Konflik Palestina Vs Israel
Karier Diujung Tanduk, Mayoritas Warga Israel Tolak Netanyahu Kembali Berkuasa
Warga Israel tolak Netanyahu maju lagi di pemilu. Skandal korupsi, krisis kepercayaan, dan kegagalan kebijakan buat karier politiknya di ujung tanduk.
Ringkasan Berita:
- Mayoritas warga Israel menolak Netanyahu maju kembali di pemilu mendatang, dengan hasil jajak pendapat Channel 12 menunjukkan 52 persen responden menolak dan hanya 41 persen yang mendukungnya.
- Penurunan popularitas Netanyahu dipicu oleh tuduhan korupsi, kegagalan dalam penanganan krisis COVID-19 serta reformasi peradilan kontroversial.
- Masa depan politik Netanyahu makin tidak pasti, sementara publik dan elite politik Israel masih bingung mencari sosok pengganti yang layak.
TRIBUNNEWS.COM - Popularitas Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tampaknya kian menurun tajam di penghujung tahun 2025.
Jajak pendapat terbaru yang dirilis oleh media lokal Israel Channel 12 menunjukkan bahwa mayoritas warga Israel tidak menginginkan Netanyahu kembali mencalonkan diri dalam pemilihan umum berikutnya.
Menurut hasil survei tersebut, 52 persen responden menolak Netanyahu maju lagi.
Sementara 41 persen menyatakan masih mendukungnya, dan 7 persen memilih tidak memberikan pendapat.
Angka ini memperlihatkan penurunan signifikan dalam dukungan terhadap perdana menteri paling lama menjabat dalam sejarah Israel itu.
Pengamat politik menilai anjloknya dukungan publik disebabkan oleh kombinasi faktor politik, hukum, dan sosial yang semakin menekan pemerintahannya.
Alasan Popularitas Netanyahu Merosot
Salah satu penyebab utama adalah serangkaian kasus korupsi yang menjeratnya.
Netanyahu belakangan diketahui tengah menghadapi tuduhan suap, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan dalam beberapa skandal yang melibatkan pemberian hadiah mewah dan kesepakatan dengan media besar.
Selain skandal hukum, Netanyahu juga dinilai gagal mengelola berbagai krisis besar yang melanda Israel.
Pada masa pandemi COVID-19, pemerintahannya sempat mendapat pujian, namun kemudian menuai kritik karena kebijakan yang tidak konsisten dan dianggap lebih politis daripada berbasis sains.
Krisis kepercayaan itu diperparah oleh reformasi peradilan kontroversial yang digagas Netanyahu bersama koalisinya.
Baca juga: Trump Ultimatum Netanyahu, Ancam Cabut Dukungan untuk Israel jika Nekat Caplok Tepi Barat
Kebijakan tersebut dituduh melemahkan lembaga kehakiman dan mengancam demokrasi Israel, memicu protes besar-besaran di berbagai kota.
“Banyak warga melihat Netanyahu lebih mementingkan kelangsungan kekuasaannya daripada kepentingan negara,” ujar seorang analis politik Israel kepada Channel 12.
Lebih lanjut penurunan popularitas juga dipengaruhi oleh kegagalan Netanyahu dalam menangani isu keamanan nasional, terutama sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Serangan itu menewaskan setidaknya ratusan warga dan mengguncang sistem pertahanan Israel.
Netanyahu dikritik karena gagal mengantisipasi ancaman dan dianggap bertanggung jawab atas kelalaian intelijen.
Perpecahan di dalam pemerintahan semakin tajam ketika sejumlah menteri, termasuk Menteri Pertahanan, berbeda pandangan soal strategi menghadapi Hamas dan pembebasan sandera.
Situasi ini lantas menimbulkan kesan bahwa koalisi pemerintahan Netanyahu sedang retak dari dalam.
Kebijakan luar negeri Netanyahu juga menuai kritik tajam, terutama dari sekutu tradisional seperti Amerika Serikat.
Keputusan Israel yang dianggap terlalu keras dalam konflik Gaza membuat hubungan diplomatik dengan Washington menegang.
Beberapa diplomat menilai Netanyahu telah kehilangan kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara keamanan nasional dan tekanan global.
Dengan serangkaian tekanan politik, tuduhan korupsi, protes publik, dan krisis kepercayaan yang membesar, masa depan Netanyahu kini berada di ujung tanduk.
Banyak warga Israel menilai sudah waktunya bagi negara itu untuk melangkah ke babak baru dengan kepemimpinan yang lebih segar dan kredibel.
Kebingungan Soal Pengganti Netanyahu
Ketika ditanya siapa yang pantas memimpin Partai Likud jika Netanyahu tidak lagi mencalonkan diri, 48 persen warga Israel mengaku tidak yakin atau menilai tidak ada kandidat yang layak.
Namun sejumlah nama-nama besar mulai muncul untuk menggantikan posisi Netanyahu, diantaranya mantan kepala Mossad Yossi Cohen yang memperoleh dukungan tertinggi dengan 10 persen suara.
Diikuti Menteri Urusan Strategis Ron Dermer yang memperoleh suara (9 persen , Menteri Pertahanan Israel Katz 8 persen, Menteri Kehakiman Yariv Levin 7 persen, dan Ketua Knesset Amir Ohana 6 persen.
Sementara itu, Menteri Ekonomi Nir Barkat mendapat 5 persen dukungan, Menteri Luar Negeri Gideon Sa’ar 3 persen suara, Menteri Pertanian Avi Dichter 2 persen.
Serta Menteri Energi Eli Cohen dan Menteri Perhubungan Miri Regev, masing-masing hanya 1 persen suara.
Di kubu oposisi, 44 persen responden menilai mantan perdana menteri Naftali Bennett layak memimpin blok penentang Netanyahu.
Ia mengungguli Yair Lapid yang hanya berhasil mengumpulkan suara 16 persen, Yair Golan 11 persen, Gadi Eisenkot 11 persen, Avigdor Liberman 10 persen, dan Benny Gantz 2 persen.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.