Sejumput Kisah Cina Benteng dan Jejak Nestapa Perempuan Tionghoa Dulu
Pernahkan ke kawasan Pecinan Tangerang? Kawasan ini menyimpan beragam kisah, sejarah akulturasi peradaban Tionghoa di Pulau Jawa.…
Masyarakat Tionghoa Tangerang mempercayai keajaiban Dewi Kwan Im Hud Cow sebagai pelindung dan bisa memberikan berkah. Seperti peristiwa 1883 silam, saat Gunung Krakatau meletus hingga terjadi banjir di Kota Tangerang. Namun Kelenteng Boen Tek Bio tidak mengalami kebanjiran.
Juga cerita-cerita keajaiban lainnya yang tak kalah seru. Pada pertengahan 1887, ditengah malam sungai Cisadane meluap-- membanjiri kota Bogor dan Tangerang, banyak hewan ternak mati dan penduduk tak berdaya melihat harta bendanya hanyut terbawa arus air.
Anehnya, air mengalir ke sisi kiri dan kanan dari Kelenteng Boen Tek Bio-- sehingga halaman depan dan belakang Kelenteng tidak tergenang air. Penduduk Tangerang pun banyak berlindung di Kelenteng Boen Tek Bio dan semakin mempercayai Dewi Kwan Im Hud Couw sebagai pelindung.
Cerita lainnya, ketika 1942 Jepang masuk keTangerang dan menjatuhkan dua bom mortir. Satu bom jatuh diatas wuwungan Kelenteng Boen Tek Bio dan satu bom lagi jatuh ditembok belakang Kelenteng, tapi kedua bom itu tidak meledak. Bahkan masih banyak cerita-cerita tentang Kelenteng Boen Tek Bio yang dipercayai masyarakat Tionghoa Tangerang.
Legitnya kuliner di Petak Sembilan
Kedatangan bangsa Tiongkok ke Tangerang menandai proses akulturasi dengan masyarakat lokal. Sejak kapal rombongan Tjen Tjie Lung terdampar di Teluk Naga pada 1407 silam, karena kerusakan dan kehabisan perbekalan.
Tak ayal, sembilan gadis Tionghoa pun dipersunting para prajurit Sanghyang Anggalarang dengan kompensasi sebidang tanah. Sedangkan para lelaki Tionghoa menikahi perempuan-perempuan lokal.
Jadilah dikenal dengan istilah "Peranakan Tionghoa” dan terus berkembang memperluas lahan-lahan baru di Desa Pangkalan di sekitar Teluk Naga, di kawasan itu mereka mengaku sebagai Tang Lang atau Tang Ren (orang Dinasti Tang).
Sejak itu penduduk Tionghoa tumbuh pesat-- mencari lahan-lahan baru, dari jalur sungai hingga daerah lainnya seperti Pasar Lama, Pasar Baru hingga Serpong.
Keberadaan penduduk Tionghoa terbukti dengan berdirinya Kelenteng Tua; Boen Tek Bio, Boen San Bio dan Boen Hay Bio. Orang-orang Tionghoa Tangerang bertambah-- tatkala pembantaian etnis Tionghoa terjadi di Batavia dilakukan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di bawah Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier pada 1740. Mereka melarikan diri ke Tangerang, Bekasi, Pondok Cabe, Pondok Jagung, Pondok Aren, Pondok Pinang, bahkan hingga Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tradisi kuliner peranakan Tionghoa pun menjadi ciri khas kawasan Pecinan Tangerang. Salah satunya pembuatan kecap Benteng cap "Teng Giok Seng” industri rumahan yang didirikan oleh Teng Hay Seng sejak 1882.
Kecap terbuat dari bahan baku campuran kedelai hitam pilihan, gula merah dan garam, yang menyebabkan warna kecap manis menjadi hitam kecoklatan begitu pekat dan hitam legam.
Pengolahannya masih menggunakan cara-cara manual-- dimasak menggunakan wajan besar di atas tungku dan diaduk oleh empat lelaki secara bergantian dengan serok kayu besar.
Kini, usaha kecap Teng Giok Seng dikelola oleh Setiyadi alias Tek Kiam yang merupakan generasi ke-4. Dikelola oleh satu garis keturunan. Setiyadi membuat kecap dibantu 11 orang pekerjanya, dari memasak bahan baku hingga pengemasan.
"Mereka bekerja mengolah kecap sudah 40 tahun. Dari saya masih kecil. Biasanya bekerja dari jam 08.00 sampai jam 13.00, "ujar Setiyadi. Usaha kecap legendaris Tek Giok Seng itu hanya mampu memproduksi 200-300 botol per hari, tergantung kemampuan atau pesanan. "Maklumlah, sekarang tidak seperti dulu.
Sekarang banyak kecap produksi pabrik, yang produksi rumahan banyak bangkrut. Paling kita jualnya di Jakarta dan Tangerang sekitar sini, "ujar Setiyadi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.