Sabtu, 13 September 2025

Berdamai dengan Diabetes di Usia Muda Berkat Dukungan PROLANIS BPJS Kesehatan

Inilah kisah sejumlah peserta JKN yang bisa berdamai dengan penyakit diabetes melitus di usia muda berkat dukungan dari PROLANIS BPJS Kesehatan.

|
Penulis: Sri Juliati
Editor: Bobby Wiratama
Tribunnews.com/Sri Juliati
PESERTA JKN - Triana Rahmawati menunjukkan aplikasi Mobile JKN miliknya, Jumat (18/7/2025). Simak kisah sejumlah peserta JKN, termasuk Triana yang bisa berdamai dengan penyakit diabetes melitus di usia muda berkat dukungan dari PROLANIS BPJS Kesehatan. 

TRIBUNNEWS.COM - "Gimana caranya bisa menerima penyakit ini dengan hati yang legowo? Saya masih muda, terus bagaimana ke depannya menjalani hidup ini?"

Demikian bunyi pesan yang masuk ke ponsel Triana Rahmawati pada pertengahan Maret 2025. Pesan itu dikirim oleh seorang perempuan bernama Yuni ke grup chat PROLANIS yang diikuti Triana.

Grup di aplikasi WhatsApp itu berisi para peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang menderita penyakit kronis seperti diabetes melitus dan hipertensi di sebuah fasilitas kesehatan di Surakarta, Jawa Tengah.

Dalam pesan sebelumnya, Yuni mengaku baru saja didiagnosis mengidap penyakit diabetes melitus di usianya yang menginjak 30 tahun. Persis seperti yang dialami Triana Rahmawati pada awal Januari 2023.

Warga Gulon RT 3 RW 21, Kecamatan Jebres, Surakarta ini pun paham betul apa yang  tengah dirasakan Yuni. Tak terima, minder, khawatir, dan sedih menjadi satu.

"Rasanya mixed feeling banget saat pertama kali didiagnosa diabetes melitus, apalagi di usia yang masih muda," ujar Triana, Jumat (18/7/2025).

Mendadak grup chat menjadi riuh. Sejumlah anggota grup ikut berempati dan memberikan pesan bernada semangat pada Yuni.

Salah satunya datang dari seorang anggota lainnya yaitu Okki. Pria yang juga baru berusia 30 tahun ini meminta Yuni agar bersyukur.

"Bersyukur bisa ketahuan lebih awal, jadi penanganan lebih maksimal. Bersyukur bahwa pasti masih ada yang lebih parah dari saya."

"Terakhir, bersyukur pengobatan sedemikian kompleks dan mahal ditanggung penuh BPJS Kesehatan," tulis Okki.

Ia pun melanjutkan dengan kisah saudara yang juga penyandang diabetes, tapi terlambat ditangani sehingga menyebabkan komplikasi dan harus diamputasi.

Baca juga: Cerita Juliawanty Dapatkan Kemudahan Akses Layanan Kesehatan dengan Program JKN

"Maka dari itu, saya banyak-banyak bersyukur saja sampai sekarang," tulis Okki.

Triana juga mengetik pesan serupa. Ia meminta Yuni agar tetap semangat dan tak pernah menyerah. Dosen di Universitas Sebelas Maret (UNS) itu memberikan tips bagaimana caranya menjalani hidup setelah tahu mengidap diabetes.

"Tetap lakukan aktivitas seperti biasa, jaga pola makan, rajin berolahraga, dan rutin kontrol gula darah. Yang paling penting, manfaatkan BPJS Kesehatan untuk mendapatkan layanan pengobatan diabetes, seperti skrining kesehatan, cek gula darah, konsultasi dokter, dan lainnya," ujar Triana.

'Bersahabat' dengan Diabetes

Triana Rahmawati, pendiri Griya Schizofren, komunitas sosial di Kota Surakarta, Jawa Tengah yang peduli terhadap ODMK.
Triana Rahmawati (YouTube/Fellexandro Ruby)

Sudah dua tahun lebih, Triana 'bersahabat' dengan diabetes melitus tipe 2 yang seringkali disebut diabetes gaya hidup yang disebabkan kombinasi faktor genetik dan lingkungan.

Keluarga besar Triana memiliki riwayat penyakit diabetes mulai dari nenek, ibu, hingga beberapa kerabat. Wanita yang kini berusia 33 tahun ini tentu lebih berisiko mengalami hal serupa.

Kecurigaan ini semakin besar setelah ia memperhatikan satu kebiasaan kecil: sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil.

Hingga pada 3 Januari 2023, ia melakukan cek kesehatan secara menyeluruh. Niatan awalnya, hanya ingin mengetahui seberapa sehat dirinya pada 2023.

Namun, Triana harus menerima kenyataan: gula darahnya mencapai 300 mg/dL. Padahal kadar gula darah normal pada orang dewasa yang sehat, umumnya berkisar antara 70-100 mg/dL saat puasa dan kurang dari 140 mg/dL setelah makan (dua jam setelah makan).

Ibu dua anak itu sempat tak percaya dan berusaha mencari alasan. "Apa aku diabetes ya? Masa iya, umur 30 tahun udah diabetes," pikirnya kala itu.

Ketika tes untuk kedua kalinya, gula darahnya masih di angka 241 mg/dL. Segera, ia menyiapkan diri untuk mengikuti tes HbA1c atau Hemoglobin A1c yang ternyata nilainya 8,4 persen.

"Setelah terima hasil itu, fix banget aku diabetes, bahkan di level ini, dokter boleh suntik insulin," bebernya.

Berkaca dari pengalamannya tersebut, skrining kesehatan sebelum usia 30 tahun sangat dianjurkan terutama bagi mereka yang memiliki faktor risiko tertentu, seperti riwayat keluarga diabetes

Untuk melakukan skrining kesehatan, lanjut Triana, dapat dilakukan melalui aplikasi Mobile JKN milik BPJS Kesehatan. Hasil skrining dapat menunjukkan risiko rendah, sedang, atau tinggi terhadap suatu penyakit kronis termasuk diabetes.

Menurut Triana, diabetes adalah penyakit tanpa gejala di tahap awal. Inilah yang membuat diabetes menjadi penyakit yang licik dan berbahaya alias silent killer.

"Aku nggak kebayang kalau ini ketahuan pas udah terkapar di kasur karena gejala berat, dilarikan ke UGD, dan nggak boleh banyak gerak karena fisiknya nggak kuat," kata dia.

Setelah menerima kenyataan bahwa akan selamanya hidup dengan diabetes, Triana melakukan perubahan pada gaya hidupnya. Ia lebih memperhatikan apa yang dikonsumsi seperti gula, garam, dan minyak. Triana juga semakin rutin berolahraga dan memperbaiki pola tidur.

Hasilnya mulai dapat terlihat. Pada tes HbA1c kedua, nilainya turun menjadi 5,9 persen dan semakin turun pada tes HbA1c selanjutnya, menjadi 5,7 persen.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang diabetes dan tata laksana pengobatan, Triana juga bergabung dalam PROLANIS, program pengelolaan penyakit kronis dari BPJS Kesehatan untuk peserta JKN dengan penyakit kronis di faskes pertamanya.

Sejumlah kegiatan rutin digelar bagi peserta PROLANIS seperti senam, penyuluhan kesehatan, konsultasi kesehatan, hingga Medical Check-Up (MCU).

Para peserta seperti Tria juga memanfaatkan grup WhatsApp untuk saling bertukar kisah atau pengalaman selama berdamai dengan penyakit tersebut.

"Seperti sekarang ini, saat ada yang baru menerima diagnosa mengidap diabetes, kami bisa saling menguatkan di grup tersebut meski awalnya tidak saling kenal. Atau jika mereka kesulitan mengakses informasi seputar pengobatan, anggota lain bisa ikut memberitahu," kata dia.

Dorong Skrining Mandiri

Sampai sekarang, diabetes melitus masih menjadi permasalahan kesehatan penting di dunia termasuk di Indonesia. Kasusnya terus terjadi bahkan mengalami peningkatan seiring perubahan gaya hidup, pola makan, kurangnya aktivitas fisik, dan faktor genetik.

Berdasarkan data terbaru dari International Diabetes Federation (IDF), angka pengidap diabetes di Indonesia saat ini telah mencapai 20,4 juta jiwa per tahun 2024. Jumlah tersebut juga diprediksi akan naik mencapai 28,6 juta penduduk pada 2050.

Oleh karena itu, BPJS Kesehatan terus mendorong edukasi kesehatan masyarakat dan deteksi dini diabetes melalui program skrining terpadu.

Kepala Cabang BPJS Kesehatan Surakarta, Debbie Nianta Musigiasari mengatakan, peserta JKN yang berusia di atas 15 tahun wajib melakukan pengisian Skrining Riwayat Kesehatan.

Skrining Riwayat Kesehatan dapat dilakukan secara mandiri oleh peserta melalui Aplikasi Mobile JKN, Chat WA Pandawa, maupun Web Skrining atau pada saat peserta berkunjung ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

"Pelaksanaan Skrining Riwayat Kesehatan melalui pengisian beberapa pertanyaan bermanfaat untuk mendeteksi serta mencegah sedini mungkin 14 penyakit kronis, satu di antaranya diabetes melitus," ujar Debbie, Jumat (25/7/2025).

Selain itu, BPJS Kesehatan juga menggelar PROLANIS yang dapat diikuti peserta JKN aktif dan didiagnosa diabetes melitus serta hipertensi.

PROLANIS sebagai komitmen BPJS Kesehatan dalam meningkatkan kualitas hidup peserta JKN yang mengidap hipertensi dan diabetes melitus. 

Melalui pendekatan proaktif, PROLANIS berupaya memastikan pasien dapat berobat secara efektif dan efisien, serta mencegah komplikasi penyakit.

PROLANIS dilaksanakan faskes primer yang bekerjasama untuk meningkatkan kualitas peserta JKN penderita diabetes melitus dan hipertensi.

Saat ini, lanjut Debbie, faskes yang mengelola PROLANIS sebanyak 181 FKTP yang tersebar di lima kecamatan di Kota Surakarta.

"Manfaat dari mengikuti PROLANIS adalah pemeriksaan dokter, pemeriksaan penunjang yang diperlukan, pemberian obat dan kegiatan kelompok PROLANIS meliputi kegiatan edukasi dan senam," ujar dia.

Melalui program PROLANIS, FKTP dan BPJS Kesehatan berkomitmen untuk mewujudkan Indonesia yang lebih sehat, mengurangi jumlah pasien dengan penyakit kronis, dan memastikan setiap peserta JKN mendapatkan pelayanan terbaik. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan