UKT mahal, calon mahasiswa baru USU mundur - 'Cita-cita saya ingin kuliah tapi tidak terkabul'
Janji Mendikbudristek, Nadiem Makarim, yang bakal menghentikan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) disebut hanya 'omong kosong' selama…
"Itu harapan keluarga agar saya kuliah."
Ketika Naffa diterima kuliah di USU lewat jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) pada tanggal 26 Maret 2024, keluarganya senang sekali.
Naffa juga mengaku bahagia karena Sastra Arab adalah favoritnya. Sejak sekolah di SD sampai SMP, Naffa pintar berbahasa Arab.
Namun kebahagiaan itu hanya sesaat, ketika tahu biaya kuliah di Sastra Arab mencapai Rp8,5 juta per semester.
Perempuan lulusan SMK 1 Medan dan keluarganya ini sontak terkejut. Dia pun tidak yakin bisa kuliah di USU karena keluarganya hanya mampu membayar UKT sekitar Rp3 juta.
"Kata abang, kalau UKT diturunkan abang saya sanggup membiayai kuliah saya. Tapi kalau tidak bisa, abang saya tidak sanggup," katanya pasrah.
Ia juga bercerita sempat mau mengajukan permohonan untuk pengurangan biaya UKT, tapi urung karena kesibukan sang abang.
Kini dia cuma berharap USU menurunkan uang kuliah untuk mahasiswa baru.
Kalaupun tidak bisa kuliah tahun ini, Naffa bakal kerja mengumpulkan uang untuk biaya kuliah di tahun depan. Orangtuanya menyatakan setuju dengan rencana itu.
Jika uangnya sudah terkumpul, dia akan melanjutkan kuliah di Sastra Arab USU. Tapi, jika biaya kuliah tetap mahal Naffa terpaksa menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).
"Selama setahun ini kerja dulu, tahun depannya baru kuliah. Cita-cita saya ingin kuliah di USU," katanya.
Uang Kuliah Tunggal (UKT) di USU mengalami kenaikan 30% - 50% dibandingkan tahun sebelumnya. UKT di USU terdiri dari delapan kelompok. Kenaikan terjadi pada kelompok UKT 3 sampai 8.
Kenaikan UKT tertinggi berada di Fakultas Kedokteran Gigi. UKT kelompok 8 di Fakultas Kedokteran Gigi sebesar Rp10 juta di 2023. Saat ini UKT tertinggi Fakultas Kedokteran Gigi sebesar Rp17 juta.
'Janji omong kosong'
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, mengatakan apa yang dialami Naffa dan sejumlah camaba lain yang memutuskan mundur gara-gara tak sanggup membayar UKT kian membuktikan bahwa Permendikbudristek nomor 2 tahun 2024 memang tidak berkeadilan dan inklusif seperti yang diklaim Menteri Nadiem Makarim selama ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.