Kapolda Papua sebut beberapa pejabat terlibat TPNPB-OPM, pengamat: “Kalau tuduhan itu tidak dibuktikan maka jadi stigmatisasi”
Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri mengatakan bahwa terdapat beberapa pejabat daerah di Papua yang ‘terlibat dengan kelompok…
“Pernyataan dia itu tidak benar. Dia akan bilang kepala-kepala desa mendukung OPM beli senjata, dia pernah bilang. Tetapi dia tidak pernah memberikan pembuktiannya.
“Mungkin kelompok lain terima uang. Tapi kami yang tentara komando nasional tentara federasi nasional Papua Barat kami tidak pernah terima orang dari pejabat Papua,” ungkap Sebby kepada BBC News Indonesia.
Ia menekankan bahwa TPNPB-OPM merupakan kelompok yang membeli senjata sendiri dan membiayai diri sendiri tanpa adanya aliran dana dari pihak pemerintah daerah.
“Kalau ada pun mereka akan bantu orang lain. Tapi kalau kami, kelompok ini tidak ada. TPNPB Komando Nasional kami tidak ada sama sekali, nol,” kata Sebby.
Kabid Humas Polda Papua, Benny Ady Prabowo, mengatakan bahwa saat ini pihak kepolisian belum mengetahui secara pasti siapa tokoh-tokoh yang dimaksud oleh Kapolda.
”Yang jelas enggak tahu siapa ini. Siapa pejabatnya, atau terlibat bagaimana. Tidak tahu. Ya memang, beliau menyebutkan seperti itu. Tapi tidak menyebutkan [nama],” kata Benny.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa tersebut mungkin merupakan bentuk shock therapy bagi pejabat yang mungkin terlibat.
”Kapolda memberikan ultimatum pada pejabat-pejabat yang ada kaitannya dengan penyanderaan itu, karena ini sudah benar-benar sampai tiga bulan. Jika ini ada yang bermain di belakang, ya dia tidak akan segan-segan untuk melakukan tindakan hukum,” ujar Benny.
Baca juga:
Peran pejabat daerah dalam memfasilitasi ruang dialog
Peneliti isu Papua dari BRIN, Cahyo Pamungkas mengatakan bahwa pejabat daerah, khususnya bupati maupun anggota DPRD, dapat memegang peran penting dalam penyelesaian konflik antara TPNPB-OPM dengan aparat keamanan dan pemerintah pusat.
“Mereka seharusnya menjadi mediator. Yang menghubungkan, sehingga terjadi negosiasi dan proses dialog yang di tingkat negosiasi dari level yang paling bawah [masyarakat],” kata Cahyo.
Ia berharap bahwa pemerintah daerah dapat membantu membuka ruang dialog untuk konflik tersebut supaya operasi militer dan tembak-menembak di daerah tersebut dapat berhenti.
Meskipun menurut pengamatannya, penyelesaian konflik berpotensi berakhir dengan kekerasan seperti kasus Tim Ekspedisi Lorentz 95 yang disandera oleh kelompok yang dipimpin Kelly Kwalik, ia masih yakin ada ruang untuk negosiasi.
”Seharusnya dia itu menjadi ruang ya, memainkan peran sebagai mediator, sebagai negosiator dalam negosiasi antara para pihak yang berkonflik. Sebetulnya itu perannya, melindungi masyarakat sipil. Jadi tujuannya melindungi masyarakat sipil. Memberikan pelayanan pada masyarakat sipil.
“Dia seharusnya bisa membuka ruang dialog antara kedua belah pihak, kalau masih mau berdialog,” ungkap Cahyo.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.