Senin, 13 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Alasan Hamas Ambil Risiko Percayai Trump meski Tak Ada Jaminan Bisa Tarik Pasukan Israel dari Gaza

Inilah alasan mengapa Hamas berani mengambil risiko besar dengan mempercayai Presiden AS Donald Trump meski tak mendapatkan jaminan.

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Nuryanti
Facebook The White House
ALASAN PERCAYA TRUMP - Gambar diunduh dari Facebook The White House, Kamis (9/10/2025), memperlihatkan Presiden AS Donald Trump dalam unggahan pada 9 Oktober 2025. Inilah alasan mengapa Hamas mengambil risiko besar dengan mempercayai Trump meski tak mendapatkan jaminan tertulis tentang penarikan pasukan Israel secara penuh dari Gaza. 

TRIBUNNEWS.COM - Kelompok bersenjata Palestina, Hamas mengambil langkah politik yang sangat berisiko dengan menyepakati gencatan senjata dengan Israel.

Dalam salah satu poin kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS) ini, meminta Hamas untuk menyerahkan seluruh sandera yang mereka tahan di Gaza.

Keputusan ini diambil tanpa adanya kesepakatan tertulis mengenai penarikan penuh pasukan Israel, melainkan hanya berdasarkan jaminan lisan, terutama dari Presiden AS Donald Trump.

Kesepakatan yang mulai berlaku pada Jumat (10/10/2025) ini dinilai sebagai "judi" politik oleh beberapa pejabat Hamas sendiri.

Mereka meyakini bahwa keterlibatan personal Trump dalam kesepakatan tersebut akan cukup untuk menahan Israel agar tidak melanjutkan operasi militernya setelah sandera dibebaskan.

Dikutip dari Al Arabiya, dua pejabat Palestina mengungkapkan, perubahan pandangan Hamas terhadap Trump — sosok yang sebelumnya mereka sebut sebagai rasis dan "resep kekacauan" — dipicu oleh satu panggilan telepon luar biasa pada September lalu.

Dalam panggilan yang disiarkan secara luas itu, Trump dilaporkan mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk meminta maaf kepada Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani.

Permintaan maaf ini terkait serangan Israel terhadap kompleks perumahan yang menjadi tempat tinggal para pemimpin politik Hamas di Ibu Kota Qatar, Doha.

Meskipun serangan tersebut gagal membunuh para pejabat Hamas, cara Trump menangani insiden itu meyakinkan Hamas bahwa ia mampu bersikap tegas terhadap Netanyahu dan serius ingin mengakhiri perang di Gaza.

Seorang pejabat senior Gedung Putih menyebut insiden Qatar itu sebagai titik balik signifikan yang menyatukan dunia Arab.

Janji publik Trump bahwa serangan serupa oleh Israel terhadap Qatar tidak akan terjadi lagi, dinilai telah meningkatkan kredibilitasnya di mata Hamas dan aktor regional lainnya.

Baca juga: 2 Tahun Perang Israel-Hamas Berakhir, Bisakah Gaza Pulih dan Menjadi Layak Huni Lagi?

Tanpa Ada Jaminan Tertulis

Kesepakatan gencatan senjata ini dicapai setelah perundingan tidak langsung yang alot di resor Laut Merah, Sharm al-Sheikh, Mesir.

Kehadiran orang-orang terdekat Trump, seperti menantu dan utusan AS Jared Kushner dan Steve Witkoff, serta para tokoh regional lainnya seperti Kepala Intelijen Turki Ibrahim Kalin, memberikan keyakinan yang cukup bagi Hamas untuk menandatangani perjanjian tersebut.

Namun, dua pejabat Hamas mengakui kepada Reuters bahwa kelompok itu tidak menerima jaminan tertulis formal yang didukung mekanisme penegakan hukum spesifik.

Mereka hanya menerima jaminan lisan dari AS dan mediator — Mesir, Qatar, dan Turki — bahwa Trump akan memastikan kesepakatan tersebut terlaksana dan tidak akan membiarkan Israel melanjutkan kampanye militer setelah sandera dibebaskan.

"Sejauh yang kami ketahui, perjanjian ini mengakhiri perang," ujar salah seorang pejabat Hamas, dikutip dari Reuters.

Para Pengungsi Gaza Pulang ke Rumah

Puluhan ribu warga Palestina berbondong-bondong kembali menuju wilayah Gaza Utara yang porak-poranda pada Jumat (10/10/2025).

Mereka pulang setelah gencatan senjata yang dimediasi oleh AS secara resmi berlaku.

Dikutip dari Arab News, kesepakatan ini membuka harapan besar bagi berakhirnya perang antara Israel dan Hamas yang telah berlangsung selama dua tahun.

Gencatan senjata terbaru ini merupakan langkah krusial untuk mengakhiri konflik yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Perang tersebut diperkirakan telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina dan membuat sekitar 90 persen dari 2 juta populasi Gaza harus mengungsi, bahkan berulang kali.

Banyak dari pengungsi ini yang kembali dan mendapati rumah mereka hanya tinggal tumpukan puing.

Militer Israel telah mengonfirmasi dimulainya gencatan senjata tersebut.

Baca juga: Gencatan Senjata Berlaku, Hamas Didesak Bebaskan 20 Sandera, 600 Truk Bantuan Mulai Masuk Gaza

Sebanyak 48 sandera yang tersisa, dengan sekitar 20 orang diyakini masih hidup, dijadwalkan akan dibebaskan paling lambat Senin (13/10/2025.

Pembebasan ini dilakukan sebagai bagian dari pertukaran tahanan dengan sekitar 2.000 tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.

Dalam pernyataan yang disiarkan televisi, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa tahap selanjutnya dari kesepakatan tersebut adalah pelucutan senjata Hamas dan demiliterisasi Gaza.

"Jika ini tercapai dengan cara yang mudah — maka terjadilah."

"Jika tidak — itu akan dicapai dengan cara yang sulit," ujar Netanyahu.

Ia juga mengisyaratkan bahwa Israel mungkin akan melanjutkan serangan militernya jika Hamas tidak menyerahkan senjatanya.

Netanyahu menambahkan bahwa Hamas menyetujui kesepakatan itu “hanya ketika merasa pedang sudah ada di lehernya — dan pedang itu masih ada di leher mereka”.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved