Sabtu, 13 September 2025

Prancis Bergolak, Macron Diserbu Demo Usai Lantik PM Baru Sebastien Lecornu

Warga Prancis memprotes Presiden Macron, tepat setelah pelantikan Perdana Menteri baru Sebastian Lecornu pada hari Rabu.

Faceboook Emmanuel Macron/Sebastian Lecornu
MACRON LANTIK LECORNU - Kolase foto Presiden Prancis Emmanuel Macron (kiri) dan Perdana Menteri Prancis Sebastian Lecornu (kanan), diambil dari Faceboook Macron dan Sebastian Lecornu pada Kamis (11/9/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Gelombang protes meletus di Prancis setelah pelantikan Perdana Menteri baru, Sebastien Lecornu, pada hari Rabu (9/9/2025).

Presiden Prancis Emmanuel Macron memilih Sebastien Lecornu sebagai perdana menteri kelimanya dalam dua tahun terakhir.

Sebastien Lecornu menggantikan Francois Bayrou yang digulingkan dalam pemungutan suara di parlemen pada hari Senin (7/9/2025).

Francois Bayrou pada hari itu mengajukan rencana pemotongan anggaran hingga €44 miliar (sekitar Rp774,4 triliun), didukung oleh 194 suara dan ditolak oleh 364 suara di parlemen.

Sebelumnya, Bayrou mengatakan pemotongan anggaran itu diperlukan untuk mengurangi utang nasional Prancis.

Sebastien Lecornu menyampaikan pidato singkat setelah pelantikannya dengan mengatakan, "Pemerintah perlu lebih kreatif, terkadang lebih teknis, lebih serius dalam cara kerja dengan oposisi."

Selain itu, ia mengingatkan bahwa kadang perpecahan tidak bisa dihindari.

Ia yang sebelumnya pernah menjadi menteri pertahanan, menghadapi tantangan bagaimana mengarahkan anggaran 2026 yang efisien melalui parlemen karena utang nasional yang besar.

Prancis mengalami defisit 5,8 persen pada tahun 2024 dari PDB.

Partai-partai umumnya setuju untuk mengurangi defisit, namun belum menyepakati caranya.

Setelah dilantik, Sebastien Lecornu harus mengirim rancangan anggaran 2026 ke parlemen, paling lambat 7 Oktober 2025.

Baca juga: PM Prancis Francois Bayrou Digulingkan, Presiden Macron Cari Penggantinya

Ia harus berusaha keras untuk mendapat dukungan parlemen dan meloloskan anggaran 2026, lapor Reuters.

Protes di Prancis

Gelombang protes besar melanda berbagai kota di Prancis dalam gerakan “Block Everything”, tak lama setelah pelantikan perdana menteri baru Sebastien Lecornu.

Setelah pelantikannya, para pengunjuk rasa turun ke jalan, membakar barikade dan bentrok dengan polisi pada hari Rabu.

Mereka menentang pemerintahan Macron, elite politik dan rencana pemotongan anggaran.

Polisi anti huru hara di Paris menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa.

Selain itu, mereka menahan setidaknya 200 orang di Paris dan 100 orang di kota lainnya.

"Sama saja masalahnya; sama saja, Macron-lah masalahnya, bukan para menterinya," kata Fred, seorang pengurus serikat pekerja CGT di perusahaan transportasi umum Paris RATP, seraya menambahkan, "Dia harus mundur."

Gelombang protes terjadi di berbagai wilayah, termasuk di Nantes, di mana massa memblokir jalan dengan membakar ban dan tempat sampah, sementara di Rennes sebuah bus dibakar. 

Di Montpellier, para demonstran mendirikan barikade dan membentangkan spanduk bertuliskan “Macron mengundurkan diri”, sehingga polisi terpaksa menembakkan gas air mata. 

Di Paris, sekelompok pemuda mencoba menghalangi pintu masuk sekolah menengah, dan bentrokan pecah di sekitar pusat perbelanjaan Châtelet. 

Polisi bersama pemadam kebakaran bekerja keras membersihkan barikade yang terbakar dan memadamkan api di sebuah gedung.

Gerakan ini banyak dibandingkan dengan protes Rompi Kuning pada 2018–2019 yang dipicu kenaikan pajak dan biaya hidup, namun ada perbedaan mencolok.

Menurut sosiolog Antoine Bristielle, kali ini mayoritas pengunjuk rasa adalah anak muda. 

Mereka hadir dengan visi akan dunia yang lebih adil, lebih setara, dan sistem politik yang lebih baik. 

Seperti disampaikan oleh Alice Morin (21), seorang siswi yang mengatakan generasi muda merasa diwarisi dunia yang rusak oleh generasi tua, sehingga kini mereka yang harus berjuang mengubah keadaan.

"Semua ini tidak baik," kata Chloe (25), seorang mahasiswa yang berdemonstrasi di kota Toulouse, Prancis selatan. 

"Kelas pekerjalah yang paling menderita. Seharusnya ada cara yang lebih baik," tambahnya, seperti dikutip dari France24.

Cedric Brun (46), seorang pekerja otomotif dan ketua serikat pekerja lokal di kota utara Valenciennes, mengatakan ia kecewa melihat para pengunjuk rasa dengan mudah dihalau oleh polisi.

"Saya pikir jumlah kami akan lebih banyak," katanya, seraya menambahkan, "Sayangnya, jumlah revolusioner di Facebook lebih banyak daripada di dunia nyata."

Selain itu, pelantikan perdana menteri kelima dalam dua tahun terakhir menambah kemarahan masyarakat karena menganggapnya sebagai ketidakstabilan politik.

Para pengunjuk rasa menganggap Sebastien Lecornu, yang dianggap sebagai loyalis Macron, tidak merepresentasikan perlawanan terhadap rencana pemotongan anggaran.

Menurut para pengunjuk rasa, pengangkatan perdana menteri baru merupakan kelanjutan dari arah politik lama, bukan perubahan.

Protes itu mencerminkan kemarahan masyarakat terhadap "elite penguasa yang disfungsional dan bertekad melakukan penghematan."

Masyarakat semakin kecewa dengan usulan pemotongan anggaran pemerintah hingga hingga €44 miliar (sekitar Rp774,4 triliun), yang sebelumnya diusulkan oleh Francois Bayrou, yang menyebabkannya digulingkan di parlemen.

Sebastien Lecornu

Sebastien Lecornu lahir pada 11 Juni 1986 di Eaubonne, Val-d’Oise.

Berasal dari keluarga sederhana, ia tertarik pada politik sejak muda dan pada usia 19 tahun sudah menjadi asisten parlemen termuda.

Kariernya melesat cepat sebagai walikota Vernon (2014), lalu Presiden Dewan Departemen Eure (2015), sebelum masuk pemerintahan Macron pada 2017.

Ia menjabat berbagai posisi, mulai dari Sekretaris Negara Transisi Ekologis, Menteri Urusan Lokal, hingga Menteri Luar Negeri (Outre-mer).

Pada 2022, ia dipercaya menjadi Menteri Pertahanan, di mana ia menggandakan anggaran militer dan memperkuat peran Prancis di Eropa serta Ukraina.

Berkat reputasi sebagai “ahli manuver politik” dan loyalis Macron, pada 9 September 2025 ia diangkat sebagai Perdana Menteri Prancis, menjadikannya salah satu politisi termuda yang mencapai puncak jabatan tersebut, dikutip dari Le Monde.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan