Selasa, 28 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Rusia Kirim Negosiator Ekonomi ke AS setelah Sesumbar Kebal Sanksi

Rusia mengirim negosiator ekonomi Kirill Dmitriev ke AS setelah Presiden Rusia Putin sesumbar Rusia kebal sanksi, menyusul sanksi minyak dari Trump.

Foto: Mikhail Sinitsyn, TASS/Kremlin
PUTIN - Foto diunduh dari Kantor Presiden Rusia, Selasa (23/9/2025), memperlihatkan Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan kunjungan ke Pabrik Motovilikha pada 19 September 2025. -- Pada 24 Oktober 2025, Rusia mengirim negosiator ekonomi ke Washington setelah AS menjatuhkan sanksi ke 2 perusahaan minyak raksasa Rusia. 
Ringkasan Berita:
  • Rusia mengirim Kirill Dmitriev untuk bernegosiasi dengan AS setelah Presiden AS Trump menjatuhkan sanksi minyak.
  • Presiden Rusia Putin menyebut langkah Trump "tidak bersahabat".
  • Trump yakin sanksi minyak itu akan merugikan ekonomi Rusia.

TRIBUNNEWS.COM - Negosiator ekonomi terkemuka Rusia, Kirill Dmitriev, tiba di Washington untuk berunding dengan pemerintah Amerika Serikat (AS).

Kunjungan itu terjadi dua hari setelah Presiden AS Donald Trump menjatuhkan sanksi terhadap dua perusahaan minyak terbesar Moskow, Rosneft dan Lukoil serta 34 anak perusahaan mereka.

Utusan Rusia itu hanya menyebutkan kunjungannya untuk membahas masa depan AS-Rusia dan posisi Rusia dalam negosiasi perang Ukraina.

"Tiba di AS untuk melanjutkan dialog AS-Rusia – kunjungan yang direncanakan beberapa waktu lalu berdasarkan undangan dari pihak AS," kata Kirill Dmitriev di X, Jumat (24/10/2025). 

Dmitriev juga mengatakan ia tidak yakin sanksi AS yang baru-baru ini dijatuhkan kepada perusahaan minyak Rusia akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Rusia.

"Harga minyak dunia akan naik dan Rusia akan menjual lebih sedikit galon minyak, tetapi dengan harga yang lebih tinggi," katanya, lapor CNN.

Selain itu, Dmitriev mengatakan pertemuan antara Donald Trump dan Putin akan terjadi, tetapi mungkin di kemudian hari.

Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut keputusan Trump sebagai langkah yang tidak bersahabat dan yakin ekonomi Rusia tidak akan terdampak secara signifikan.

Trump menanggapi reaksi Putin dengan mengatakan, "Saya senang dia merasa seperti itu. Itu bagus. Saya akan memberi tahu Anda enam bulan dari sekarang."

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengungkapkan keraguannya terhadap potensi dampak ekonomi setelah AS menjatuhkan sanksi minyak kepada Rusia.

"Kita lihat saja nanti. Kita lihat apa yang terjadi dalam enam bulan. Kita lihat apa yang kita miliki sekarang. Kita lihat apa yang terjadi setahun yang lalu, dua tahun yang lalu. Kita lihat apa yang terjadi dalam enam bulan dan setahun lagi," kata Dmitry Peskov, dikutip dari Russia Today.

Baca juga: Putin Balas Ancaman Trump, Tegaskan: Tak Ada Sanksi yang Bisa Jatuhkan Rusia

Setelah membatalkan pertemuannya dengan Putin, Trump menjatuhkan sanksi kepada dua perusahaan raksasa minyak Rusia untuk menguras dompet Moskow dalam upaya memaksanya mengakhiri perang di Ukraina.

Rusia berulang kali menyatakan negaranya telah kebal terhadap sanksi AS dan negara lain sejak awal invasinya.

Sebelumnya, Trump membatalkan rencana pertemuannya dengan Putin di Budapest, Hongaria, dengan mengatakan ia tidak ingin pertemuan yang sia-sia karena menurutnya, Putin tidak menunjukkan keseriusan untuk mengakhiri perang.

Kabar Terbaru Perang Rusia dan Ukraina

Perang Rusia dengan Ukraina memasuki hari ke-1.340 pada Sabtu (25/10/2025), memperpanjang perang sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022.

Sistem pertahanan udara Ukraina beroperasi di Kyiv pada pukul 03.58 pagi ini, setelah Rusia meluncurkan rudal.

Selain itu, 14 ledakan terdengar di pinggiran kota Kharkiv.

Perang Rusia–Ukraina berawal dari ketegangan panjang sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991.

Setelah merdeka, Ukraina kerap berselisih dengan Rusia mengenai batas wilayah, identitas nasional, dan arah politik — apakah akan berpihak ke Moskow atau menjalin hubungan lebih erat dengan Barat.

Krisis mencapai puncaknya pada 2014, ketika Revolusi Maidan menggulingkan Presiden Viktor Yanukovych, yang dikenal pro-Rusia. Pemerintah baru kemudian memperkuat hubungan dengan negara-negara Barat, langkah yang dianggap mengancam pengaruh Rusia di kawasan.

Sebagai respons, Rusia mencaplok Krimea dan mendukung pemberontakan separatis di Donetsk dan Luhansk, yang memicu konflik bersenjata di wilayah Donbas.

Ketegangan tersebut akhirnya berkembang menjadi invasi penuh Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, setelah Presiden Vladimir Putin memerintahkan serangan besar-besaran.

Putin berdalih tindakan itu bertujuan melawan kelompok neo-Nazi di Kyiv, melindungi warga keturunan Rusia di Donbas, dan mencegah Ukraina bergabung dengan NATO yang dianggap mengancam keamanan negaranya.

Sementara itu, Ukraina mendapat dukungan kuat dari Amerika Serikat dan negara-negara NATO, termasuk bantuan senjata dan militer untuk menghadapi agresi Rusia.

Dalam perkembangan politik dan lainnya, simak informasi terbaru perang Rusia dan Ukraina:

  • Zelensky Desak AS Perluas Sanksi Minyak ke Rusia

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mendesak AS untuk memperluas sanksi terhadap minyak Rusia dari dua perusahaan menjadi seluruh sektor.

Ia juga meminta rudal jarak jauh untuk membalas serangan Rusia.

Presiden tersebut mengatakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengambil langkah besar dengan menjatuhkan sanksi ke dua perusahaan minyak Rusia.

"Kita harus memberikan tekanan tidak hanya kepada Rosneft dan Lukoil, tetapi juga kepada semua perusahaan minyak Rusia," kata Zelensky di London untuk berunding dengan negara Eropa yang bergabung dengan The Coalition of the Willings, Jumat.

  • Ukraina Gagal Dapat Tomahawk, Inggris Serukan Solidaritas Eropa

Dalam pidatonya di London, Zelensky menekankan perlunya kerja sama dengan Barat, setelah ia gagal meyakinkan Trump untuk mengirimkan rudal jarak jauh Tomahawk ke Ukraina dalam kunjungannya minggu lalu.

Pada gilirannya, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengatakan masih banyak yang bisa mereka lakukan untuk memperkuat kemampuan rudal jarak jauh Ukraina. 

"Saya pikir masih banyak yang bisa kita lakukan terkait kapabilitas, khususnya ... kapabilitas jarak jauh dan, tentu saja, pekerjaan vital bagi koalisi yang bersedia terkait jaminan keamanan yang diperlukan," kata Keir Starmer.

  • Sekjen NATO Bahas Isu Pengiriman Rudal Tomahawk

Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte mengatakan ia telah membahas isu pengiriman rudal Tomahawk ke Ukraina dengan Presiden AS Donald Trump.

Ia mengatakan itu tersebut masih dalam peninjauan.

"Khususnya, Tomahawk, tentu saja, presiden dan saya membahasnya. Isu ini masih dalam peninjauan oleh presiden dan sekali lagi, keputusan berada di tangan AS," kata Mark Rutte.

  • Eropa Ingin Dukung Ukraina Pakai Aset Rusia, Belgia Skeptis

Sekutu Eropa menyatakan aset Rusia yang dibekukan perlu segera digunakan.

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengatakan ada kejelasan selama pertemuan di London mengenai kemajuan dalam penggunaan aset Rusia yang dibekukan untuk mendanai pinjaman guna mendukung Ukraina.

Menurutnya, gagasan tersebut harus segera direalisasikan.

Sehari sebelumnya, para pemimpin Uni Eropa tidak menyetujui rencana penggunaan aset Rusia yang dibekukan untuk mendanai pinjaman besar ke Kyiv, karena kekhawatiran yang diajukan oleh Belgia, tempat penyimpanan ratusan miliar dolar cadangan devisa Rusia

Sementara itu, Rusia telah menjanjikan "respons yang menyakitkan" jika aset tersebut disita.

  • Rusia Bersikeras soal Konsensus Wilayah

Negosiator Rusia, Kirill Dmitriev, mengatakan ia yakin Rusia, Amerika Serikat, dan Ukraina hampir mencapai solusi diplomatik untuk mengakhiri perang.

Ia tidak memberikan detail apa pun tentang apa yang akan dicapai. 

Sebelumnya dikabarkan negara-negara Eropa sedang bekerja sama dengan Ukraina dalam proposal baru untuk gencatan senjata dalam perang di sepanjang garis pertempuran saat ini, lapor Reuters. 

"Ini langkah besar Presiden Zelenskyy untuk mengakui bahwa ini tentang garis pertempuran," kata Dmitriev, merujuk pada posisi militer Rusia yang mencaplok sebagian wilayah Ukraina. 

"Anda tahu, posisinya sebelumnya adalah bahwa Rusia harus pergi sepenuhnya – jadi sebenarnya, saya pikir kita cukup dekat dengan solusi diplomatik yang dapat dicapai," lanjutnya.

  • Kremlin: Ukraina dan Barat Adalah Dalang di Balik Gagalnya Negosiasi

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menuduh Ukraina dan negara-negara Eropa sebagai penyebab tertundanya negosiasi perdamaian langsung dengan Rusia.

"Penyebabnya adalah keengganan rezim Kiev untuk mengintensifkan negosiasi," ujarnya.

"Tentu saja, keengganan ini didorong oleh para pengendali mereka di Eropa," lanjutnya.

Ukraina sempat melanjutkan pembicaraan dengan Rusia di Turki awal tahun ini setelah Presiden AS Donald Trump mendorong upaya damai. Namun, setelah tiga putaran pertemuan, negosiasi kembali dihentikan pada Juli.

Pembicaraan itu menghasilkan pertukaran 12.000 jenazah tentara Ukraina dan 335 tentara Rusia.

Rusia bersikeras agar Ukraina menyerahkan wilayah yang telah didudukinya sebagai salah satu syarat mengakhiri perang.

Dmitry Peskov menambahkan bahwa Putin dan Trump masih menganggap pertemuan puncak mereka hanya ditunda, bukan dibatalkan, dan menekankan perlunya upaya lebih lanjut sebelum negosiasi dapat digelar.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved