Kerangkeng manusia di Langkat: Penegakan hukum ‘berjalan lambat’ di tengah temuan keterlibatan aparat, mengapa polisi belum menetapkan tersangka?
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatra Utara mengatakan
Sebab, Bupati Terbit dia sebut sebagai "aktor oligarki lokal" sekaligus "ninja sawit", istilah lokal untuk mafia sawit, "yang memiliki jaringan kuat dengan aparat TNI-Polri".
Selain itu, Terbit juga merupakan tokoh dari organisasi masyarakat Pemuda Pancasila. Adik Terbit, Sribana Perangin-angin, juga merupakan Ketua DPRD Kabupaten Langkat.
Namun setelah kasus ini mengemuka ke publik, Taufan mengatakan Polri dan TNI "telah berkomitmen" untuk mengusut tuntas, dan sejauh ini "tidak ada resistensi" dalam proses penyidikannya.
Komnas HAM, kata dia, akan terus memantau berjalannya proses hukum dari kasus ini.
Sementara itu, LPSK menduga jumlah anggota TNI-Polri yang terlibat selama belasan tahun ini pun "lebih banyak dari yang diperkirakan saat ini".
LPSK juga memperkirakan bahwa Bupati Terbit "diuntungkan hingga Rp177,5 miliar dengan mempekerjakan ratusan orang tanpa upah dalam 12 tahun terakhir untuk bisnis sawit ilegal miliknya".
Bagaimana perkembangan kasus ini di kepolisian?
Polda Sumatera Utara membantah anggapan bahwa lambatnya penanganan kasus ini dipicu oleh faktor keterlibatan anggota TNI-Polri.
Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Utara, Komisaris Besar Hadi Wahyudi, mengatakan baru empat anggota Polri yang diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) serta Direktorat Kriminal Umum untuk mengusut dugaan pelanggaran etika maupun pidana yang dilakukan.
"Jika anggota Polri terlibat, pimpinan tidak akan segan menindak, bahkan kita sekarang sudah menindaklanjuti itu dengan penyidikan, nanti akan kami sampaikan sejauh mana dugaan keterlibatan anggota," tutur Hadi.
Dia juga membantah tuduhan bahwa "kekuasaan" Bupati Terbit memperlambat proses penyidikan. Hadi mengklaim perkembangan penyidikan justru telah berjalan "signifikan dan sangat cepat".
"Enggak ada itu, kita tidak ikut campur urusan politik. Kami bekerja profesional, termasuk keluarga bupati, ormas, sampai KPK pun kami datangi," ujarnya.
Polisi sejauh ini telah memeriksa 75 saksi dari tiga laporan polisi yang diproses terkait kematian tiga korban penghuni kerangkeng tersebut. Proses autopsi dan ekshumasi (pembongkaran kubur) dari dua korban meninggal di antaranya juga telah dilakukan.
Hadi mengklaim penyidik telah mengantungi nama-nama orang yang berpotensi kuat menjadi tersangka, namun polisi belum menetapkannya karena "ingin mengungkap kasus ini secara utuh".
"Kami tidak ingin mengungkap peristiwa yang notabene mengarah pada dugaan pelanggaran HAM kemudian hanya berkutat pada tersangka yang melakukan penganiayaan," ujar Hadi.