UKT mahal, calon mahasiswa baru USU mundur - 'Cita-cita saya ingin kuliah tapi tidak terkabul'
Janji Mendikbudristek, Nadiem Makarim, yang bakal menghentikan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) disebut hanya 'omong kosong' selama…
JPPI, kata Ubaid, menawarkan solusi agar Permendikbudristek 2 tahun 2024 segera dicabut saja dan mengembalikan fungsi perguruan tinggi sebagai lembaga non-profit.
Dengan begitu skema bantuan pembiayaan dari pemerintah untuk perguruan tinggi negeri yang tadinya mencapai 80%-90% dapat diterapkan kembali.
Pasalnya setelah muncul status perguruan tinggi negeri berbadan hukum, bantuan pembiayaan dari pemerintah tak lebih dari 30% sehingga akibatnya kampus membebankan ongkos operasional kepada mahasiswa dalam bentuk uang kuliah tunggal.
"Kampus murni untuk mencerdaskan bangsa sehinga jelas keberpihakan pemerintah pada sektor pendidikan. Enggak kayak sekarang keberadaannya jadi pelengkap penderita," ujarnya.
"Kalau Kemendikbudristek masih berpandangan bahwa kuliah itu pilihan, sama saja melukai anak bangsa yang punya mimpi bisa kuliah."
"Bayangkan, kuliah masih jadi mimpi."
Apa langkah konkret Kemendikbudristek?
Dalam rapat kerja Komisi X DPR, Selasa (21/05), Mendikbud-Ristek, Nadiem Makarim, memastikan bakal menghentikan kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri.
Nadiem menyadari ada "lompatan" UKT yang cukup fantastis.
"Karena tentunya harus ada rekomendasi dari kami untuk memastikan bahwa lompatan-lompatan yang tidak masuk akal atau tidak rasional itu akan kami berhentikan," kata Nadiem.
Untuk itu, pihaknya akan memeriksa sejumlah perguruan tinggi negeri yang mengalami kenaikan UKT fantastis tersebut. Selanjutnya mengevaluasi dan mengkaji kembali.
"Saya ingin meminta semua ketua perguruan tinggi dan prodi untuk memastikan bahwa kalaupun ada peningkatan harus rasional, masuk akal dan tidak terburu-buru."
Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Abdul Haris, menyebut kenaikan UKT untuk seluruh mahasiswa merupakan "miskonsepsi".
Dalam pernyataan tertulis kepada BBC News Indonesia, Abdul Haris menyatakan tidak ada perubahan UKT untuk mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan.
Apabila pimpinan perguruan tinggi negeri dan PTN-Berbadan Hukum menetapkan UKT baru maka uang kuliah tersebut hanya berlaku bagi mahasiswa baru.
Lebih lanjut Haris menjelaskan berdasarkan data yang dimilikinya, proporsi mahasiswa baru yang masuk ke dalam kelompok UKT tertinggi atau kelompok 8 sampai kelompok 12 hanya 3,7% dari populasi.
Sebaliknya, 29,2% mahasiswa baru masuk ke kelompok UKT rendah yakni tarif UKT kelompok 1 dan 2 serta penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah - sehingga melampau mandat 20% dari UU Pendidikan Tinggi, katanya dalam siaran pers tertulis.
Soal kemungkinan mahasiswa baru merasa keberatan terhadap penempatan kelompok UKT, Haris menekankan bahwa PTN dan PTN-BH harus mewadahi peninjauan ulang kelompok UKT bagi mahasiswa yang mengajukan.
"Mahasiswa yang keberatan dengan penempatan UKT-nya, misalnya karena perubahan kemampuan ekonomi atau hasil penetapan tidak sesuai dengan fakta kondisi ekonominya, bisa mengajukan peninjauan ulang sesuai prosedur."
Dia menambahkan jika masih ada keluhan setelah proses peninjauan ulang maka mahasiswa baru bisa menyampaikan laporan melalui situs kemendikbud.lapor.go.id.
Nantinya Ditjen Diktiristek akan menindaklanjuti laporan yang masuk mengenai kebijakan UKT yang tidak sesuai dengan Permendikbudristek nomor 2 tahun 2024.
Sebagai informasi, dalam Permendikbudristek setiap perguruan tinggi negeri wajib memiliki setidaknya dua kelompok uang kuliah tunggal (UKT), yaitu kelompok 1 sebesar Rp500.000 dan kelompok 2 sebesar Rp1 juta.
Dua kelompok ini biasanya menjadi tarif terendah yang diterapkan berbagai perguruan tinggi negeri.
Di luar itu, mereka bebas menambah jumlah kelompok UKT dan menentukan besarannya. Makanya, ada perguruan tinggi yang bisa memiliki lima atau lebih kelompok UKT.
Penentuan kelompok UKT yang didapat mahasiswa biasanya berdasarkan pada kondisi ekonomi keluarga atau pihak yang membiayainya. Semakin seorang mahasiswa dianggap mampu, semakin besar pula besaran UKT-nya.
Apa respons kampus?
Setelah mendapat protes dari mahasiswa, beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) mencabut Peraturan Rektor nomor 6 tahun 2024 tentang biaya pendidikan mahasiswa.
Aturan itu sebelumnya memuat kenaikan UKT mencapai 100%.
Unsoed kemudian menerbitkan tarif UKT terbaru melalui Surat Keterangan Rektor nomor 847 tahun 2024 tentang tarif UKT program diploma dan program sarjana.
Dengan aturan baru itu, calon mahasiswa baru jalur SNBP diharapkan untuk melakukan registrasi ulang. Pasalnya hingga Senin (20/05) masih ada 2,1% mahasiswa yang belum mendaftar ulang. Jumlah itu disebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 15%.
Aturan anyar tersebut juga menyebutkan rata-rata kenaikan tarif UKT untuk calon mahasiswa baru sebesar 18%.
"Rata-rata UKT calon mahasiswa baru tahun 2024 adalah Rp4,5 juta. Tidak terlalu jauh dari rata-rata besaran UKT tahun lalu yaitu Rp3,8 juta," sebut Juru bicara Unsoed, Dr Mite Setiansah dalam rilis resminya seperti dilansir Detik.com.
Sementara itu, Universitas Riau (Unri) juga memutuskan menurunkan tarif UKT menjadi tujuh kelompok dari sebelumnya 12 kelompok untuk calon mahasiswa baru.
Namun demikian, program studi kedokteran masih terdiri dari 12 kelompok UKT.
Sebelumnya UKT mahasiswa di setiap program studi terdiri dari 6 kelompok. Kelompok terendah membayar Rp500.000 sedangkan kelompok tertinggi Rp6 juta.
Tapi, UKT diubah menjadi 12 kelompok. Perubahan itu memengaruhi nominal UKT yang harus dibayar. Kelompok terendah membayar Rp500.000 dan kelompok tertinggi menjadi Rp14 juta.
Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia, Prof. Ganefri, menjelaskan penambahan rentang kelompok UKT sebetulnya ditujukan untuk keterjangkauan dan keberadilan untuk semua pihak.
Dia mencontohkan untuk program studi kedokteran memang dibuat kategori lebih banyak demi memperluas pembiayaan pendidikan bagi masyarakat yang ekonominya mampu.
"Di kedokteran, kalau hanya rentang 1 sampai 5 nanti kampus terlalu banyak mensubsidi. Akan sulit untuk membiayai operasionalnya," ujar Prof Ganefri kepada BBC News Indonesia.
"Bagi yang tidak mampu tetap di kelompok 1 sampai 5. Tidak ada kenaikan."
Kendati begitu, dia mengaku tidak setuju jika perguruan tinggi langsung menaikkan UKT hingga 100%. Uang kuliah yang disebutnya tidak wajar itu patut ditinjau ulang.
Baginya UKT yang rasional adalah jika lonjakannya berkisar 5% atau 10%.
"Misalnya sebelumnya Rp3,5 juta maka cukup dinaikkan menjadi Rp3,7 juta. Tapi kalau dinaikkan sampai 50% saja itu sudah enggak wajar."
"Karena PTN berbadan hukum seharusnya pikirannya bukan menaikkan UKT tapi menurunkan UKT. Kenapa? Sebab dia diberikan kesempatan mencari pendanaan lain. Makanya rektor diminta kreatif, tidak hanya pandai mengambil UKT."
Ia bilang pada Senin (27/05) seluruh pimpinan perguruan tinggi negeri akan bertemu dengan pejabat Kemendikbudristek untuk membahas kenaikan UKT yang tidak wajar.
Di pertemuan itu, dia menjamin akan memperjuangkan harapan mahasiswa untuk menurunkan atau kalau perlu membatalkan UKT yang fantastis.
"Saya sebagai ketua majelis rektor perguruan tinggi akan menjamin," ucapnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.