Konflik Palestina Vs Israel
Tak Punya Air Bersih, Warga Gaza Terpaksa Mandi dan Mencuci dengan Air Laut
Warga di Gaza terpaksa mandi dan mencuci dengan air laut karena tak punya air bersih.
Penulis:
Febri Prasetyo
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM – Sejumlah warga di Gaza terpaksa mandi dan mencuci dengan air laut lantaran tak punya air bersih yang mencukupi.
“Kami tidak punya air, tak ada sanitasi, tak ada sistem pembuangan limbah yang berfungsi,” kata Imm Mahmoud (52), salah satu warga Palestina yang tinggal di tempat pengungsian di kompleks Sekolah Dasar Alif, kawasan Deir al-Balah, Gaza, dikutip dari Al Jazeera.
Sekolah itu dioperasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan dilaporkan menampung sekitar 8.000 pengungsi.
Mahmoud menyebut kurangnya kebersihan di sekolah itu membuat anak-anak dan orang dewasa merasa tidak nyaman.
Wanita itu mengatakan terpaksa mencuci pakaian keluarganya dengan air laut.
Dia tahu bahwa air laut di sana tercemar atau terkena polusi. Namun, dia tak punya pilihan lain.
Baca juga: Warga Palestina Tepi Barat Terancam, Menteri Israel Beri Izin Persenjatai Pemukim Yahudi
“Anak-anak menderita diare, batuk, dan pilek karena terkena polusi dan berenang di laut,” katanya.
Meski demikian, Mahmoud bisa memahami alasan anak-anak bermain di pantai.
“Mereka harus mencari cara untuk menyalurkan energi mereka. Terkurung di sekolah bisa memicu banyak perselisihan dan pertengkaran dengan keluarga mereka.”
Mirip dengan Mahmoud, Nasse Zayed (60) juga memanfaatkan air laut untuk keperluan sehari-hari.
“Sekolah ini memuakkan dan tidak ada air mengalir,” kata Zayed.
“Setiap hari saya pergi ke laut untuk mandi. Jika tidak, saya akan menjadi seperti murid abadi, menghabiskan seluruh waktu saya dengan terkurung di ruang kelas."
Sementara itu, Rima Zaqqout (17) yang juga tinggal di sekolah tersebut mengatakan pantai menjadi semacam tempat rehat bagi dia dan saudaranya.
“Kami membawa sampo untuk memandikan anak-anak,” kata Zaqqout.
“Terkadang kami berenang. Kami menjalani masa-masa yang amat sulit.”
Baca juga: Israel Akui Sulit Kalahkan Hamas, Mereka Punya Labirin Terowongan Bawah Tanah di Seluruh Gaza
Kurangnya sanitasi
Gaza sudah didera masalah sanitasi bahkan sebelum perang Hamas-Israel meletus.
Limbah di sana terpaksa dibuang ke laut karena kurangnya infrastruktur sanitasi dan aliran listrik.
Diperkirakan ada 100 hingga 108 juta liter limbah yang dibuang ke laut dan memicu penyakit yang menyerang warga Gaza.
Limbah itu bahkan disebut sebagai penyebab utama kematian anak-anak di Gaza.
Di Gaza terdapat tiga pipa utama yang mengalirkan air di Jalur Gaza. Namun, pipa itu dikontrol oleh Israel.
Sejak tanggal 8 Oktober 2023 pipa dari Israel ke Gaza utara ditutup.
Sementara itu, pipa air ke kawasan Khan Younis diaktifkan kembali tanggal 15 Oktober. Namun, aliran air dimatikan lagi dua pekan kemudian.
Baca juga: 1,6 Juta Warga Gaza Jadi Pengungsi, Ribuan Menyelamatkan Diri ke Selatan dengan Berjalan Kaki
Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) menyebut dari tanggal 21 hingga 1 November 2023 hanya ada 26 truk yang datang untuk membawa bantuan air ke Jalur Gaza.
Jumlah itu jauh kata dari mencukupi untuk warga Gaza yang berjumlah 2,3 juta jiwa.
Bencana lingkungan
Khalil al-Degran, seorang dokter di Rumah Sakit Martir al Aqsa, mengatakan telah terjadi “bencana kesehatan dan krisis kesehatan” karena banyaknya warga Palestina yang mengungsi di gedung sekolah.
“Rata-rata ada 70 orang yang tinggal di satu ruang kelas dalam kondisi tidak bersih,” kata al-Degran.
“Akibatnya, ada banyak penyakit dan infeksi yang menyebar.”
Dia menyebut kurangnya aliran listrik dan air bersih memperparah situasi di sana.
“Karena kurangnya air mengalir yang bersih, beberapa pengungsi terpaksa pergi ke laut untuk mencuci pakaian atau mandi,” ujarnya.
Baca juga: Koridor Kematian Bagi Pengungsi Gaza: Dihujani Tembakan Israel, 1 Toilet Buat 600 Orang di Selatan
(Tribunnews/Febri)
Sumber: TribunSolo.com
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.