Dampak Perang Seperti Laboratorium Tak Terkendali, Berpotensi Picu Wabah dan Resistensi Antibiotik
Wilayah konflik berfungsi layaknya 'laboratorium tak terkendali' yang menciptakan ekosistem subur bagi wabah penyakit menular.
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Konflik bersenjata dan perang berkepanjangan antar negara akhir-akhir ini tak hanya menjadi tragedi kemanusiaan, tetapi juga menjadi ancaman serius bagi kesehatan global.
Baca juga: Hamas Terbuka untuk Gencatan Senjata, tapi Tolak Tawaran Trump: Kami Ingin Perang Berakhir Total
Pakar Global Health Security, Dr Dicky Budiman saat dalam penutupan One Health Global Conference yang digelar di Shenzhen, China mengatakan wilayah konflik berfungsi layaknya 'laboratorium tak terkendali' yang menciptakan ekosistem subur bagi wabah penyakit menular.
Termasuk munculnya resistensi antimikroba yang semakin sulit diatasi dengan terapi medis biasa.
"Perang itu ibarat atau seperti laboratorium yang tidak terkendali. Dan itu berarti lokasinya luar sekali kalau satu negara dengan negara lain perang, ya sebesar itulah laboratorium yang berpotensi meledak,"ujarnya kepada Tribunnews, Rabu (2/6/2025).
Ia menyebut, layanan kesehatan esensial kerap lumpuh total di daerah konflik.
Mulai dari program vaksinasi yang terhenti, sistem surveilans yang runtuh, hingga tidak tersedianya layanan dasar seperti persalinan atau terapi insulin.
Tidak hanya itu, penggunaan antibiotik secara tidak rasional, obat kadaluarsa, hingga praktik medis tanpa standar steril menjadi penyebab utama munculnya bakteri super alias multidrugs resistant pathogen. Ini menyebabkan banyak penyakit infeksi di wilayah perang menjadi semakin sulit diobati.
Baca juga: Taiwan Ajak Inovator Dunia Berkolaborasi Tingkatkan Standar Kesehatan Global dan Berkelanjutan
"Perang itu wilayah konflik itu adalah inkubator alami dari antimikroba resistensi. Karena di situasi perang itu terjadi penggunaan antibiotik yang tidak rasional karena tidak ada fasilitas laboratorium," jelasnya.
Kondisi diperparah dengan serangan terhadap fasilitas kesehatan. Seperti 94 persen rumah sakit di Gaza rusak atau hancur total, imbas dari serangan Israel.
Dicky menegaskan, perang adalah antitesis dari kesehatan. Terakhir, ia berpesan pentingnya kontribusi berbagai negara, termasuk Indonesia, dalam meredam konflik demi mencegah potensi pandemi baru.
Baca juga: Jerman Rayu Trump Agar AS Tak Angkat Kaki dari WHO, Antisipasi Terjadinya Krisis Kesehatan Global
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.