yang ada di AS, yaitu Moderna, Pfizer dan Janssen.
Selain orang dengan gangguan imun, mereka yang yang memiliki kondisi seperti kanker, penerima transplantasi organ atau mereka yang sedang dirawat karena HIV, juga bisa menerima dosis keempat.
Baca juga: Risiko Tinggi Tertular Varian Delta, CDC AS Minta Ibu Hamil untuk Divaksinasi
Baca juga: CDC: AS Akan Terima Vaksin yang Disetujui WHO untuk Wisatawan Asing

Menurut data dari CDC, sekitar 9 juta orang yang tinggal di AS masuk dalam kategori itu.
Dosis ketiga untuk kategori tersebut telah disetujui CDC sejak Agustus lalu.
Menurut Axios, bagi orang dengan gangguan kekebalan, suntikan ketiga vaksin Covid-19 disebut "dosis tambahan", dengan volume yang diberikan sama dengan dua suntikan pertama.
Sedangkan dosis keempat, nantinya disebut booster, dengan volume yang diberikan hanya setengah dari jumlah yang diberikan dalam tiga dosis pertama.
Booster untuk Masyarakat Umum Telah Disetujui
Mengutip Independent, CDC minggu lalu telah menyetujui suntikan booster untuk semua orang Amerika.
Suntikan booster bisa berupa merek vaksin berbeda dari 2 vaksin awal.
Pada awal bulan Oktober, WHO juga telah menyarankan dosis tambahan untuk mereka yang memiliki kekebalan lebih rendah akibat kondisi kesehatan yang mendasarinya.
Baca juga: Booster Segera Diberikan untuk Masyarakat, Menkes: Kajian Kombinasi Vaksin Covid-19 Dilakukan ITAGI
Baca juga: 3 Alasan Mengapa Seseorang Perlu Diberikan Vaksin Booster, Ini Pandangan WHO
Sebuah penelitian dari Universitas Johns Hopkins menunjukkan bahwa meskipun telah divaksinasi lengkap, orang yang mengalami gangguan kekebalan dapat 484 kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit atau meninggal karena Covid-19, dibandingkan dengan individu yang divaksinasi lainnya.
Efek samping dari suntikan booster Covid-19 kemungkinan akan mirip dengan dosis vaksin kedua, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan oleh CDC pada bulan September.
Laporan tersebut menemukan bahwa efek sampingnya sebagian besar ringan atau sedang, termasuk nyeri lengan, kelelahan, dan sakit kepala.
Orang-orang umumnya mengalami efek samping itu sehari setelah vaksinasi.
Sekitar 28 persen orang mengatakan mereka tidak dapat melakukan kegiatan rutin, tulis temuan penelitian tersebut.
FDA Setujui Booster 'Mix and Match', Rusia Klaim Sputnik V Jadi Pelopor Metode Ini
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, CEO Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF) Kirill Dmitriev mengklaim bahwa negaranya pelopor dalam memanfaatkan pendekatan koktail vaksin virus corona (Covid-19).
Hal ini ia sampaikan untuk menanggapi keputusan terbaru yang diambil oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat (AS) yang mengizinkan pencampuran atau mix and match vaksin dalam upaya memberikan perlindungan maksimal kepada warga Amerika dalam melawan virus tersebut.
"Sputnik juga yang pertama menawarkan kemitraan vaksin kepada produsen lain," kata Dmitriev.
Ia pun turut mengklaim uji klinis kombinasi komponen pertama Sputnik V yakni vaksin Sputnik Light sekali dosis dengan vaksin lain berhasil dilakukan di seluruh dunia.
Dikutip dari laman Sputnik News, Jumat (22/10/2021), menurut siaran pers yang dipublikasikan RDIF, keputusan FDA tersebut pada dasarnya memungkinkan untuk mencampur dan mencocokkan dosis penguat (booster) sebagai 'konfirmasi lain dari efektivitas pendekatan koktail vaksin pada inti Sputnik V' yang tidak hanya memperkuat dan memperpanjang respons kekebalan.
Baca juga: Kasus Covid-19 Tinggi, RI Belum Buka Pintu Masuk untuk Rusia
Namun juga meningkatkan efektivitas vaksin terhadap mutasi baru virus corona dan memberikan fleksibilitas untuk upaya vaksinasi di seluruh dunia.
Dmitriev juga telah menyatakan bahwa hasil keamanan dan imunogenisitas kuat yang ditunjukkan oleh Sputnik Light dalam studi bersama menjadikan vaksin itu sebagai booster universal serta salah satu solusi terbaik untuk memvaksinasi ulang individu yang sebelumnya telah diberikan vaksin merek lain.
"Dengan efektivitas keseluruhan mencapai 91,4 persen, Sputnik V juga menunjukkan efektivitas 83 persen terhadap infeksi varian Delta dan 94 persen terhadap kasus rawat inap," tegas Dmitriev.
Sputnik Light sekali dosis juga telah menunjukkan efektivitas yang tinggi, baik saat digunakan secara mandiri maupun sebagai booster.
Menurut temuan Gamaleya Center yang didasarkan pada data dari 28.000 subjek di Moskwa, saat diberikan secara mandiri, Sputnik Light menunjukkan efektivitas mencapai 70 persen terhadap infeksi yang disebabkan varian Delta selama tiga bulan pertama setelah pemberian vaksinasi.
Perlu diketahui, RDIF merupakan lembaga yang mengelola dana kekayaan negara yang didirikan oleh pemerintah Rusia pada 2011 untuk melakukan investasi bersama, ekuitas bersama investor keuangan dan strategis internasional terkemuka, terutama di Rusia.
Sebelumnya pada 20 Oktober lalu, FDA menghapus vaksin Moderna dan J&J (Johnson & Johnson) dari kategori vaksin booster dan mendukung apa yang disebut pendekatan Mix & Match.
Ini memungkinkan warga Amerika untuk mendapatkan suntikan yang berbeda dengan inokulasi awal mereka sebagai upaya peningkatan perlindungan terhadap Covid-19.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie/Fitri Wulandari)