Sabtu, 11 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Hamas Peringatkan Netanyahu Tak Sabotase Negosiasi Israel di Mesir

Hamas memperingatkan Perdana Menteri Israel Netanyahu agar tidak menyabotase negosiasi Hamas dan Israel di Mesir untuk akhiri perang di Jalur Gaza.

Telegram Brigade Al-Qassam
ANGGOTA BRIGADE AL-QASSAM - Foto ini diambil pada Jumat (15/3/2025) dari publikasi resmi Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) memperlihatkan anggota Brigade Al-Qassam berpatroli dengan kendaraan dan senjatanya selama pertukaran tahanan gelombang ke-6 pada Sabtu (15/2/2025). Pada 7 Oktober 2025, Hamas memperingatkan Perdana Menteri Israel Netanyahu agar tidak menyabotase negosiasi. 

TRIBUNNEWS.COM - Salah satu pemimpin Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), Fawzi Barhoum, memperingatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar tidak menyabotase putaran negosiasi yang bertujuan mengakhiri perang genosida di Jalur Gaza.

"Kami memperingatkan upaya kriminal Netanyahu untuk menghalangi dan menyabotase putaran negosiasi saat ini, sebagaimana ia dengan sengaja menyabotase semua putaran sebelumnya," katanya di Doha, Qatar, Selasa (7/10/2025).

"Meskipun kekuatan militer yang luar biasa, dukungan tanpa batas, dan kemitraan penuh Amerika dalam perang pemusnahan di Gaza, mereka belum dan tidak akan berhasil mencapai citra kemenangan yang palsu," lanjutnya.

Ia menegaskan bahwa kelompok perlawanan tersebut bertanggungjawab dalam mengikuti jalannya perundingan negosiasi.

"Dengan keyakinan akan tanggung jawab nasional kita terhadap rakyat dan hak-hak mereka yang sah, gerakan ini telah menangani semua usulan gencatan senjata secara bertanggung jawab selama dua tahun terakhir, yang terbaru adalah usulan Presiden AS Donald Trump," katanya, lapor Al Jazeera.

Fawzi Barhoum menyebutkan sejumlah tuntutannya, di antaranya gencatan senjata permanen dan menyeluruh, penarikan penuh militer Israel dari seluruh wilayah Jalur Gaza, masuknya bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, memastikan kembalinya para pengungsi, rekonstruksi Jalur Gaza, dan pertukaran tahanan yang adil.

Ia juga menegaskan prioritas mereka adalah mengakhiri perang genosida di Jalur Gaza dan menegakkan hak Palestina untuk merdeka.

Pada hari Selasa, kepala negosiasi Hamas sekaligus pemimpin Hamas di Gaza, Khalil al-Hayya, mengakhiri negosiasi hari kedua antara mediator dan Hamas di Mesir.

Brigade Al-Quds: Tahanan Israel Tak akan Lihat Cahaya Matahari Tanpa Pertukaran

Pada hari Selasa, sayap militer Jihad Islam Palestina (PIJ), Brigade Al-Quds menyatakan para tahanan tidak akan melihat cahaya matahari kecuali melalui kesepakatan pertukaran yang akan mengakhiri perang genosida.

"Tawanan musuh tidak akan melihat cahaya matahari kecuali melalui kesepakatan pertukaran di mana entitas Zionis berkomitmen untuk mengakhiri perang," kata Brigade Al-Quds dalam pernyataannya.

Baca juga: 2 Tahun Perang di Gaza, Ini Data Jumlah Korban dan Kerusakan yang Ditimbulkan oleh Israel

"Kami menegaskan bahwa kami dan seluruh faksi perlawanan akan berupaya sekuat tenaga untuk menemukan cara mengakhiri perang dan penderitaan rakyat kami," lanjutnya.

Brigade Al-Quds juga menegaskan bahwa mereka tidak akan menyerahkan senjatanya sampai meraih kemerdekaan bagi Palestina.

"Kami menegaskan bahwa senjata perlawanan ada untuk membebaskan negeri ini dan melawan musuh, dan senjata itu tidak akan dilepaskan sampai kedua tujuan ini tercapai," tegasnya, lapor Quds.

Brigade Al-Quds bergabung dengan perlawanan bersama Hamas dan faksi-faksi lain dalam Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.

Pernyataan Netanyahu

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan Israel akan berupaya untuk membebaskan tahanan dan melenyapkan Hamas.

"Kita sedang menjalani hari-hari yang menentukan, dan kita akan terus bekerja untuk mencapai semua tujuan perang," kata Netanyahu, Selasa.

Ia mengklaim Israel berupaya mematahkan poros Iran, merujuk pada kelompok perlawanan di kawasan tersebut yang dituduh mendapat dukungan dari Iran.

Netanyahu mengancam pihak mana pun yang berupaya menghalanginya akan menerima balasan.

"Siapa pun yang melawan kami akan menerima pukulan telak yang belum pernah terjadi sebelumnya," katanya.

"Masih ada beberapa tugas yang tersisa, dan kita akan mencapai kehancuran total Hamas," tambahnya, lalu melanjutkan, " Hizbullah dan Houthi telah menderita pukulan berat."

Info Terbaru Serangan Israel di Jalur Gaza

Pada hari kedua negosiasi di Mesir, Presiden AS Donald Trump kembali menyatakan optimisme bahwa Israel dan Hamas akan mencapakai kesepakatan damai.

Hamas telah merinci syarat-syarat utama dalam perundingan tersebut termasuk gencatan senjata permanen, penarikan pasukan Israel dari seluruh Gaza hingga masuknya bantuan kemanusiaan.

Sementara itu, UNICEF mengatakan Israel berulang kali menolak untuk memindahkan bayi-bayi yang berada di inkubator di Gaza utara.

Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan 29 stafnya terbunuh dalam serangan Israel ketika bertugas di Gaza sejak Oktober 2023.

Di hari yang sama, aktivis Swedia Greta Thunberg yang dideportasi dan tiba di Yunani, mengatakan bahwa para aktivis disiksa oleh militer Israel selama penahanan mereka.

"Secara pribadi, saya tidak ingin menceritakan apa yang saya alami karena saya tidak ingin menjadi berita utama dan 'Greta telah disiksa', karena bukan itu ceritanya," ujarnya.

Greta menambahkan bahwa apa yang dialami para aktivis tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang dialami rakyat Palestina di Jalur Gaza sehari-hari, lapor Al Jazeera.

Setidaknya 341 dari 450an aktivis misi Global Sumud Flotilla telah dideportasi setelah mereka dicegat oleh militer Israel ketika berlayar dengan lebih dari 40 kapal pembawa bantuan kemanusiaan ke Gaza, pada 1-2 Oktober 2025.

Sejak Oktober 2023, Israel terus melancarkan serangan di Jalur Gaza.

Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan Gaza pada hari Senin, serangan tersebut telah menewaskan lebih dari 67.160 warga Palestina dan melukai sekitar 169.679 orang.

Aksi pengepungan dan pengeboman yang dilakukan Israel juga memperburuk kondisi kemanusiaan di Gaza.

Akibat kekurangan makanan dan kebutuhan pokok, 459 orang, termasuk 147 anak-anak, meninggal dunia karena kelaparan.

Selain itu, sejak 27 Mei 2025, pasukan Israel juga menyerang warga Palestina yang sedang menunggu bantuan kemanusiaan.

Menurut laporan Anadolu Agency, serangan tersebut menewaskan sedikitnya 2.610 orang dan melukai lebih dari 19.143 orang.

Israel menyalahkan Gerakan Hamas atas kehancuran di Gaza. Hamas sebelumnya meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan ratusan warga Israel dan menahan sekitar 250 orang sebagai sandera.

Hingga 3 September 2025, diperkirakan masih ada 48 orang sandera — terdiri dari warga Israel dan warga asing — yang masih ditahan di Gaza.

Sebagian di antara mereka dilaporkan telah meninggal dunia, tetapi jenazahnya belum dikembalikan, menurut data dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA).

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved