Virus Corona
Korea Utara Hadapi Wabah Epidemi Usus Akut di Tengah Gelombang Covid-19, 800 Paket Bantuan Disiapkan
Korea Utara mengungkapkan bahwa mereka menghadapi epidemi usus akut di tengah gelombang pandemi Covid-19, Kamis (16/6/2022).
Penulis:
Rica Agustina
Editor:
Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Korea Utara mengungkapkan bahwa mereka menghadapi epidemi usus akut di tengah gelombang pandemi Covid-19, Kamis (16/6/2022).
Pihak berwenang tidak menjelaskan apa penyakit itu, tetapi enterik atau bakteri mengacu pada saluran pencernaan, seperti tipus, disentri dan kolera.
Penyebab enterik itu yakni kuman dalam makanan atau air yang terkontaminasi atau kontak dengan kotoran orang yang terinfeksi.
Dikutip dari The Associated Press, penyakit seperti itu secara rutin terjadi di Korea Utara, di mana terdapat kekurangan fasilitas pengolahan air dan sistem kesehatan masyarakat yang sebagian besar telah rusak selama beberapa dekade.
Tidak jelas berapa banyak orang yang terinfeksi dalam apa yang dikatakan oleh Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) sebagai "epidemi enterik akut" di barat daya Kota Haeju.
Baca juga: Covid-19 Belum Selesai, Korea Utara Laporkan Wabah Penyakit Lain
Baca juga: Seoul: Korea Utara Siap Lakukan Uji Coba Nuklir Kapan Saja Jika Dapat Perintah Kim Jong Un
Namun, Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un dan pejabat senior lainnya menyiapkan bantuan untuk dikirim ke 800 keluarga yang menderita penyakit itu.
"Para pejabat menyiapkan obat-obatan, bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari yang diperlukan untuk pengobatan epidemi dan kehidupan yang stabil untuk memberikan bantuan kepada orang-orang di Kota Haeju dan Kabupaten Kangryong (Provinsi Hwanghae Selatan)," kata KCNA seperti dikutip Channel News Asia.
Kim Jong Un meminta para pejabat untuk memenuhi tugas mereka meringankan penderitaan rakyat sesegera mungkin, tambahnya.
Surat kabar utama negara itu Rodong Sinmun memuat foto halaman depan yang menunjukkan Kim Jong Un dan istrinya, Ri Sol Ju, sedang melihat larutan garam dan obat-obatan yang menurut surat kabar itu akan mereka sumbangkan.
Beberapa pengamat mengatakan tujuan pengumuman itu bukan untuk melaporkan wabah itu sendiri, melainkan untuk menyebutkan bahwa pemimpin Kim Jong Un menyumbangkan obat-obatan dari persediaan pribadinya.
Pengamat juga mengatakan obat yang disumbangkan mungkin hanya berasal dari fasilitas penyimpanan negara tetapi didistribusikan atas nama Kim Jong Un.
"Wabah campak atau tifus tidak jarang terjadi di Korea Utara," kata Ahn Kyung-su, kepala DPRKHEALTH.ORG, sebuah situs web yang berfokus pada masalah kesehatan di Korea Utara.
"Jadi ini lebih seperti pesan politik daripada pesan medis," lanjutnya.
Pada hari Kamis, seorang pejabat di Kementerian Unifikasi Korea Selatan yang menangani urusan antar-Korea mengatakan Seoul sedang memantau wabah tersebut.
Provinsi Hwanghae Selatan adalah wilayah pertanian utama Korea Utara dan wabah tersebut menimbulkan kekhawatiran dapat menambah kekurangan pangan kronis di tengah gelombang Covid-19.
Baca juga: Korea Utara Selesaikan Persiapan Uji Coba Nuklir Baru, Korea Selatan: Mereka akan Bayar Harga
Baca juga: Korea Utara Tunjuk Choe Son Hui Sebagai Menteri Luar Negeri Wanita Pertama
KCNA pada hari Jumat melaporkan 23.160 lebih banyak orang dengan gejala demam, sehingga jumlah kasus di negara itu sejak akhir April menjadi di atas 4,58 juta.
Sementara korban tewas terkait kasus itu mencapai 73 orang.
Negara, yang tampaknya tidak memiliki alat tes virus Corona, hanya mengidentifikasi sebagian kecil dari mereka sebagai kasus Covid-19 yang dikonfirmasi.
Banyak pakar asing mempertanyakan jumlah korban tewas di Korea Utara, dengan mengatakan bahwa kemungkinan itu tidak dilaporkan untuk melindungi Kim Jong Un dari kerusakan politik.
Lebih lanjut, Korea Utara mengatakan lebih dari 99 persen pasien demam telah pulih dan gelombang Covid-19 telah menunjukkan tanda-tanda mereda.
Selama konferensi partai yang berkuasa pekan lalu, Kim Jong Un mengklaim situasi pandemi telah melewati tahap "krisis serius".
Tetapi negara itu masih mempertahankan pembatasan yang lebih tinggi.
Beberapa pakar luar mengatakan langkah-langkah itu akan semakin membebani ekonomi negara yang sudah bermasalah sejak pandemi Covid-19 melanda dunia dan sanksi PBB.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga meragukan klaim Pyongyang awal bulan ini, dengan mengatakan pihaknya yakin situasinya semakin buruk.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)