Konflik Iran Vs Israel
27 Napi Iran Masih Kabur setelah Israel Bom Penjara Evin Bulan Lalu
Pemerintah Iran melaporkan bahwa 27 tahanan masih kabur setelah Israel mengebom penjara Evin pada 23 Juni 2025 saat perang 12 hari.
Penulis:
Yunita Rahmayanti
Editor:
Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Juru bicara Kehakiman Iran, Asghar Jahangir, mengatakan 27 narapidana masih bebas setelah serangan udara Israel bulan lalu menargetkan penjara Evin di utara ibu kota, Teheran pada 23 Juni lalu.
Serangan udara tersebut merupakan bagian dari perang 12 hari yang diluncurkan Israel terhadap Iran.
Iran mencatat 1.100 kematian dalam perang tersebut, sementara Israel melaporkan 28 orang tewas, menurut laporan Associated Press, dikutip Rabu (23/7/2025).
Asghar Jahangir mengatakan 75 tahanan telah melarikan diri setelah serangan tersebut dan 48 di antaranya ditangkap kembali atau dikembalikan secara sukarela.
"Pihak berwenang akan menahan sisanya jika mereka tidak menyerahkan diri," katanya.
Juru bicara tersebut mengatakan para tahanan yang melarikan diri itu adalah tahanan yang menjalani hukuman karena pelanggaran ringan.
Para pejabat Iran mengatakan serangan Israel menewaskan 71 orang, tetapi media lokal melaporkan sebelumnya pada bulan Juli bahwa 80 orang tewas pada saat itu, termasuk staf penjara, tentara, narapidana, dan anggota keluarga yang berkunjung.
Tidak jelas mengapa Israel menargetkan penjara tersebut yang mereka gambarkan sebagai simbol rezim Iran di bawah kekuasaan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei.
Kementerian Pertahanan Israel mengatakan 50 pesawat menjatuhkan 100 amunisi ke target militer berdasarkan intelijen berkualitas tinggi dan akurat dari Cabang Intelijen.
Pusat Hak Asasi Manusia yang berpusat di New York telah mengkritik Israel karena menyerang penjara tersebut dan mengatakan tindakan itu melanggar prinsip pembedaan antara sasaran sipil dan militer.
Serangan udara Israel menghantam beberapa lokasi yang berjarak lebih dari 500 meter di dalam penjara Evin pada 23 Juni 2025 sekitar pukul 11-12 siang waktu Teheran.
Baca juga: Trump Ancam Serang Iran Lagi jika Diperlukan, Tegaskan Kerusakan Situs Nuklir
Serangan tersebut menghancurkan atau merusak sejumlah bangunan dan struktur lain di dalam kompleks penjara, serta bangunan tempat tinggal di dekatnya di luar kompleks tersebut.
Pejabat militer Israel kemudian mengonfirmasi serangan terhadap penjara Evin pada saat itu.
"Pasukan Israel menyerang dengan kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap target rezim dan badan-badan penindasan pemerintah di jantung kota Teheran termasuk…penjara Evin," kata Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, di platform media sosial X pada Senin (23/6/2025).
"Kami telah melakukan serangan terarah terhadap penjara Evin yang terkenal kejam," tulis akun Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di X pada hari yang sama.
Target serangan Israel
Berikut ini sejumlah target serangan Israel di Iran pada 23 Juni 2025 menurut laporan Al Jazeera dan The Times of Israel:
- Fordow Uranium Enrichment Facility, lokasi pengayaan uranium Iran yang berada di bawah tanah
- Markas Basij dan markas Garda Revolusi Iran (IRGC) di Tehran, bagian dari struktur keamanan internal dan stabilitas rezim Iran
- Stasiun listrik feeder di lingkungan Evin, yang menyuplai daya ke area penjara dan fasilitas rezim lainnya
- Imam Hossein University, universitas yang berafiliasi erat dengan IRGC
- Jam “Destruction of Israel”, yang dianggap sebagai simbol kekerasan rezim di kota Teheran.
Serangan tersebut diluncurkan sehari setelah sekutu Israel, Amerika Serikat (AS), menyerang tiga fasilitas nuklir Iran di Isfahan, Fordow, dan Natanz pada 22 Juni 2025.
AS mengerahkan tujuh unit B‑2 Spirit stealth bombers dalam serangan ke tiga fasilitas nuklir Iran (Fordow, Natanz, dan Isfahan) pada 22–23 Juni 2025 yang dikenal sebagai Operation Midnight Hammer.
Selain itu, AS menggunakan 14 bom GBU-57A/B yang dikenal sebagai Massive Ordnance Penetrator atau MOP.
Fasilitas nuklir di Fordow dihantam dengan 12 bom GBU-57A, yang dijatuhkan dari 6 pesawat B-2 dan masing-masing menjatuhkan 2 bom.
Satu pesawat B-2 Spirit menjatuhkan dua bom GBU-57A ke fasilitas nuklir di Natanz dan kapal selam AS meluncurkan rudal Tomahawk.
Serangan AS terhadap Iran merupakan bagian dari kampanye militer Israel yang meluncurkan operasi militer terhadap Iran pada 13 Juni 2025.
Israel mengklaim serangan tersebut bertujuan untuk menghancurkan program nuklir Iran yang dianggap mengancamnya.
Baca juga: Trump Ancam Serang Iran Lagi jika Diperlukan, Tegaskan Kerusakan Situs Nuklir
AS terlibat dalam perang tersebut setelah Israel melobi AS untuk mengerahkan pesawat B-2 Spirit yang dapat membawa satu-satunya bom, GBU-57A, yang diklaim dapat menembus fasilitas nuklir Iran jauh di bawah tanah.
Pada 24 Juni 2025, Presiden AS Donald Trump mengumumkan Iran dan Israel sepakat untuk gencatan senjata, mengakhiri perang yang berlangsung selama 12 hari.
Serangan Israel terhadap Iran menghambat perundingan antara AS dan Iran yang membahas kesepakatan untuk membatasi program pengayaan nuklir Iran.
Setelah perang 12 hari antara Iran dan Israel berakhir, pembicaraan perjanjian nuklir antara Iran dan AS memang sempat terhenti, namun kemudian dilanjutkan melalui beberapa jalur diplomasi sekutu Eropa dan mediasi Oman.
AS dan Israel selama beberapa dekade menuduh Iran berupaya memproduksi senjata nuklir dengan melakukan pengayaan uranium hingga mencapai batas aman.
Menurut Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), batas aman teknis tersebut adalah di bawah 20 persen.
Israel tuduh Iran
Sementara itu, Israel menuduh Iran telah memperkaya uranium hingga kadar sangat tinggi antara 60-90 persen, mendekati tahap senjata nuklir.
AS dan Iran pernah menyepakati perjanjian pembatasan program nuklir yang disebut Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada tahun 2015.
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Iran dan enam negara besar (AS, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan China) pada 14 Juli 2015, dengan imbalan keringanan sanksi terhadap Iran.
Dalam perjanjian itu, Iran hanya boleh memperkaya uranium hingga 3,67 persen, jumlah sentrifugal dikurangi drastis, inspeksi ketat oleh IAEA, serta Iran mendapat kembali akses ke pasar keuangan dan minyak dunia.
Namun, AS membatalkan kesepakatan nuklir dengan Iran pada tanggal 8 Mei 2018, saat Presiden Donald Trump mengumumkan penarikan sepihak dari perjanjian nuklir Iran karena dianggap lemah, lapor The Washington Post.
Setelah menjabat pada masa jabatan kedua, Trump menawari Iran untuk melakukan perjanjian yang baru, perundingan yang saat ini sedang kembal diupayakan.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.