Konflik Palestina Vs Israel
Pusat Bantuan Gaza yang Didukung AS-Israel Ditutup usai 27 Warga Tewas Ditembak
usat-pusat distribusi yang dikelola oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), resmi ditutup sementara pada Rabu (4/6/2025).
Penulis:
Farrah Putri Affifah
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Pusat-pusat distribusi yang dikelola oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), sebuah organisasi yang didukung oleh Amerika Serikat dan Israel resmi ditutup sementara pada Rabu (4/6/2025).
Penutupan ini dilakukan hanya sehari setelah 27 warga Palestina dilaporkan twas dan lebih daari 100 lainnya terluka akibat tembakan dari pasukan israel saat mereka mengantre bantuan di dekat lokasi distribusi GHF.
Dalam pernyataan yang diunggah di media sosial, GHF menyatakan bahwa penangguhan operasional dilakukan guna melaksanakan renovasi.
“Pada tanggal 4 Juni, pusat distribusi akan ditutup untuk pekerjaan renovasi, reorganisasi, dan peningkatan efisiensi,” tulis GHF di Facebook, dikutip dari Al-Arabiya.
Kelompok ini menyatakan distribusi akan dilanjutkan pada Kamis dan meminta masyarakat Gaza agar menjauh dari pusat distribusi selama proses pembaruan berlangsung.
Juru bicara militer, Avichay Adraee menyebut, jalan menuju pusat distribusi telah diklasifikasikan sebagai “zona pertempuran,” dan melarang keras perjalanan atau aktivitas di area tersebut.
Pihak militer Israel mengonfirmasi penutupan sementara tersebut.
"Besok (Rabu) dilarang melakukan perjalanan di jalan menuju pusat distribusi, yang dianggap sebagai zona pertempuran," kata juru bicara militer Israel Avichay Adraee di media sosial.
Namun, penangguhan ini terjadi di tengah sorotan tajam internasional terhadap GHF dan Israel, menyusul jatuhnya korban jiwa dalam serangkaian insiden sejak GHF memulai operasi di Gaza pada 26 Mei lalu.
Menurut laporan, lebih dari 100 warga Palestina telah tewas sejak pembukaan pusat bantuan ini.
Mereka adalah orang-orang yang putus asa mengantre bantuan makanan di tengah blokade total Israel atas Gaza selama lebih dari dua bulan.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, mengutuk keras peristiwa tersebut dan menuntut adanya penyelidikan independen.
Baca juga: Israel Tak Ngaku Tembaki Puluhan Warga Gaza saat Antri Makanan, Tuding Hamas Dalangnya
“Tidak dapat diterima bahwa warga Palestina mempertaruhkan nyawa mereka demi makanan,” tegas Guterres, dikutip dari Al Jazeera.
Militer Israel mengakui telah menembak ke arah kerumunan pada Selasa, tapi mengklaim bahwa tembakan dilepaskan terhadap “seseorang" yang dianggap melewati jalur.
Yayasan Kontroversial
Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) merupakan entitas swasta dengan dukungan politik dan keamanan dari AS dan Israel.
Operasinya sejak awal telah dibayangi kritik keras, mulai dari ketidaktransparanan sumber dana hingga dugaan kedekatan dengan agenda militer Israel.
Sejumlah organisasi internasional termasuk PBB dan lembaga kemanusiaan besar menolak bekerja sama dengan GHF karena meragukan netralitas serta independensinya.
UNRWA, badan PBB yang selama puluhan tahun menjadi penyalur bantuan utama di Gaza, bahkan ikut menolak kerja sama dengan GHF.
Sebelumnya, Israel menuduh UNRWA menyembunyikan militan Hamas, dan mengklaim bahwa beberapa stafnya ikut dalam serangan pada 7 Oktober 2023.
GHF menggunakan jasa keamanan kontrak asal AS dan baru-baru ini menunjuk Pendeta Dr. Johnnie Moore.
Moore adalah tokoh evangelis dan mantan penasihat Presiden Donald Trump, sebagai ketua eksekutif baru.
Penunjukan ini memicu kekhawatiran tambahan, mengingat Moore dikenal mendukung gagasan Trump untuk mengambil alih Gaza dan merelokasi penduduk Palestina guna membuka peluang “pengembangan properti.”
Menanggapi kemarahan global atas kematian warga sipil di Gaza, Moore justru menuduh Sekjen PBB menyebarkan “kebohongan”.
Pernyataan Moore di media sosial itu menuai kecaman lebih lanjut dari komunitas internasional.
Sebelum memulai operasi di Gaza, pendiri sekaligus direktur eksekutif pertama GHF, mantan Marinir AS Jake Wood, mundur dari posisinya dengan alasan mempertanyakan “ketidakberpihakan” organisasi tersebut.
Sebagai informasi, GHF dikritik karena memusatkan distribusi bantuan di wilayah Gaza selatan.
Di mana ini merupakan lokasi yang relatif lebih aman, yang pada praktiknya memaksa ribuan warga dari Gaza utara menempuh perjalanan berbahaya ke selatan untuk mengakses bantuan.
Langkah ini dinilai sebagai bagian dari strategi militer Israel untuk mengosongkan Gaza utara, atau dengan kata lain memfasilitasi 'pengusiran diam-diam' penduduk.
Sementara itu, Israel telah melancarkan serangan brutal terhadap Gaza sejak Oktober 2023.
Hingga saat ini, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 54.500 warga Palestina.
Kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
(Tribunnews.com/Farra)
Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.