Sabtu, 6 September 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Caplok Tepi Barat, Israel Lanjutkan Operasi Tembok Besi Hingga Tahun Depan: Usir Warga Palestina

Perpanjangan waktu Operasi Tembok Besi ini menegaskan upaya Israel menganeksasi wilayah Palestina Tepi Barat sepenuhnya.

khaberni/tangkap layar
CAPLOK TEPI BARAT - Pasukan Israel mengerahkan tank ke wilayah kamp pengungsi Palestina di Tepi Barat dalam operasi militer bertajuk Operasi Tembok Besi. Sejumlah analis menilai, agresi militer ini merupakan bagian dari upaya aneksasi atau pencapolokan wilayah Palestina di Tepi Barat sepenuhnya. 

Caplok Tepi Barat, Israel Lanjutkan Operasi Tembok Besi Hingga Tahun Depan: Usir Warga Palestina

TRIBUNNEWS.COM - Media Israel, channel i24 melaporkan kalau eselon politik di pemerintahan Benjamin Netanyahu merekomendasikan agar Operasi Tembok Besi pasukan Israel (IDF) di Tepi Barat dilanjutkan setidaknya hingga akhir tahun.

"Media tersebut mengonfirmasi kalau pasukan pendudukan akan tetap berada di pusat Jenin, Tulkarm, dan Nur Shams hingga awal 2026, dan penduduk Palestina tidak akan diizinkan kembali," tulis laporan Khaberni mengutip laporan tersebut, Kamis (10/4/2025).

Perpanjangan waktu Operasi Tembok Besi ini menegaskan apa yang digambarkan oleh banyak analis dan pengamat geopolitik sebagai upaya Israel menganeksasi wilayah Palestina di Tepi Barat sepenuhnya.

Baca juga: Tanda-Tanda Nyata Israel Akan Bangun Negara Khusus Yahudi di 100 Persen Wilayah Palestina

"Intensifnya penyerbuan pasukan Israel lewat operasi militer tersebut di Tepi Barat utara disebut-sebut memiliki tiga tujuan utama: perluasan wilayah lebih lanjut, pemindahan paksa warga Palestina dan aneksasi tanah yang diduduki," tulis ulasan Memo.

Sejak dilaksanakan pada 21 Januari 2025 silam, dua hari setelah gencatan senjata diberlakukan di Jalur Gaza, Israel sudah menewaskan ratusan warga Palestina di Tepi Barat dan menangkap ratusan lainnya.

Israel juga sudah mengusir puluhan ribu pengungsi Palestina dan dan menghancurkan sejumlah rumah dan properti di wilayah pendudukan Tepi Barat.

Israel juga sudah mengerahkan tank-tank di Tepi Barat untuk pertama kalinya dalam lebih dari 20 tahun.

Menteri Pertahanan Israel Katz secara terbuka menyatakan kalau tentara IDF akan tetap berada di kamp-kamp pengungsi Palestina di Tepi Barat "hingga tahun depan" untuk memastikan kalau penduduk Palestina tidak dapat kembali.

Ketika operasi, yang dimulai di kota Jenin dan kamp pengungsi yang berdekatan, menyebar ke beberapa kota dan kamp Tepi Barat, para analis mengatakan bahwa tujuan lama Israel untuk mencaplok wilayah Palestina yang diduduki kini lebih jelas dari sebelumnya.

“Israel berencana mencaplok Tepi Barat dan memaksa warga Palestina masuk ke wilayah sekecil mungkin, khususnya mengusir mereka dari Area C,” kata akademisi Palestina asal Inggris Kamel Hawwash kepada Anadolu , merujuk pada pembagian yang mencakup sekitar 60 persen wilayah Palestina

“Israel juga mempersenjatai para pemukim sehingga mereka dapat meneror penduduk, serta membakar dan menghancurkan rumah dan mobil.”

Hawwash mengungkapkan kekhawatirannya bahwa Presiden AS Donald Trump mungkin mengakui aneksasi Israel atas Tepi Barat, seperti yang dilakukannya terhadap Yerusalem dan Dataran Tinggi Golan Suriah , keduanya diduduki oleh Israel sejak 1967.

Baca juga: Proyek Yerusalem Raya Israel: Pencaplokan Tepi Barat Meluas, Zionis Jegal Negara Palestina Merdeka

YERUSALEM RAYA - Tangkap layar Khaberni, Minggu (15/3/2025) menunjukkan peta dari rencana dan visi Israel dalam Proyek Yerusalem Raya. Rezim pendudukan Israel berupaya untuk lebih memajukan rencana aneksasinya di Tepi Barat, dan merampas sebagian besar tanah di wilayah yang diduduki.
YERUSALEM RAYA - Tangkap layar Khaberni, Minggu (15/3/2025) menunjukkan peta dari rencana dan visi Israel dalam Proyek Yerusalem Raya. Rezim pendudukan Israel berupaya untuk lebih memajukan rencana aneksasinya di Tepi Barat, dan merampas sebagian besar tanah di wilayah yang diduduki. (khaberni/tangkap layar)

Abdaljawad Omar, seorang dosen di Universitas Birzeit, menyebut kalau aneksasi, utamanya akan menjadi langkah simbolis Israel yang ditujukan untuk mengamankan pengakuan Amerika atas kendali de facto Israel atas Tepi Barat, di mana Israel telah menjalankan kekuasaan atas 62 persen wilayah tersebut.

Aneksasi akan menjadi kematian bagi wacana solusi dua negara, sekaligus menunjukkan kalau AS "sepenuhnya berada di pihak Israel dalam hal perluasan koloni ilegal di Tepi Barat," jelas Omar. 

"Dalam hal aneksasi, dalam jangka panjang, yang benar-benar dimasukkan dalam agenda — khususnya melalui Trump — adalah gagasan pembersihan etnis Palestina dan mengusir mereka dari tanah Palestina."

Saat operasi militer Israel meningkat, akademisi Palestina Muhannad Ayyash memperingatkan bahwa pemukim ilegal juga diperkirakan akan terus maju ke wilayah Palestina.

“Area C pada dasarnya adalah apa yang dilihat oleh gerakan pemukim Israel dan negara Israel sebagai milik mereka,” kata Ayyash, seorang profesor sosiologi di Universitas Mount Royal di Calgary. 

“Itu lebih dari 60 persen wilayah Tepi Barat. Mereka juga merayap ke Area B, yang merupakan sekitar 22 persen wilayah Tepi Barat.”

Para pemukim ilegal, jelasnya, tidak bertindak secara independen tetapi didukung oleh negara Israel.

Dukungan ini memberi mereka dukungan militer, ekonomi, dan politik di seluruh spektrum politik, bukan hanya dari faksi sayap kanan.

"Mereka adalah orang-orang dari seluruh dunia – dari Rusia, dari AS – yang datang ke Palestina dan mengklaim bahwa tanah itu milik mereka. Klaim mereka semata-mata didasarkan pada kekuatan dan kemampuan mereka untuk mencuri tanah itu dengan kekerasan dari Palestina," katanya kepada Anadolu.

Tank Israel Tepi Barat Aneksasi
CAPLOK TEPI BARAT - Pasukan Israel mengerahkan tank ke wilayah kamp pengungsi Palestina di Tepi Barat dalam operasi militer bertajuk Operasi Tembok Besi. Sejumlah analis menilai, agresi militer ini merupakan bagian dari upaya aneksasi atau pencapolokan wilayah Palestina di Tepi Barat sepenuhnya.

Ciptakan Israel Raya

Pada Januari, kelompok antipermukiman Israel Peace Now memperingatkan bahwa otoritas Israel berencana untuk menyetujui pembangunan 2.749 unit permukiman baru di Tepi Barat yang diduduki. 

Kelompok tersebut mengatakan bahwa pada tahun 2025 dapat terjadi "jumlah rekor" perluasan permukiman, dengan rata-rata 1.800 unit per bulan.

Para pemukim yang didukung oleh negara Israel percaya bahwa seluruh wilayah Tepi Barat seharusnya menjadi milik mereka, dan bahwa mereka adalah pemilik "sah" atas tanah tersebut, jelas Ayyash. 

Akan tetapi, semua pemukiman dan pemukim Israel adalah ilegal menurut hukum internasional.

Hawwash menyoroti fakta bahwa serangan agresif Israel terhadap kamp-kamp pengungsi, khususnya di Jenin dan Tulkarem, sejalan dengan tujuan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengakhiri konsep pengungsi Palestina.

"Itulah sebabnya serangan saat ini benar-benar difokuskan pada kamp pengungsi di Tepi Barat, serta pada UNRWA," katanya, mengacu pada badan PBB yang bertanggung jawab atas pengungsi Palestina

"Mereka ingin menghapus anggapan bahwa ada, pertama-tama, pengungsi yang tinggal di bagian-bagian Palestina yang bersejarah, dan bahkan nama 'Palestina'... Mereka terus menggunakan kata-kata seperti 'Arab'. Mereka tidak ingin mengakui orang-orang tertentu yang disebut Palestina."

Ketika muncul laporan bahwa Israel sedang mempersiapkan diri untuk mendirikan pangkalan militer di kamp Jenin, Hawwash yakin bahwa ini adalah bagian dari strategi Israel untuk menghilangkan identitas pengungsi.

“Di Jenin, mereka telah memerintahkan wali kota Palestina untuk mengganti nama kamp tersebut menjadi bagian dari kota, bukan kamp pengungsi,” katanya. 

“Saya kira mereka akan melakukan hal yang sama di semua daerah lain yang terdapat kamp pengungsi, hingga Ramallah, Bethlehem, dan Nablus.”

Di tengah serangan Israel yang terus berlanjut, warga sipil Palestina menghadapi situasi kemanusiaan yang semakin mengerikan.

“Lebih banyak warga Palestina akan terbunuh dan dipenjara, dan lebih banyak lagi yang akan kehilangan seluruh tabungan, mata pencaharian, dan rumah mereka,” kata Ayyash. 

“Infrastruktur di kota dan distrik mereka akan hancur total, dan Israel tidak dimintai pertanggungjawaban atas kejahatannya.”

Omar, yang berbasis di Ramallah, berpendapat bahwa tindakan Israel adalah bagian dari strategi yang lebih luas yang ditetapkan oleh pemerintah sayap kanan, yang bertujuan untuk mengisolasi warga Palestina secara ekonomi dan sosial.

Tujuan mereka adalah "memiskinkan Israel dari wilayah Palestina di Tepi Barat dengan mencegah masuknya tenaga kerja Palestina ke Israel, sebuah kebijakan yang disengaja untuk memiskinkan warga Palestina yang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang lebih keras di Tepi Barat," katanya. 

"Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menciptakan kondisi ekonomi yang lebih keras pada tingkat kehidupan sehari-hari, membatasi perjalanan di dalam Tepi Barat untuk mencekik penduduk Palestina dan, perlahan tapi pasti, membersihkan warga Palestina dari tanah Palestina."

Hawwash mencatat bahwa Israel telah meningkatkan pembatasan terhadap pergerakan warga Palestina dengan memasang gerbang baru di pintu masuk desa dan memperluas jumlah pos pemeriksaan militer. 

“Jumlah pos pemeriksaan telah meningkat hingga lebih dari 900. Orang-orang dapat menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mencoba berpindah dari satu tempat ke tempat lain… Hal ini juga berdampak pada bisnis dan ekonomi. Pendapatan bersih masyarakat menyusut dan mereka tidak dapat membeli barang. Harga-harga juga meningkat, yang lagi-lagi berarti bahwa barang-barang tersebut tidak terjangkau bagi banyak orang.”

Selain itu, Israel juga menahan pendapatan pajak dari Otoritas Palestina, yang melumpuhkan kemampuannya untuk membayar gaji dan menyediakan layanan dasar.

Hawwash menunjukkan bahwa tidak seperti Gaza, di mana lembaga-lembaga bantuan masih diizinkan beroperasi, Tepi Barat sebagian besar telah terputus dari bantuan kemanusiaan.

“UNRWA adalah badan utama yang menyediakan layanan bagi warga Palestina di kamp pengungsian, tetapi Israel telah melarangnya beroperasi di Yerusalem Timur dan membuatnya hampir mustahil untuk beroperasi di Tepi Barat,” ungkapnya. 


“Hal ini berdampak besar, tidak hanya pada kesejahteraan masyarakat, tetapi juga pada situasi ekonomi.”

Operasi militer Tepi Barat yang sedang berlangsung dipandang sebagai bagian dari rencana Israel untuk mendirikan negara eksklusif Yahudi.

"Kami telah melihat hal ini di seluruh spektrum politik di Israel selama beberapa dekade," kata Ayyash, yang juga seorang analis kebijakan di lembaga pemikir Palestina Al-Shabaka. 

"Tujuan akhir mereka adalah untuk menjadikan Israel sebagai otoritas kedaulatan eksklusif dari sungai hingga laut. Itu akan menjadi kedaulatan eksklusif Israel-Yahudi... lebih dari 100 persen wilayah Palestina yang bersejarah."

Hal ini akan menyebabkan pengurangan jumlah warga Palestina menjadi minoritas dari total populasi, yang pada akhirnya akan berada di bawah kekuasaan Israel, ungkapnya.

“Saat ini, jumlahnya sekitar 50 persen. Mereka tidak menginginkan itu. Mereka ingin menurunkan jumlah warga Palestina menjadi sekitar 15 atau 20 persen, sehingga mereka menjadi minoritas di tanah mereka sendiri dan kehilangan semua klaim kedaulatan,” kata Ayyash. 

“Pada akhirnya, semua tindakan dan kebijakan Israel selama beberapa dekade terakhir telah diarahkan pada tujuan akhir untuk menciptakan 'Israel Raya' di seluruh wilayah Palestina yang bersejarah.”

 

(oln/khbrn/Memo/*)
 
 

 
 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan