Senin, 8 September 2025

IDI Dorong Pemberian Insentif Peserta PPDS untuk Turunkan Angka Depresi Calon Dokter Spesialis 

IDI) menanggapi perihal laporan 3,3 persen atau 399 calon dokter spesialis di RS Vertikal yang mengalami depresi bahkan ingin bunuh diri.

Freepik
ilustrasi dokter. IDI menanggapi perihal laporan 3,3 persen atau 399 calon dokter spesialis di RS Vertikal yang mengalami depresi bahkan merasa lebih baik mengakhiri hidup.  

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menanggapi perihal laporan 3,3 persen atau 399 calon dokter spesialis di RS Vertikal yang mengalami depresi bahkan merasa lebih baik mengakhiri hidup. 

Sebagai informasi, laporan ini berasal dari data hasil survei skrining kesehatan jiwa mahasiswa peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) RS vertikal per Maret 2024 yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI).

Baca juga: Diduga Dibully di Rumah Sakit, Ribuan Calon Dokter Spesialis Depresi hingga Ingin Bunuh Diri

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Adib Khumaidi soroti perlunya memberikan insentif pada peserta PPDS. 

Adib menyinggung perihal perlunya intensif yang diberikan pada calon dokter saat menjalani pembelajaran klinis pada pelayanan medis. 

"Residen PPDS juga melakukan pelayanan, sudah seharusnya mendapatkan hak insentif. Karena dia melakukan pelayanan," kata Adib pada konferensi pers virtual yang diselenggarakan IDI, Jumat (19/4/2024). 

Baca juga: Kemenkes RI Ungkap Data Mengejutkan! Ada 3,3 Persen Calon Dokter Spesialis Ingin Bunuh Diri

Peserta PPDS, memang melakukan pembelajaran tugas ilmiah dan bimbingan.

Tapi PPDS juga punya tanggung jawab memberikan pelayanan kepada pasien. 

"Dia sebagai tenaga medis yang ada di dalam institusi pelayanan tadi (RS Vertikal) yang memberikan pelayanan. Ini menjadi sangat penting, bahwa para residen PPDS ini harus mendapatkan insentif," kata Adib menambahkan.

Apa lagi sebagian peserta didik PPDS sudah berkeluarga. 

Mereka juga punya tanggung jawab beban pada keluarga.

"Sehingga kami mendorong harus ada supporting finansial, insentif dan sebagainya.

Bukan dalam konteks beasiswa pendidikannya. Di luar proses pendidikan tadi, hal ini bisa memicu terjadinya kecemasan, depresi dan sejenisnya," papar Adib. 

Menurutnya, jika satu faktor insentif bisa diselesaikan, maka dapat mendukung upaya mengurangi angka depresi pada calon dokter. 

Terkait intensif ini, dijelaskan oleh Adib bahwa sudah tercantum di dalam  UU Pendidikan Kedokteran Tahun 2013. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan