Sabtu, 15 November 2025
Deutsche Welle

Sejumput Kisah Cina Benteng dan Jejak Nestapa Perempuan Tionghoa Dulu

Pernahkan ke kawasan Pecinan Tangerang? Kawasan ini menyimpan beragam kisah, sejarah akulturasi peradaban Tionghoa di Pulau Jawa.…

Deutsche Welle
Sejumput Kisah Cina Benteng dan Jejak Nestapa Perempuan Tionghoa Dulu 

Saat menelusuri jalan Cilame, Tangerang, bangunan tua dikenal sebagai "Museum Benteng Heritage” tampak berdiri megah-- di tengah riuhnya transaksi jual-beli di dalam Pasar Lama.

Bangunan berarsitektur tradisional Tionghoa yang direstorasi pada 2009 itu diperkirakan dibangun pada pertengahan abad ke 17, merupakan bangunan tertua di kota Tangerang.

Pemilik museum adalah seorang pengusaha Tionghoa Indonesia, bernama Udaya Halim yang menetap di Australia. Museum Benteng Heritage yang bersejarah itu bukan milik dan dikelola pemerintah daerah Tangerang.

Banyak artefak kuno nan unik dapat dilihat di sini seperti patung epik cerita Sam Kok hingga Da Chin buatan abad ke 19. Da Chin atau alat penghisap opium biasa digunakan di Tiongkok, Jepang, dan Korea, juga digunakan Suku Hmong dan Miao di Burma (Myanmar sekarang). Begitu juga terdapat karya-karya sastra Tiongkok yang diterjemahkan oleh penyadur Oey Kim Ting, seperti karya sastra Sie Djin Koei, Sia Tiauw Eng Hiong dan karya lainnya.

Begitu pun sejarah mendaratnya bangsa Tiongkok di Tangerang. Konon, armada kapal di bawah Tjen Tjie Lung (Halung) membawa rombongan sekitar 300 kapal jung besar dan kecil-- membawa hampir 30 ribu pengikut dan mendarat di Teluk Naga (Tangerang) pada 1407. Tjen Tjie Lung pun diyakini sebagai nenek moyang penduduk Tionghoa Tangerang (Cina Benteng).

"Saya tidak berani mengatakan armada kapal Tjen Tjie Lung yang mendarat di Teluk Naga itu merupakan rombongan (anak buah) Laksamana Cheng Ho, tidak ada data dan bukti sejarah yang otentik, "ujar Oey Tjin Eng, pustakawan Kelenteng Boen Tek Bio.

Kisah kelenteng tua "Boen Tek Bio”

Sekitar 100 meter dipersimpangan Jalan Cilame dan Jalan Bhakti, kelenteng Boen Tek Bio berdiri kokoh. Keberadaan Boen Tek Bio tak lepas dari kisah pendaratan Tjen Tjie Lung di Teluk Naga.

Tepatnya di Muara Sungai Cisadane pada 1407. Meski kedatangan orang Tionghoa pertama kali ke Tangerang belum diketahui secara pasti.

Tapi serat sejarah Sunda berjudul "Tina Layang Parahyangan” mencatat pendaratan pertama rombongan armada Tjen Tjie Lung.

Saat itu pusat Kota Tangerang di bawah pemerintahan Sanghyang Anggalarang, selaku wakil dari Kerajaan Pajajaran.

Dari pintu gerbang. Bau asap hio dibakar menyusup hingga menembus rongga hidung, sedikit menyengat. Beberapa umat melakukan ritual pemujaan (sembahyang) di sore hari.

Di halaman depan terdapat Thian Shin Lou atau Tian Gong Lue, merupakan tempat menancapkan hio untuk Tuhan Yang Maha Esa. Tempat menancapkan hio itu disumbang oleh Oei Goat Hoa pada abad ke 19 periode Kong Ki Hai (pada 1839).

Kelenteng Boen Tek Bio merupakan bangunan tua berarsitektur tradisional Tiongkok yang didirikan pada 1684. Sebelumnya Kelenteng Boen Tek Bio pada 1844 masih berupa rumah, belum direnovasi menjadi bangunan megah.

Pemugaran besar-besaran dilakukan pada tahun Naga (Liong). Pekerja dan para ahli bangunan khusus didatangkan dari negeri Tiongkok-- sehingga Ceng Sin dan Kimsin yang dipuja Dewi Kwan Im Hud Chow, serta Kimsin Kongco Kha Lam Ya, Kimsin Kongco Hok Tek Ceng Sin dan Komsin Kongco Kwan Seng Tee Kun dititipkan sementara di Kelenteng Boen San Bio, yang jaraknya tak begitu jauh dari Kelenteng Boen Tek Bio.

"Tahun 2012 lalu, ramai perayaan arak-arakan Gotong Tepekong, yang diperingati 12 tahun sekali," seru Desi. Kelenteng Boen Tek Bio memang memiliki prosesi Dewi Kwan Im Hud Cow setiap 12 tahun sekali atau dikenal dengan Gotong Toapekong, perayaan yang jatuh pada hitungan ke 14.

Sumber: Deutsche Welle
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved