Konflik Palestina Vs Israel
Narasi ISIS Sudah Basi, Situasi Berbalik Bagi Pasukan AS: Ilegal, Jadi Buruan Milisi Perlawanan Irak
Pasukan AS kini bukan lagi jadi pemburu tetapi jadi buruan bagi milisi perlawanan di Irak yang melancarkan serangan intensif
Situasi Berbalik Saat Narasi ISIS Jadi Basi, Pasukan AS Kini Ilegal dan Jadi Target Milisi Perlawanan Irak
TRIBUNNEWS.COM - Bentrokan langsung antara pasukan Amerika Serikat (AS) dan kelompok-kelompok bersenjata di Irak bukanlah hal baru, lantaran Washinton sudah lama menginvasi negara tersebut selama bertahun-tahun.
Namun kini situasi justru terbalik. Jika selama ini pasukan AS menjadi pembidik milisi-milisi di Irak, belakangan kelompok-kelompok Irak justru menargetkan militer AS sebagai sasaran serangan dalam upaya menghentikan agresi Washington yang tiada henti.
Baca juga: Iran Bakal Balas Israel Atas Kematian Dua Anggota Pasukan Garda Revolusi di Suriah
Sebuah ulasan analisis di TC oleh koresponden mereka di Irak menyebut, perlawanan dan utamanya -kesadaran- para milisi di Irak akan penolakan kehadiran pasukan AS di tanah air mereka makin menggebu karena dipicu perlawanan milisi pembebasan Palestina, Hamas terhadap pasukan pendudukan Israel di Gaza.
"Perang pada bulan Oktober 2023, yang dimulai dengan operasi Banjir Al-Aqsa oleh kelompok perlawanan Palestina dan (dibalas) serangan brutal Israel di Gaza, telah meluas hingga ke Bagdad, di mana faksi-faksi perlawanan Irak meluncurkan serangan drone dan rudal ke pangkalan-pangkalan AS setelah memperingatkan Washington untuk menghentikan dukungan militernya ke Tel Aviv," tulis ulasan tersebut menjelaskan bagaimana ihwal aset-aset militer AS di Irak makin intensif kena serangan.
AS belakangan meresponsnya dengan menargetkan markas besar Unit Mobilisasi Populer (PMU) Irak – menewaskan tiga belas anggotanya, melukai banyak orang lainnya.
Serangan balasan AS ini meningkatkan ketegangan antara Baghdad dan Washington.
Serangan AS itu juga memantik dan menghidupkan kembali seruan yang sudah ada sebelumnya untuk mengusir pasukan militer AS dari negara tersebut.
"Dasar hukum untuk hal ini sudah ada: segera setelah pembunuhan ilegal AS terhadap Wakil Pemimpin PMU Abu Mahdi al-Muhandis dan Komandan Pasukan Quds Iran Qassem Soleimani pada bulan Januari 2020, parlemen Irak memutuskan untuk mengakhiri "koalisi internasional" dan mendepak pasukan asing dari negara tersebut.
Baca juga: Gencatan Senjata Berakhir, Milisi Yaman-Irak Siap Tempur: Laut Merah Terlarang, Kota Eilat Incaran

Menjaga Kedaulatan Irak
Pada bulan September, saat berada di Washington, Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani mengatakan kepada CNN kalau Irak tidak lagi membutuhkan pasukan tempur, baik dari Amerika Serikat atau dari negara koalisi lainnya.
Hal ini lantaran ISIS tidak lagi menjadi ancaman.
Selama ini, keberadaan ISIS adalah tema dan pembenaran bagi AS untuk menempatkan pasukan-pasukan mereka di negara-negara yang mereka anggap strategis untuk memerangi kelompok tersebut.
"Tema ini lebih sering disuarakan oleh para pejabat dan lembaga pemikir AS, seperti dalam penilaian Carnegie Endowment yang menggambarkan dengan jelas mengapa ISIS tidak dapat bangkit kembali baik di Suriah maupun Irak, tulis ulasan TC.
Pada 15 November, Senator AS Rand Paul memperkenalkan rancangan undang-undang Kongres untuk memindahkan pasukan AS dari Suriah, dengan alasan kalau Amerika “sudah muak dengan perang tanpa akhir di Timur Tengah (Asia Barat).”
“Namun, 900 tentara AS tetap berada di Suriah tanpa ada kepentingan vital AS yang dipertaruhkan, tidak ada definisi kemenangan, tidak ada strategi keluar, dan tidak ada izin kongres untuk berada di sana,” tulis ulasan tersebut menjelaskan ada hal lain yang membuat AS tetap bersikukuh menempatkan pasukan mereka di negara orang.
Anggota parlemen Irak Ammar al-Shibli mengatakan kepada TC kalau saat ini, pasukan keamanan Irak dapat menangani pertempuran internal atau eksternal apa pun, dan kehadiran pasukan AS tidak diperlukan lagi, terutama setelah ISIS sudah menjadi 'masa lalu'.
”Menyusul serangan AS terhadap pasukan PMU, Baghdad mengecam keras operasi tersebut sebagai “eskalasi yang berbahaya,” sebuah pelanggaran terhadap kedaulatan Irak, dan sebuah pelanggaran terhadap misi koalisi internasional melawan ISIS," tulis ulasan TC soal serangan AS ke markas PMU.
Sebagai informasi PMU merupakan pasukan garis depan Irak di hampir semua pertempuran di negara itu melawan ISIS, kelompok yang justru katanya ingin diperangi AS di tanah Irak.
Pada tanggal 22 November, tanpa menyebut AS secara langsung, juru bicara pemerintah Irak, Bassem al-Awadi, mengumumkan:
“Pemerintah Irak semata-mata berdedikasi untuk menegakkan hukum dan meminta pertanggungjawaban pelanggar, sebuah hak prerogatif yang semata-mata merupakan kewenangannya. Tidak ada pihak atau lembaga asing yang berhak mengambil peran ini, karena hal ini bertentangan dengan kedaulatan konstitusional Irak dan hukum internasional.”
Pernyataan ini memicu kemarahan di antara partai-partai politik Irak, di mana sebagian besar merupakan pendukung faksi milisi perlawanan.
Bagi mereka, pernyataan pemerintah Irak tersebut terlalu kalem, tidak mencapai tingkat respons yang sebenarnya terhadap kejahatan AS di Abu Ghraib dan Jurf al-Sakhar.
Seorang pejabat senior Irak, yang menolak disebutkan namanya, mengatakan ke TC kalau pemerintahannya "diperas oleh Amerika Serikat melalui duta besar AS untuk Irak, Alina Romanowski, yang telah menyampaikan beberapa 'pesan' dari Washington mengenai hal ini."
Dia mengatakan, AS mengancam akan memutus hubungan dan mencegah masuknya dana - khususnya dolar AS - ke Irak," mengacu pada blokade ekonomi yang mengingatkan pada blokade ekonomi yang diberlakukan Washington terhadap Irak antara tahun 1991 dan 2003.
Ancaman-ancaman ini disampaikan kepada faksi-faksi politik dan bersenjata baik secara langsung maupun melalui perantara.
"Beberapa kelompok perlawanan Irak telah mundur, namun faksi terkemuka seperti Kataib Hizbullah, Ansar Allah al-Wafa, Harakat al-Nujaba, dan Kataib Sayyid al-Shuhada menentang berbagai ultimatum dari Washington," tulis laporan TC.
Seruan Agar AS Tarik Pasukan Kian Kencang
Seruan agar AS menarik pasukan mereka dari Irak kini makin kencang, baik secara diplomatis maupun secara praktis.
Analis politik Irak, Ali al-Shammari, dilansir TC, mengatakan, koalisi internasional yang selama ini digaungkan AS untuk tetap berada di negara tersebut, cuma kedok.
“Apa yang disebut koalisi internasional adalah kebohongan Amerika untuk melanjutkan aktivitas mencurigakan untuk memperkuat pengaruh AS di kawasan, dan agar Amerika kembali ke Irak setelah penarikan mereka pada tahun 2011 di implementasi Perjanjian Kerangka Strategis,” kata dia.
Perang Gaza antara Hamas vs Israel dinilai jadi semacam booster bagi milisi-milisi perlawan Irak yang memang sudah muak ke AS.
"Sejak 17 Oktober, faksi-faksi perlawanan Irak telah terlibat dalam perang yang sangat nyata melawan pasukan militer AS karena dukungan Washington terhadap serangan Israel yang tidak pandang bulu dan belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza. Faksi-faksi tersebut juga menargetkan pasukan ilegal AS yang berbasis di Suriah," tulis ulasan TC.
Pada 21 November 2023, sebagai balasan atas serangan dari pesawat tak berawak AS yang menewaskan seorang anggota PMU pada hari yang sama, pangkalan udara Ain al-Assad yang terkenal di Irak barat untuk pertama kalinya menjadi sasaran rudal balistik jarak pendek.
Malam harinya, pasukan AS membalas dengan menembaki markas PMU di daerah Jurf al-Sakhar, barat daya Bagdad.
Pengeboman markas besar PMU telah sangat mengejutkan kalangan politik dan masyarakat, terutama mengingat fakta bahwa PMU adalah bagian dari aparat keamanan resmi Irak dan beroperasi di bawah komando perdana menteri dan panglima angkatan bersenjata negara tersebut.
Ketua koalisi politik Nebni dan komandan pasukan Badr Hadi al-Amiri telah menyerukan penarikan pasukan AS dari Irak “segera,”.
Dia mengatakan kalau keputusan parlemen Irak untuk meminta AS menarik pasukan pada tahun 2020 sudah jelas.
“Keinginan dan hukum Irak harus dihormati, karena tidak ada lagi pembenaran hukum atas kehadiran pasukan tersebut. Pasukan Irak tidak lagi membutuhkan pelatihan asing. Kami memiliki akademi dan pelatih lokal yang mampu melakukan hal ini. Alasan para penasihat (military advisor) adalah kebohongan Amerika," katanya.
Selain itu, terdapat implikasi hukum bagi pasukan koalisi internasional di Irak setelah AS mengebom barak PMU.
Menurut pakar hukum Muayad al-Musawi, “dengan mengebom pasukan keamanan resmi Irak, pasukan AS secara hukum telah mengklasifikasikan ulang diri mereka sebagai pasukan penyerang. Tidak ada kekuatan pendudukan yang berhak membenarkan serangannya terhadap kekuatan sah yang membela negaranya.”
Milisi Perlawanan akan Merespons
Pada 22 November, Komando Pusat AS di Irak mengumumkan kalau pasukannya melakukan serangan presisi secara terpisah terhadap dua fasilitas di Irak.
Serangan tersebut merupakan respons langsung terhadap serangan terhadap pasukan AS dan Koalisi yang dilakukan oleh Iran dan kelompok yang didukung Iran, termasuk serangan di Irak pada tanggal 21 November, yang melibatkan penggunaan rudal balistik jarak dekat.
Qais al-Khazali, sekretaris jenderal Asaib Ahl al-Haq, mengutuk operasi pemboman AS yang “brutal dan berbahaya” terhadap pasukan Irak dan menyerukan tindakan hukum terhadap militer AS sesuai dengan hukum internasional, pengusiran pasukan mereka dari Irak. Irak, dan pemulihan kedaulatan penuh atas wilayah udara Irak – tanpa kekebalan bagi pasukan AS.
Hussein Munis, ketua gerakan Hak Asasi Manusia, menekankan kalau pertempuran melawan ISIS seperti di Abu Ghraib dan Jurf al-Sakhar – yang dibebaskan PMU pada tahun 2014, menandai kemenangan paling signifikan melawan ISIS di Irak – hanya berfungsi untuk menyoroti perlunya mengakhiri kehadiran pasukan koalisi internasional, khususnya Amerika, di Irak.
Munis menuduh Washington menggunakan militernya sebagai kekuatan pendudukan yang mengabaikan kedaulatan Irak – yang telah mengubah Irak menjadi medan perang persaingan di Asia Barat dan basis regional tempat AS memata-matai negara-negara tetangga.
Serangan AS terhadap PMU telah menggerakkan pihak lain untuk mengambil tindakan langsung.
Saud al-Saadi, anggota parlemen untuk blok Hak Asasi Manusia, telah meluncurkan upaya untuk mengumpulkan tanda tangan untuk sidang parlemen luar biasa guna mengadili AS atas tindakannya di Irak.
Ia juga mengatakan sudah saatnya pemerintah Irak menerapkan keputusan parlemen untuk mengusir pasukan Amerika dari tanah Irak.
Ada sejarah buruk mengenai serangan AS terhadap pasukan keamanan Irak, termasuk PMU, yang dimulai pada tahun 2014.
"Selama beberapa tahun berikutnya, terdapat lusinan serangan yang ditargetkan oleh koalisi internasional yang bertujuan untuk mengurangi kemampuan militer Irak dan gudang senjatanya - baik dengan memperkuat kekuatan teroris yang berbasis di Irak seperti Al Qaeda dan ISIS, atau melalui penargetan militer langsung terhadap unit keamanan Irak," tulis ulasan TC yang menguatkan tudingan kalau ISIS cuma boneka Wahington.
Daftar operasi anti-Irak yang dilakukan AS dan koalisi sangat panjang dan mengejutkan, dan beberapa di antaranya masih memuat rincian. TC merangkumnya sebagai berikut:
- Pada 19 Oktober 2014, pesawat tempur AS mengebom Komando Operasi Gabungan Irak dan PMU untuk mencegah mereka maju dan membasmi militan ISIS di wilayah Al-Rafoush, Al-Mahasna, dan Bustan Al-Chalabi yang terletak di poros Duwailiba, barat Baghdad, membunuh komandan resimen dan delapan tentaranya.
- Pada tanggal 18 Januari 2015, pesawat AS mengebom markas besar Brigade ke-52 Angkatan Darat Irak dengan pertemuan Mobilisasi Populer di Baiji, menewaskan 80 pejuang dan melukai puluhan lainnya.
- Dua bulan kemudian, pada 12 Maret, pesawat AS menargetkan wilayah Abu Diab dan menyerbu posisi Divisi 14 tentara Irak, menewaskan lima puluh tentara lagi dan melukai puluhan lainnya.
- Pada 6 Juni 2016, Adnan al-Shahmani, mantan anggota parlemen partai politik Negara Hukum, mengungkapkan bahwa pesawat koalisi internasional menargetkan markas Divisi 17 dan lokasi operasi salah satu PMU di Al-Karma, membunuh enam pejuang perlawanan dan melukai delapan orang.
- Tiga minggu kemudian, pesawat tempur AS mengebom pasukan keamanan gabungan tentara dan suku yang menyerang pertemuan 150 militan ISIS di daerah Hawija Al-Abar di pusat desa Al-Manaseer, selatan Fallujah, menewaskan dua tentara dan melukai delapan orang.
- Di Tal Afar, pada 24 November, sebuah drone AS menargetkan pertemuan PMU di markas bandara Tal Afar, menyebabkan banyak korban jiwa. Di Anbar, dekat perbatasan Irak-Suriah, unit Brigade ke-14 PMU yang berafiliasi dengan Brigade Sayyid al-Shuhada, langsung dibom oleh AS pada 7 Agustus 2017, menewaskan empat puluh tentara dan melukai lainnya.
- Pada 19 Juni 2018, angkatan udara AS menyerang markas Kataib Hizbullah di perbatasan dengan Suriah, menewaskan 22 pejuang dan melukai 12 lainnya.
- Penargetan meningkat pada tahun 2018, dengan pemboman tujuh depot senjata PMF, termasuk dua di Laut Najaf pada tanggal 7 Juni, satu lagi di daerah Seyouf di Babil pada tanggal 30 Juni, dan yang ketiga di barat Karbala pada tanggal 6 Agustus.
- Tahun tersebut diakhiri dengan penargetan sebuah gudang di Dujail, selatan Salahuddin, pada 19 September, dan satu lagi di Tuz Khurmatu pada 2 Oktober.
- Pada tahun 2019, penembakan menargetkan Muzna di distrik Baiji pada tanggal 6 Juni, dan satu lagi di dekat Pangkalan Udara Balad pada tanggal 20 Agustus. Hasil penyelidikan atas kejadian tersebut menunjukkan adanya keterlibatan pesawat Israel dalam pengeboman tersebut.
Karena itu, tidaklah berlebihan untuk mengatakan kalau bentrokan langsung antara pasukan militer AS dan Irak sudah ada sebelum serangan Israel di Gaza dan dukungan AS terhadap serangan Tel Aviv tersebut.
Namun, saat ini, perbedaannya terutama terletak pada pembalikan peran, dengan pasukan dan faksi Irak yang memulai sebagian besar serangan – lebih dari 70 serangan terhadap sasaran militer AS di Irak dan Suriah hingga saat ini.
Saat ini, ketika perang yang didukung AS di Gaza terus meningkat, faksi Poros Perlawanan Irak, termasuk PMU , kemungkinan akan mengintensifkan operasi terhadap tidak hanya sasaran militer AS namun juga mengarahkan perhatian mereka secara lebih luas pada kepentingan penting AS lainnya di wilayah tersebut.
(oln/*/TC)
Konflik Palestina Vs Israel
Hamas Ungkap Isi Perjanjian Tahap 1 dengan Israel, Dapat Jaminan dari AS |
---|
Israel Sahkan Perjanjian Gencatan Senjata Tahap Pertama di Gaza |
---|
Hamas Ultimatum Israel: Nama Marwan Barghouti Harus Masuk Daftar Pembebasan Sandera Sabtu Ini |
---|
Indonesia Tutup Pintu untuk Atlet Gimnastik Israel, Visa Dibatalkan |
---|
Pemerintah Indonesia Tolak Visa Atlet Israel Untuk Kejuaraan Dunia Senam di Jakarta |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.