Hadapi Tantangan Struktural, Ekonomi dan Investasi di Pakistan Stagnan Bertahun-tahun
Rasio investasi terhadap PDB telah menurun menjadi 13,1% pada 2024. Khaama Press menyebut hal ini menandai level terendah investasi dalam 64 tahun.
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonomi Pakistan menghadapi tantangan struktural yang terus-menerus.
Dikutip dari Khaama Press, Senin (17/3/2025), kondisi tersebut menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi selama beberapa dekade.
Rasio investasi terhadap PDB telah menurun menjadi 13,1 persen pada 2024. Khaama Press menyebut hal ini menandai level terendah investasi dalam 64 tahun terakhir.
Sementara itu, negara-negara tetangga seperti India, Bangladesh, dan Vietnam mempertahankan rasio di atas 30%.
Kesenjangan ini menjadi masalah sistemik yang mengakar. Hal itu menghambat arus masuk modal produktif sekaligus mendorong kegiatan spekulatif dan mencari keuntungan.
"Meskipun ada upaya berulang kali untuk menarik investasi asing, hambatan mendasar tetap ada, yang membatasi potensi ekonomi Pakistan," demikian dikutip dari Khaama Pers, Senin, 17 Maret 2025.
Masalah investasi di Pakistan
Pendekatan negara terhadap promosi investasi, dianggap kontras dengan kenyataan di lapangan. Sementara itu, pejabat menyajikan portofolio investasi dan janji reformasi di luar negeri, inefisiensi struktural tetap ada, yang diperkuat oleh rintangan birokrasi, ketidakpastian regulasi, dan kerangka perpajakan yang secara luas dipandang sebagai penghalang daripada pendorong pertumbuhan bisnis.
Investor sering kali menyebutkan kekhawatiran atas kebijakan pajak yang rumit, ketidakpastian hukum, dan perubahan regulasi ekonomi, yang membuat perencanaan jangka panjang menjadi sulit.
Contoh terbaru, yakni keraguan Arab Saudi yang secara historis merupakan salah satu mitra ekonomi terdekat Pakistan. Arab disebut menyoroti tantangan terkait investasi di Pakistan pada Mei 2024.
Keputusan ini mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas tentang iklim investasi, transparansi regulasi, dan konsistensi kebijakan di Pakistan.
Bahkan, bagi sekutu yang memiliki kepentingan strategis di negara tersebut.
Faktor penting yang berkontribusi terhadap kondisi ini adalah ketergantungan negara yang berlebihan. Khususnya, pada pendapatan yang dihasilkan dari perpajakan dan pinjaman, alih-alih mendorong pertumbuhan yang dipimpin sektor swasta.
Lebih dari 60 persen sumber daya federal dialokasikan untuk pembayaran utang. Sehingga, menyisakan ruang fiskal yang terbatas untuk pembangunan infrastruktur, dukungan industri, atau insentif investasi.
Alih-alih menerapkan reformasi ekonomi struktural untuk merangsang pertumbuhan sektor swasta, lanskap regulasi menjadi labirin. Kondisi terebut membuat bisnis yang memiliki koneksi baik diuntungkan oleh pengecualian, sementara yang lain berjuang di bawah pembatasan.
Investasi di Proyek LNG Abadi Blok Masela Capai Rp 342 Triliun, Serap Ribuan Tenaga Kerja |
![]() |
---|
SRAJ Investasi Rp1 Triliun Bangun RS Internasional di KEK Sekupang Batam |
![]() |
---|
Kemenperin: 1.690 Perusahaan Bangun Fasilitas Produksi Baru, Investasi Mencapai Rp 930 Triliun |
![]() |
---|
Danantara Sebut Proyek Pengolahan Sampah Jadi Sumber Energi Bakal Kolaborasi dengan Swasta |
![]() |
---|
Justice V Ramasubramanian: Natalius Pigai Pembela HAM yang Capai Puncak Karier Tertinggi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.