Rabu, 27 Agustus 2025

Ada Andil AS dalam Sejarah Nuklir Iran: Dulu Dibenci Ayatollah, Kini Kekuatan yang Buat Israel Parno

Sebelum jadi ancaman strategis dan titik fokus konfrontasi bagi Israel, nuklir Iran sebetulnya lahir dari aliansi dengan AS dan negara barat lain.

Editor: Willem Jonata
JPost
Iran diam-diam makin mengintensifkan pengembangan dan uji coba program senjata nuklir menjelang serangan militer yang akan dilancarkannya ke Israel. 

TRIBUNNEWS.COM - Bagi Israel, program nuklir Iran adalah ancaman nyata bagi eksistensi negara mereka.

Alasan itu pula, Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu memerintahkan serangan udara ke tiga situs nuklir Iran di tiga wilayah, yakni Natanz, Fordow, dan Isfahan.

Israel tak percaya narasi yang dibangun Iran bahwa fasilitas nuklir mereka bersifat damai demi kepentingan sipil.

Iran juga tegas menolak untuk menghentikan program nuklirnya atas dasar kecurigaan belaka.

Perang tak terhindarkan setelah serangan Israel melalui operasi "Rising Lion" dilancarkan ke tiga situs tersebut secara bertahap, dimulai sejak 13 Juni 2025.

FASILITAS NUKLIR FORDOW - Situs-situs penting di fasilitas nuklir Iran di Fordow yang berada di kawasan pegunungan. Gambar citra satelit menunjukkan pintu masuk menuju terowongan.
FASILITAS NUKLIR FORDOW - Situs-situs penting di fasilitas nuklir Iran di Fordow yang berada di kawasan pegunungan. Gambar citra satelit menunjukkan pintu masuk menuju terowongan. (Skynews)

Iran sebagai negara berdaulat membalas serangan dengan rudal dan pesawat tempur tanpa awak. Kota-kota di Israel jadi target, termasuk Tel Aviv dan Haifa.

Jauh sebelum menjadi ancaman strategis dan titik fokus konfrontasi bagi Israel, nuklir Iran sebetulnya lahir dari aliansi dengan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lainnya, di bawah naungan Shah yang memerintah negara itu, sebelum Revolusi Islam  terjadi tahun 1979 di bawah bimbingan Ayatollah Khomeini

Pada tahun 1960-an dan 1970-an, Iran ketika Shah berkuasa, dianggap sebagai sekutu dekat Barat. Bahkan termasuk Israel.

Iran menerima bantuan Amerika dan teknologi Prancis dan Jerman untuk membangun reaktor nuklir sipil, dan juga bercita-cita untuk memiliki senjata nuklir.

"Kami memberi Iran peralatan awalnya," kata Robert Einhorn, mantan pejabat pengawasan senjata yang bekerja untuk AS dalam negosiasi dengan Iran untuk membatasi program nuklirnya, seperti dikutip The New York Times.

Baca juga: Senator AS Mengatakan Program Nuklir Iran Hanya Mengalami Kemunduran Beberapa Bulan

Pada tahun 1975, Shah menandatangani perjanjian dengan anak perusahaan konglomerat Jerman Siemens. Ia membuat kemajuan besar di bidang ini.

Perusahaan Kraftwerk Union, menurut kontrak, seharusnya membangun dua reaktor tenaga nuklir di Bushehr yang masing-masing berkapasitas 1.300 megawatt.

Setahun setelah penandatanganan kontrak, pekerjaan konstruksi pada kedua reaktor sudah berlangsung.

Pekerjaan terus berlanjut tanpa henti sampai terjadi Revolusi Islam tahun 1979  sekaligus berakhirnya kekuasaan Shah di Iran, dan pecahnya Perang Iran-Irak di tahun berikutnya.

Ayatollah Khomeini, yang menjadi Pemimpin Tertinggi setelah revolusi, sebetulnya tidak menyukai rencana nuklir Shah.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan