Sabtu, 23 Agustus 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Cekcok Mesir-Israel Makin Menjadi-jadi, Kairo Tegaskan Israel Haram Kuasai Perlintasan Rafah

Perselisihan antara Mesir dan Israel makin menjadi-jadi setelah negara Zionis nekat menguasai perlintasan Rafah di Jalur Gaza.

Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Sri Juliati
Laman IDF
Foto memperlihatkan empat tank Israel menyerbu perlintasan Rafah di Jalur Gaza. 

TRIBUNNEWS.COM – Perselisihan antara Mesir dan Israel makin menjadi-jadi setelah negara Zionis nekat menguasai perlintasan Rafah di Jalur Gaza.

Mesir sebenarnya adalah salah satu juru penengah dalam perundingan antara Hamas dan Israel.

Negara di Afrika Utara itu berupaya agar terjadi gencatan senjata Hamas-Israel dan pertukaran sandera.

Meski demikian, Mesir acap kali memperingatkan Israel tentang pelanggaran perjanjian perdamaian tahun 1979.

Sayangnya peringatan Mesir itu tak digubris oleh Israel. Militer Zionis pekan lalu masuk ke Rafah dan mengontrol perlintasan itu.

Banyak yang meragukan Mesir akan memutuskan hubungan dengan Israel karena invasi Israel ke Rafah.

Akan tetapi, masuknya Israel ke Rafah itu jelas menandakan meningkatnya ketegangan antara Mesir dan Israel.

Di samping itu, pada Minggu, (12/5/2024), Mesir mengatakan bakal bergabung dengan Afrika Selatan untuk menggugat Israel di Mahkamah Internasional (ICJ) dalam kasus genosida di Gaza.

Asap membumbung ke udara setelah pengeboman oleh Israel di Kota Rafah di Gaza Selatan pada 11 Februari 2024.
Asap membumbung ke udara setelah pengeboman oleh Israel di Kota Rafah di Gaza Selatan pada 11 Februari 2024. (AFP/Al Mayadeen)

Tegaskan tindakan Israel ilegal

Tentara Israel menguasai perlintasan Rafah pada tanggal 7 Mei dan menutupnya.

Perlintasan itu menjadi pintu masuk utama untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan di Gaza.

Baca juga: Memanas, Mesir Mendadak Batalkan Rapat Militer dengan Israel, Tel Aviv Anggap Kairo Berkhianat

Menteri Luar Negeri Israel Sameh Shoukry menyebut Israel harus bertanggung jawab atas tindakannya.

“Bertanggung jawab atas penutupan perlintasan Rafah di sisi Palestina,” kata Shoukry pada hari Minggu dikutip dari The New Arab.

Dia turut menyinggung perjanjian normalisasi hubungan dengan Israel yang menjadi pilihan Mesir.

“[Perjanjian normalisasi dengan Israel] telah menjadi pilihan strategis Mesir selama 40 tahun, hal itu memiliki mekanisme sendiri … untuk menyelidiki setiap pelanggaran dan mengatasinya,” katanya.

Sementara itu, mantan Perdana Menteri Mesir Nabil Fahmy meyakini saat ini tidak ada ruang untuk kerja sama antara Mesir dan Israel lantaran Israel menguasai perlintasan Rafah.

Kepada Ashraq Al-Awsat, Fahmy mengatakan negaranya tidak akan menerima pilihan selain penguasaan perlintasan Rafah oleh orang Palestina.

Dia turut berujar bahwa penguasaan perlintasan itu oleh Israel adalah hal yang tidak sah.

Di samping itu, dia percaya bahwa Israel tidak ingin menyudahi perang di Gaza.

Fahmy ragu bahwa gencatan bisa terwujud jika Israel tetap menggunakan pendekatan saat ini.

Ikuti jejak Afrika Selatan

Mesir sudah resmi mengatakan akan bergabung dengan Afrika Selatan untuk menggugat Israel di ICJ atas kasus genosida di Gaza.

Baca juga: Mesir akan Bergabung Afrika Selatan Melawan Israel dalam Kasus Genosida di Pengadilan tinggi PBB

Dalam gugatan itu, Israel dituding melanggar kewajibannya menurut Konvensi Genosida dalam perangnya di Gaza.

Kementerian Luar Negeri Mesir pada hari Minggu menyebut negaranya ingin bergabung dengan Afrika Selatan karena meningkatnya agresi Israel terhadap warga sipil Palestina.

“Pengajuan [gugatan] itu muncul karena meningkatnya kekerasan dan cakupan dalam serangan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza, dan praktik sistematis yang jahat terhadap rakyat Palestina, termasuk langsung menargetkan warga sipil dan penghancuran infrastruktur di Gaza, mendesak warga Palestina untuk melarikan diri,” kata kementerian itu dalam pernyataannya, dikutip dari Al Jazeera.

Adapun Afrika Selatan mengajukan gugatan terhadap Israel pada bulan Januari lalu. Negara itu mendakwa Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza.

Para pengunjuk rasa mengambil bagian dalam demonstrasi solidaritas terhadap penduduk Palestina, saat Mahkamah Internasional (ICJ) menyampaikan keputusannya setelah sidang kasus melawan Israel yang diajukan oleh Afrika Selatan, pada 26 Januari 2024.
Para pengunjuk rasa mengambil bagian dalam demonstrasi solidaritas terhadap penduduk Palestina, saat Mahkamah Internasional (ICJ) menyampaikan keputusannya setelah sidang kasus melawan Israel yang diajukan oleh Afrika Selatan, pada 26 Januari 2024. (KOEN VAN WEEL / ANP / AFP)

Saat ini jumlah warga Gaza yang tewas akibat serangan Israel sudah mencapai lebih dari 35.000 orang. Sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak.

ICJ dalam putusannya atas gugatan itu menyatakan ada risiko genosida di Gaza.

Kemudian, ICJ meminta Israel untuk mengambil langkah sementara, termasuk mencegah tindakan genosida terjadi.

Tak hanya Mesir, Turki dan Kolombia pun akan bergabung dengan Afrika Selatan untuk menggugat Israel.

(Tribunnews/Febri)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan