Jumat, 12 September 2025

PBB Sebut Taliban Lembagakan Diskriminasi dan Kekerasan Gender pada Perempuan Afghanistan

36 Pakar HAM PBB menyebut para pemimpin Taliban di Afghanistan melembagakan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender berskala besar serta sistematis

AFP/BULENT KILIC
Anggota Taliban menghentikan protes perempuan untuk hak-hak perempuan di Kabul pada 21 Oktober 2021. - Taliban dengan keras menindak liputan media tentang protes hak-hak perempuan di Kabul pada 21 Oktober pagi, memukuli beberapa wartawan. 

TRIBUNNEWS.COM -  Sekitar 36 pakar hak asasi manusia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut para pemimpin Taliban di Afghanistan melembagakan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender berskala besar serta sistematis terhadap perempuan dan anak-anak perempuan di sana.

"Kami prihatin dengan upaya sistematis (Taliban) untuk mengecualikan perempuan dari bidang sosial, ekonomi, dan politik di seluruh negeri," kata para ahli dalam pernyataan Senin (17/1/2022).

"Kekhawatiran ini diperburuk dengan kasus perempuan dari etnis minoritas, agama, atau bahasa seperti Hazara, Tajik, Hindu, dan komunitas lain, yang perbedaan atau visibilitasnya membuat mereka semakin rentan di Afghanistan," imbuh pernyataan itu.

Baca juga: Taliban Akhirnya Izinkan Perempuan Afghanistan Kembali ke Sekolah Mulai Maret 2022

Baca juga: Kemlu RI Tegaskan Tak Dukung Taliban Meski Kirim Bantuan ke Afghanistan

Anggota Taliban menghentikan protes perempuan untuk hak-hak perempuan di Kabul pada 21 Oktober 2021. - Taliban dengan keras menindak liputan media tentang protes hak-hak perempuan di Kabul pada 21 Oktober pagi, memukuli beberapa wartawan. (Photo by BULENT KILIC / AFP)
Anggota Taliban menghentikan protes perempuan untuk hak-hak perempuan di Kabul pada 21 Oktober 2021. - Taliban dengan keras menindak liputan media tentang protes hak-hak perempuan di Kabul pada 21 Oktober pagi, memukuli beberapa wartawan. (Photo by BULENT KILIC / AFP) (AFP/BULENT KILIC)

Melansir Al Jazeera, Taliban telah memberlakukan serangkaian pembatasan terhadap perempuan dan anak perempuan sejak mengambil alih negara itu pada Agustus 2021.

Taliban juga melarang sopir taksi agar tidak menjemput penumpang wanita yang tidak mengenakan jilbab tertentu.

Aturan lain yang diberlakukan Taliban membuat kaum wanita takut jika meninggalkan rumah tanpa kerabat laki-laki.

"Kebijakan ini juga mempengaruhi kemampuan perempuan untuk bekerja dan mencari nafkah, mendorong mereka lebih jauh ke dalam kemiskinan," kata para ahli.

"Perempuan kepala rumah tangga sangat terpukul, dengan penderitaan mereka diperparah oleh konsekuensi yang menghancurkan dari krisis kemanusiaan di negara ini."

Baca juga: Krisis Ekonomi Afghanistan Kian Parah, Taliban Bayar Ribuan Pegawai dengan Gandum

Baca juga: Buron Sejak 2014, Pemimpin Senior Taliban Pakistan Tewas Ditembak di Afghanistan

Anak perempuan sempat tak bisa bersekolah

Sementara itu, sebagian besar sekolah menengah anak perempuan tutup.

Tak sedikit anak perempuan yang harusnya bersekolah di kelas 7-12 tak mendapat akses ke sekolah, hanya karena mereka perempuan, kata para ahli.

Para ahli mencatat risiko eksploitasi perempuan dan anak perempuan meningkat, termasuk angka perdagangan anak dan pernikahan paksa, hingga kerja paksa.

Namun, Pemimpin senior Taliban, Zabihullah Mujahid mengatakan akan membuka kembali kegiatan belajar di sekolah untuk semua anak perempuan pada 21 Maret 2022 mendatang.

Mujahid berharap sekolah perempuan di seluruh Afghanistan dapat dibuka kembali pada akhir Maret.

Pada Sabtu (15/1/2022), Zabihullah Mujahid, juru bicara pemerintah Afghanistan dan wakil menteri kebudayaan dan informasi mengatakan, departemen pendidikan akan membuka ruang kelas untuk semua anak perempuan di Tahun Baru Afghanistan, yang dimulai pada 21 Maret, sebagaimana dilansir Al Jazeera,

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan