Praktik sogokan di kepolisian disebut 'hampir semua sektor dengan pola berbeda' - Kasus penjual bubur ayam 'setor' uang ratusan juta dan 'ditipu' oknum polisi
Sejumlah kasus suap, setoran, dan pungli yang mengemuka di tubuh kepolisian beberapa waktu belakangan ini dinilai hanya menggambarkan…
Terungkapnya kasus penipuan rekrutmen Polri yang melibatkan eks Kapolsek di Cirebon hingga setoran ratusan juta seorang anggota Brimob kepada atasannya di Riau, dinilai hanya menggambarkan "sebagian kecil" dari praktik suap yang “telah mengakar”, kata pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Bambang Rukminto.
Bambang mengatakan kedua kasus itu menambah rentetan kasus yang terungkap terkait praktik suap, setoran, dan pungli di Polri.
Menurutnya, praktik ini terjadi di berbagai sektor kepolisian, mulai dari pada tahap rekrutmen, penanganan kasus, hingga promosi jabatan.
Polri menyatakan 'akan menindak tegas' laporan masyarakat terkait temuan kasus-kasus itu.
Namun Bambang menilai Polri sejauh ini "belum banyak berbenah" dan lebih banyak bertindak "karena tekanan publik" setelah kasus-kasus itu viral di media sosial.
Suap pada rekrutmen polisi
Pada Minggu (18/6), Polda Jawa Barat menetapkan Kapolsek Mundu berinisial SW dan seorang PNS di Mabes Polri berinisial N sebagai tersangka kasus dugaan penipuan. SW juga telah dimutasi dari jabatannya sebagai kapolsek.
Kasus ini bermula ketika W, yang merupakan penjual bubur di Cirebon, menginginkan anaknya untuk menjadi polisi.
“Saya tanya-tanya [kepada SW] awalnya gimana caranya masuk polisi, saya tanya sekedar prosedur. Kemudian dia telepon temannya di Mabes, itulah mereka bekerja sama,” kata W mengenang peristiwa yang terjadi pada 2021 itu dalam wawancara dengan Kompas TV.
Sejak saat itu, W mengaku diminta mentransfer uang secara bertahap sebanyak enam kali kepada N. Total uang yang dia transfer mencapai Rp310 juta dengan alasan yang beragam, mulai dari “untuk bintara Polri, psikotes, hingga tes seleksi”.
Tetapi setelah mentransfer uang, yang dia dapat dari menggadaikan sertifikat rumahnya, W merasa tidak ada hasil.
Dia sempat melaporkan kasus itu kepada SW pada 2021, namun laporan itu mandek. Baru belakangan, SW mengadukan kasus ini kepada sejumlah pengacara yang membantunya angkat bicara.
“Saya mengharapkan uang saya kembali, sebab masa depan dia [anak W] adalah untuk melanjutkan cita-citanya. Saya menggantungkan pada uang itu untuk melanjutkan cita-citanya,” kata W.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Ibrahim Tompo mengatakan dalam kasus ini, N diduga sebagai pelaku utama. Sementara SW dia nilai turut serta secara “pasif”.
“Kejadian ini sebenarnya karena keterbatasan pemahaman dari anggota tersebut. Dia kan pada posisi pasif, didatangi sama orang, kebetulan orangnya dia kenal, tidak enak kalau tidak memberi informasi, tidak memberikan informasi dan pelayanan, diberikanlah bahasa seperti itu, ‘nanti saya hubungkan dengan orang’,” kata Tompo kepada BBC News Indonesia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.