Kasus siswa bakar sekolah di Temanggung, karena diduga 'sering dirundung' - 'Bullying di Indonesia sudah mengkhawatirkan'
Kasus perundungan atau bullying yang terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia disebut "sudah mengkhawatirkan lantaran sampai mengakibatkan…
Ubaid berkata meskipun sudah ada Permendikbud 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan, tapi banyak sekolah belum memiliki sistem pengaduan dan pelaporan yang melindungi korban perundungan.
"Karena pemerintah pusat atau Kemendikbud tidak punya semacam kewenangan penuh untuk mendisiplinkan sekolah-sekolah yang berada di bawah kewenangan dinas pendidikan," terangnya.
"Sehingga Permendikbud ini seakan-akan seperti imbauan yang boleh dilaksanakan atau tidak," sambung Ubaid.
Akibat ketiadaan aturan anti-perundungan di satuan pendidikan, kata dia, kasus-kasus perundungan dianggap sebagai "letupan-letupan kecil dan kasuistik".
Sementara Ubaid meyakini, tindakan perundungan pasti ada di setiap sekolah namun tak dilaporkan.
Itu mengapa JPPI mendesak Kemendikbud untuk menjadikan persoalan perundungan di sekolah sebagai "prioritas" yang harus dicarikan jalan keluarnya.
"Menghilangkan perundungan di sekolah penting untuk kunci pembelajaran yang sukses. Bagaimana mau berhasil pembelajaran kalau sekolah dianggap menakutkan?"
Untuk kasus yang pembakaran sekolah di Temanggung, Jawa Tengah, Ubaid meminta sekolah untuk mengungkap para pelaku yang merundung R agar menjadi pembelajaran di masa mendatang.
"Semua yang terlibat yang membully harus dibuka juga oleh sekolah. Jangan sekolah justru melakukan judgement kepada R yang menyebutnya caper atau cari perhatian."
FSGI: sekolah punya pengaduan umum tapi tidak ada sanksi
Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, membenarkan pernyataan JPPI soal banyaknya sekolah dari jenjang SD hingga Menengah Atas yang belum menjalankan Permendikbud 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan.
Sepanjang pengamatannya, sekolah-sekolah tidak tahu adanya aturan tersebut dan sosialisasi dari Kemendikbud disebutnya tidak terlalu kencang.
"Saya tidak pernah menemukan sekolah menerapkan Permendikbud itu," jelas Retno.
Kalau Permendikbud itu dijalankan, menurut Retno, maka tiap-tiap satuan pendidikan harus menyusun mekanisme pengaduan atau pelaporannya dan membentuk satuan tugas (satgas) yang terdiri dari perwakilan guru, wali murid, dan siswa.
Pengaduannya pun tidak harus dilakukan dengan tatap muka, tapi bisa lewat online demi menghindari pantauan pelaku perundungan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.