Selasa, 19 Agustus 2025

Khairul Fahmi: Keakraban Prabowo dan Erdogan Bisa Jadi Poros Baru Dunia Lawan Dominasi Global

Keakraban Prabowo dan Erdogan dinilai lahirkan poros baru Jakarta–Ankara, simbol perlawanan dominasi global dan dukung tatanan multipolar.

Editor: Glery Lazuardi
Sekretariat Presiden
PERTEMUAN PRABOWO - ERDOGAN - Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Turkiye, Recep Tayyip Erdogan, di Istana Kepresidenan Turkiye, Kamis (10/4/2025). Presiden Prabowo Subianto berjalan berdampingan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Istana Ankara, simbol kehangatan diplomatik dan arah baru hubungan Indonesia–Turki. 

Menurut SIPRI, ekspor senjata Turki meningkat hampir 70 persen dalam lima tahun terakhir.

Sementara Indonesia, melalui Prabowo, menunjukkan tekad untuk mengejar kemandirian strategis dalam bidang pertahanan dan ketahanan nasional. Kolaborasi kedua negara dalam alih teknologi UAV, sistem pertahanan udara, hingga kendaraan taktis menjadi pilar penting dari poros ini.

“Tapi kekuatan poros ini tidak hanya bersifat teknokratik. Kerja sama Indonesia-Turki juga menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi sistem global yang timpang. Ini adalah bagian dari kebangkitan Selatan Global, gerakan moral dan strategis yang menolak untuk sekadar menjadi objek permainan kekuasaan dunia. Bagi negara-negara Afrika, Asia Selatan, dan Amerika Latin yang selama ini terpinggirkan, poros ini adalah isyarat bahwa dunia baru bisa dan sedang dibentuk oleh mereka yang dulu tidak diperhitungkan,” terangnya.

Fahmi menilai poros Jakarta dan Ankara juga mampu menjadi jangkar bagi stabilitas kawasan masing-masing. Bukan hanya karena kekuatan militernya, tetapi karena kemampuannya membangun hubungan lintas kawasan, dan memosisikan diri sebagai pemimpin regional yang terbuka, bermartabat, dan rasional.

Setidaknya menurut Fahmi, porous Erdogan-Prabowo menyatukan tiga kekuatan besar yang saling menopang: pertahanan, diplomasi nilai, dan integrasi peradaban.

Di bidang pertahanan, kerja sama teknologi dan industri alutsista membuka jalan bagi kemandirian strategis yang lebih konkret. Ini bukan sekadar urusan kontrak, tapi agenda jangka panjang untuk menciptakan ekosistem pertahanan yang mandiri dan berkelas dunia.

“Dalam diplomasi nilai, kedua negara berbagi kepedulian atas isu-isu global, terutama Palestina. Posisi vokal Indonesia dan Turki dalam menanggapi tragedi kemanusiaan, termasuk di Gaza, menjadikan mereka kekuatan moral yang tidak bisa diabaikan. Ini bukan hanya tentang narasi, tetapi tentang komitmen untuk memperjuangkan keadilan dalam sistem internasional yang cenderung tumpul terhadap penderitaan di Selatan dunia,” ujar dia.

Baca juga: Saat Prabowo ke Turki, PKS Ikut Diskusikan Isu Kemanusiaan Palestina dengan Parpol Pimpinan Erdogan

Lebih jauh, kerja sama ini dinilai menyentuh dimensi peradaban, di mana Indonesia dan Turki adalah dua negara demokratis berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Keduanya memiliki legitimasi moral dan historis untuk mengajukan alternatif bagi dunia yang sedang kehilangan arah.

Dalam forum seperti G20, OKI, dan PBB, suara gabungan Jakarta-Ankara bisa menjadi kekuatan baru dalam memperjuangkan arsitektur dunia yang lebih manusiawi.

 “Apa yang dilakukan Prabowo dan Erdogan bukan hanya langkah pragmatis. Ini adalah kelanjutan dari cita-cita besar Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955. Dulu, para pendiri gerakan nonblok berdiri untuk menolak dominasi dua kutub dunia. Kini, poros Ankara-Jakarta melanjutkan semangat itu: berdiri di tengah, mandiri dalam arah, dan berani memimpin dunia menuju tatanan baru yang lebih setara,” kata Fahmi.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan