Mahkamah Agung di Australia Tegur Pengacara yang Pakai AI untuk Nota Pembelaan: Banyak Fiktifnya
Adapun dokumen-dokumen yang dibuat dengan menggunakan AI tersebut terkait dengan pembelaan dalam sebuah kasus pembunuhan
Penulis:
Bobby W
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Kontroversi terkait penggunaan AI ini kembali hadir dalam sebuah nota pembelaan yang diajukan oleh seorang pengacara bernama Rishi Nathwani dalam persidangan yang berlangsung di Melbourne, Victoria, Australia pada Kamis (14/8/2025).
Bak pisau bermata dua, perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) belakangan ini terus menjadi kontroversi dalam berbagai bidang termasuk masalah hukum.
Dalam sidang di Australia ini, Rishi ketahuan menggunakan AI dalam pembuatan nota pembelaan pada kasus seorang remaja yang didakwa melakukan pembunuhan.
Adapun remaja tersebut terseret dalam kasus pembunuhan seorang perempuan berusia 41 tahun di Abbotsford, British Columbia, Kanada pada April 2023.
Mirisnya lagi, Rishi Nathwani merupakan seorang pengacara senior dengan gelar hukum bergengsi King’s Counsel (KC).
KC adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada pengacara senior di negara-negara persemakmuran, seperti Inggris, Australia, dan Kanada.
Gelar KC dianugerahkan oleh monarki (raja atau ratu) atau wakilnya, seperti Gubernur Jenderal sebagai pengakuan bahwa penerimanya memiliki keahlian luar biasa dalam bidang hukum.
Adapun dokumen-dokumen yang dibuat dengan menggunakan AI tersebut terkait dengan pembelaan dalam sebuah kasus pembunuhan yang melibatkan seorang remaja berusia 16 tahun sebagai pelakunya.
Meski demikian, pelaku pada akhirnya dinyatakan tidak bersalah karena terbukti mengalami gangguan mental dalam kasus pembunuhan.
Jaksa penuntut, tim pembela, dan dua psikiater lainnya juga pada akhirnya sepakat bahwa remaja tersebut mengalami gangguan mental saat melakukan pembunuhan karena menderita delusi skizofrenia.
Meski kliennya menang, Rishi tetap kena teguran dari hakim yang mengaku heran kenapa sang pengacara bisa membuat nota pembelaan menggunakan AI tanpa melakukan pemeriksaan fakta di dalamnya.
Baca juga: Teknologi AI dan Platform No-code Dapat Diintegrasikan untuk Tingkatkan Efisiensi Bisnis
"Tidak dapat diterima jika kecerdasan buatan digunakan... kecuali produk dari penggunaan tersebut diverifikasi secara independen dan menyeluruh," kata Hakim James Elliott dari Mahkamah Agung Victoria yang bermarkas di Melbourne.
Hakim Elliott juga menuding Rishi Nathwani KC dan junior-nya Amelia Beech telah berbuat lalai dengan tidak memeriksa secara benar dokumen yang mereka ajukan ke pengadilan, demikian keterangan di pengadilan.
Hal ini termasuk referensi kutipan kasus yang tidak ada dan kutipan tidak akurat dari pidato parlemen.
Hakim Elliott juga menyatakan bahwa dokumen tersebut tidak ditandatangani oleh pengacara atau kuasa hukum saat diajukan.
Tak hanya Rishi dan tim pembela yang menerima teguran keras, pihak jaksa penuntut juga ikut kena "semprot" karena tidak memverifikasi kebenaran seluruh informasi yang diberikan oleh Rishi dan membuat pengajuan mereka sendiri berdasarkan dokumen pembela yang salah tersebut.
"Dokumen revisi tidak ditinjau oleh kedua pihak dan merujuk pada undang-undang fiktif yang tidak pernah ada," ujar hakim tersebut menegur tim pembela dan penuntut di pengadilan.
Kesalahan yang dihasilkan oleh AI ini pun menyebabkan penundaan 24 jam dalam menyelesaikan kasus yang sebelumnya akan diputuskan Elliott pada Rabu (13/8/2025)
Menanggapi teguran tersebut, pihak Rishi Nathwani akhirnya mengambil "tanggung jawab penuh" atas pengajuan informasi tidak akurat dalam dokumen pembelaan yang juga dipakai oleh tim penuntut.
"Kami sangat menyesal dan merasa malu atas kejadian ini," ujar Nathwani kepada Hakim James Elliott atas nama tim pembela seperti yang dikutip dari The Associated Press pada Jumat (15/8/2025).
Baca juga: Membedakan Manusia dan Robot, Tantangan Baru di Era AI
Kronologi Penggunaan AI Terkuak
Penggunaan AI pada persidangan tersebut mulai terkuat saat Hakim James Elliott memeriksa beberapa dokumen yang diterimanya baik dari pihak pembela maupun penuntut.
Saat memeriksanya, tim Elliott mendapati sejumlah kutipan aneh yang tak pernah disampaikan dalam pidato di parlemen negara bagian.
Kejanggalan itu kian terasa saat tim Elliott juga menjumpai kutipan kasus yang diklaim datanya berasal dari Mahkamah Agung.
Saat melakukan cross check dengan database Mahkamah Agung Victoria yang dapat ia akses, tidak ada satupun kecocokan antara kutipan yang dibuat Rishi dengan data yang ada di sistem.
Menanggapi kesalahan tersebut, Hakim Elliott kemudian meminta pengacara pembela untuk memberikan salinannya.
Setelah dokumen pengadilan tersebut diminta oleh Hakim Elliott untuk kembali diperiksa, baru lah pihak pengacara mengakui kesalahannya.
Secara terbuka, Tim Rishi mengaku telah melakukan kesalahan dengan menggunakan kutipan yang tidak pernah ada serta mengirimkan dokumen pengajuan pembelaan yang banyak mengandung kutipan fiktif.
Para pengacara beralasan bahwa awalnya mereka telah memeriksa keakuratan kutipan yang dibuat AI pada awal pencarian, tapi tak memeriksa kutipan lainnya secara menyeluruh dan menganggap sisanya sudah benar.
Dokumen tersebut juga dikirim kepada jaksa Daniel Porceddu, yang tidak memeriksa keakuratannya.
(Tribunnews.com/Bobby)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.