Senin, 8 September 2025

Waspadai Autoimun Langka Myasthenia Gravis, Dari Gejala Ringan hingga Bisa Sebabkan Kematian

Di balik gejala yang tampak sepele, penyakit autoimun langka ini menyimpan potensi berbahaya yang dapat mengancam jiwa.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Tribunnews.com/ Aisyah
DISKUSI KESEHATAN - Dokter Spesialis Saraf RS Brawijaya Saharjo Zicky Yombana, SpS dalam diskusi kesehatan (Health Talk) yang mengangkat tema "Myasthenia Gravis: Lebih dari Sekadar Lelah" bersama di Jakarta Selatan, Sabtu (12/7/2025). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Myasthenia Gravis (MG) kerap dimulai dari gejala ringan seperti kelopak mata turun atau mudah lelah. 

Namun di balik gejala yang tampak sepele, penyakit autoimun langka ini menyimpan potensi berbahaya yang dapat mengancam jiwa jika tak segera dikenali dan ditangani.

Dokter Spesialis Saraf RS Brawijaya Saharjos ekaligus penyintas MG, dr. Zicky Yombana, SpS menjelaskan perjalanan penyakit ini dari tahap awal hingga kondisi yang bisa menyebabkan kematian. 

Baca juga: Bukan Lelah Biasa, Ketahui Penyakit Autoimun Langka Myasthenia Gravis

Menurutnya, banyak pasien MG yang baru menyadari kondisi serius mereka ketika penyakitnya sudah berkembang lebih jauh.

“MG itu kan dibagi menjadi tiga secara umum: MG okular atau yang mengenai mata, kemudian limb, yang menyerang anggota gerak, dan bulbar, yang memperluas ke saraf pernapasan dan lainnya," ungkapnya dalam acara Health Talk terkait Miastena Gravis bersama Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia (YMGI) dan Menarini yang diadakan di Jakarta Selatan, Sabtu (12/7/2025). 

"Nah yang jadi permasalahan, kalau orang cuman ptosis, mata kelopak mata turun, atau dia diplopia, ia gak bakalan bikin kenapa-kenapa, bahaya juga enggak, tapi janggal waktu itu, kasihan,” jelas dr. Zicky. 

Masalah mulai muncul ketika MG berkembang dan menyebar ke bagian tubuh yang lebih vital. 

Yang paling mengkhawatirkan adalah ketika penyakit ini menyerang otot-otot pernapasan. 

Dalam kondisi ini, pasien bisa mengalami gagal napas neuromuskular, yakni kegagalan bernapas akibat otot yang tidak bekerja sebagaimana mestinya.

“Kan orang berpikir nafas hanya sekedar dengan paru-paru, enggak. Paru-paru yang melarin, yang ngepesin itu siapa? Otot. Kalau gak ada otot yang melarim dan yang ngepesin, itu paru-paru gak akan tertarik, udara gak akan masuk,” terangnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan jika kesalahan diagnosis atau keterlambatan penanganan menjadi salah satu penyebab utama kondisi pasien MG memburuk. 

Hal ini karena alat pemantau seperti oksimeter yang digunakan di rumah sakit sering kali tidak mendeteksi adanya masalah serius bila hanya mengandalkan saturasi oksigen.

“Di rumah sakit, kalau melihat saturasi masih bagus, orang gak akan nganggep ini gagal nafas atau nafasnya terganggu. Karena paru-paru orang MG, paru-parunya bagus. Ototnya yang ngaco. Jadi begitu dicek, saturasi ini aman, sampai akhirnya gak nafas. Nah inilah sering menyebabkan kematian atau menjadi krisis,”jelasnya. 

Kondisi krisis miastenik yakni kondisi darurat di mana pasien kehilangan kemampuan bernapas secara mandiri bisa terjadi secara tiba-tiba. 

Oleh karena itu, deteksi dini dan pemahaman terhadap perkembangan penyakit MG menjadi sangat penting.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan