Selasa, 30 September 2025

Trump Terapkan Tarif Timbal Balik

Trump Tuduh China Manipulasi Mata Uang untuk Meredam Dampak Tarif

Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menyulut ketegangan dengan China, menyebut Tiongkok manipulasi mata uang untuk meredam dampak tarif.

Facebook The White House
TARIF DAGANG AS - Foto ini diambil pada Kamis (3/4/2025) dari Facebook The White House memperlihatkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berbicara selama konferensi pers setelah menandatangani kenaikan tarif dagang baru antara AS dan negara lain di dunia, di Gedung Putih di Washington, DC, AS pada Rabu (2/4/2025). Trump kembali menyulut ketegangan dengan China, kali ini terkait manipulasi mata uang untuk meredam dampak tarif perdagangan. 

Ia juga menilai kebijakan itu sangat merugikan bagi sektor lapangan kerja dan rantai pasokan dalam negeri Amerika Serikat sendiri.

Ancaman terhadap Kerja Sama Global

Goldin memperingatkan eskalasi kebijakan proteksionis ini dapat memperburuk ketegangan internasional dan menghambat kerja sama di berbagai bidang penting.

Hal ini mencakup respons terhadap pandemi, krisis keuangan berikutnya, serta upaya global dalam menangani perubahan iklim.

Risiko Resesi dan Sejarah yang Berulang

Lebih jauh, ia memprediksi langkah-langkah Trump berpotensi memicu resesi, baik di AS maupun di negara-negara lain yang terdampak.

"Dampaknya meluas hingga melampaui ekonomi dan memasuki periode yang sangat berbahaya," katanya.

Goldin bahkan membandingkan situasi saat ini dengan dekade 1930-an, ketika proteksionisme memicu naiknya gelombang nasionalisme dan akhirnya perang dunia.

"Kita benar-benar harus berharap hal ini mereda sekarang, sehingga kita tidak sampai pada titik itu," kata dia.

Tidak Semua Kena Tarif

Kebijakan tarif impor baru yang diterapkan Trump memicu dampak luas di berbagai sektor ekonomi global.

Meski begitu, tidak semua produk impor terkena beban tarif baru ini.

Secara umum, Amerika Serikat kini memberlakukan tarif dasar sebesar 10 persen pada seluruh impor, serta tambahan bea masuk lebih tinggi terhadap puluhan negara lainnya, sebagaimana dikutip dari lembar fakta resmi Gedung Putih.

Trump juga menerapkan tarif timbal balik atau reciprocal tariff terhadap negara-negara yang dianggap memiliki defisit perdagangan besar dengan AS.

Akibatnya, negara seperti China terkena tarif hingga 54 persen (20 persen tarif impor umum ditambah 34 persen tarif timbal balik).

Sementara itu, total tarif yang dikenakan ke Indonesia bisa mencapai 64 persen.

Baca juga: Demokrat Nilai Pemerintah RI Lakukan Pendekatan Cerdas Respons Tarif Impor Trump

Namun, terdapat enam jenis barang yang dikecualikan dari tarif timbal balik tersebut, yaitu:

  • Barang yang tercakup dalam ketentuan 50 USC 1702(b).
  • Produk baja, aluminium, serta mobil dan suku cadangnya yang sudah dikenai tarif khusus lewat Section 232.
  • Barang yang berkaitan dengan tembaga, farmasi, semikonduktor, dan kayu.
  • Barang-barang yang berpotensi terkena Section 232 di masa depan.
  • Emas batangan.
  • Energi dan mineral tertentu yang tidak tersedia di wilayah Amerika Serikat.

Khusus untuk Kanada dan Meksiko, tarif mengikuti peraturan berdasarkan International Emergency Economic Powers Act of 1977 (IEEPA) yang tetap berlaku dan tidak terpengaruh oleh aturan tarif baru ini.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved